KEHIDUPAN SEMPURNA
"Apakah aku akan dipaksa pulang kampung dan menjadi petani?" tanya Imbran dalam hati.
Imbran duduk di tepi pantai sambil menyaksikan langit senja yang keemasan beserta indahnya lautan tak berujung. Namun, tidak ada sedikit pun kegembiraan di hatinya.
Tahun ini, Imbran memasuki usia 20 tahun dan baru saja lulus dari Universitas Starffod. Seharusnya hari ini menjadi titik awal bagi Imbran untuk memasuki kehidupan bermasyarakat dengan bekerja. Namun, insiden yang terjadi belum lama ini membuat masa depan Imbran kini menjadi suram.
Seminggu yang lalu, Imbran melihat ada orang yang hendak memperkos* seorang wanita yang mabuk di depan sebuah bar yang sesekali dilewati oleh dirinya. Entah keberanian apa yang merasuki Imbran waktu itu, Imbran berkata dengan suara lantang, "Turunkan gadis itu!".
Kalimat itulah yang menyebabkan Imbran mendapat masalah besar di kota tempat tinggalnya. Ternyata, orang yang membawa gadis mabuk itu adalah Dickiano Diktanala, anak konglomerat paling terkenal di Starfford. Pria itu punya hobi meniduri gadis yang pingsan karena mabuk. Bahkan, ada beberapa wanita yang sengaja minum hingga mabuk dengan harapan agar pria itu akan meniduri mereka.
Dickiano yang gagal menjalankan rencana jahatnya tidak memukuli atau pun memarahi Imbran. Dia hanya menatap Imbran dengan penuh kebencian, lalu berkata, "Aku mengenalmu".
Setelah Dickiano pergi, wanita mabuk itu segera bangkit dan memarahi Imbran. Dia mengatakan bahwa Imbran terlalu suka ikut campur urusan orang. "Apakah kau sudah bosan hidup? Hey, miskin, ingatlah di mana saat ini kau berada." Akhirnya, wanita itu pergi dengan kesal ketika Imbran sedang tercengang-cengang mendengar kalimat sang gadis yang dia tidak ketahui nama nya tersebut.
"Bukannya terima kasih, ini malah aku yang dimarahi, huh aneh," keluh Imbran.
Segera setelah itu, Imbran gagal dalam setiap wawancara kerja. "Apakah keberuntunganku sudah habis?".
Suatu hari, Imbran tidak sengaja mendengar bahwa kegagalannya dalam wawancara itu akibat perbuatan Dickiano. Imbran sangat terpukul dan frustasi. Jadi, dia datang ke pantai ini dengan sekotak bir kaleng untuk meredakan tekanan batinnya.
"Tidak. Aku tidak boleh kembali begitu saja. Aku harus bisa mencari uang. Keluargaku sudah susah payah menyekolahkanku hingga lulus kuliah dan berharap aku bisa sukses ke depannya. Aku enggak boleh pulang. Selain itu, adik-adikku masih harus sekolah. Aku harus mengurangi beban ekonomi keluargaku." Geram Imbran sambil mengusap wajahnya kasar.
"Dickiano bukan apa-apa. Walaupun aku tidak bisa bekerja di Starffod, masih ada tempat lain yang bisa aku tuju. Dickiano, kamu tidak bisa memaksaku kembali ke pedesaan. Kamu yang harus mati," ucap Imbran yang sedang dipenuhi dengan kebencian.
Imbran meraih segenggam pasir dengan tangan kanannya, lalu melemparkannya ke arah laut. Tiba-tiba, Imbran merasakan sakit yang menusuk di telapak tangan kanannya. Saat menundukkan kepala untuk melihat, dia mendapati bahwa telapak tangan kanannya tergores oleh sepotong serpihan kaca seukuran kuku yang berwarna emas. Darahnya sudah mengalir ke permukaan serpihan kaca emas itu.
Saat Imbran hendak menyingkirkan serpihan itu, serpihan kaca itu tiba-tiba mencair masuk ke dalam telapak tangannya dan menghilang. Kemudian, Imbran merasa sangat pusing dan akhirnya pingsan di tepi pantai.
Sepuluh menit kemudian, Imbran siuman dan langsung mengangkat telapak tangan kanannya. "Apa yang terjadi padaku?" Walau bagaimanapun, dia tidak dapat mengartikan fenomena apa tadi yang terjadi padanya. Dia mendapati bahwa lukanya sudah pulih. Imbran melihat telapak tangannya sendiri dengan linglung. Dia ingat jelas bahwa telapak tangannya sudah tergores serpihan kaca emas. Kenapa sekarang tidak ada sedikit pun bekas luka?
Tepat pada saat ini, lautan di hadapan Imbran tiba-tiba memancarkan semacam aura yang memikat dengan kuat sehingga Imbran tanpa sadar berjalan menuju laut. Saat kakinya melangkah masuk ke dalam air laut, sel-sel di sekujur tubuh Imbran bereaksi dengan dahsyat. Rasanya seperti sedang bersemangat. Imbran tidak bisa menjelaskan penyebab dirinya merasa seperti ini. Namun, dia merasa memiliki hubungan yang sangat intim dengan laut.
Kemudian, Imbran yang seluruh tubuhnya sudah terendam ke dalam air laut terkejut. Dia menemukan bahwa dirinya tidak merasakan sesak, mual, atau kejang-kejang. Selain itu, hal yang lebih menakjubkan adalah dia bisa melihat semua pemandangan di bawah laut dalam radius seratus meter tanpa merasakan perih di mata. Tekanan air laut bahkan tidak berpengaruh terhadap dirinya saat ini.
Imbran tentu sangat terkejut dengan semua itu. Namun, ada semacam perasaan bahwa dia harus menerimanya.
"Sebenarnya, apa yang sedang terjadi?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Meskipun percaya bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya di laut, Imbran tetap kembali ke daratan untuk berpikir. Setelah duduk di tepi laut, dia pun berpikir sejenak.
"Mungkinkah serpihan kaca emas tadi yang menyebabkan tubuhku berubah menjadi lebih wow?" ucapnya.
Setelah memikirkannya berulang kali, Imbran hanya bisa memikirkan satu kemungkinan. "Kalau semua ini memang benar, nasibku pasti akan berubah sepenuhnya. Dickiano, aku akan segera menjatuhkanmu." Begitu memikirkan kemungkinan ini, Imbran langsung bersemangat. Harus diketahui bahwa kekayaan yang tak terhitung jumlahnya ada di dalam laut. Dengan kemampuan supernatural yang diperoleh Imbran tadi, kekayaan itu pasti akan jatuh ke tangannya. Setelah memikirkannya, Imbran yang tidak ingin membuang waktu lagi segera masuk ke laut secara diam-diam. Dengan kemampuan abnormal ini, Imbran bisa melihat pemandangan bawah laut tanpa harus menggunakan kacamata selam dalam radius seratus meter.
Segera setelahnya, Imbran menemukan sekelompok lobster berukuran besar dengan berbagai warna di lumpur samping tumpukan bebatuan dan terumbu karang. Lobster mutiara Sentragama yang indah. Nama ini segera muncul di benak Imbran.
Jumlah lobster yang ditemukan Imbran sekitar tujuh atau delapan ekor dengan berat masing-masing sekitar satu setengah kilogram. Ketika ia mendekati kelompok lobster tersebut, seekor lobster yang memimpin rombongan dan memiliki berat sekitar dua kilogram mengangkat sepasang capit besarnya ke arah Imbran. Melihat lobster yang memamerkan kekuatannya, Imbran pun menyunggingkan senyum menghina. Saat itu, kelompok lobster besar itu tampaknya takut. Mereka yang tidak bergerak seolah-olah tunduk kepada Imbran. Tidak lama kemudian, Imbran berenang kembali ke pantai dengan satu lobster besar di masing-masing tangannya.
Sekembalinya ke tepi pantai, Imbran langsung mengeluarkan ponsel untuk memeriksa harga lobster. Namun, ponselnya tidak menyala dan rusak karena sudah masuk ke dalam air. Imbran bisa bernapas bebas di dalam air dan mengabaikan tekanan air, tetapi ponselnya tidak memiliki kemampuan supernatural itu. Ponsel itu hanya ponsel murah yang sudah sewajarnya harus rusak, gumam Imbran. "Sialan! Bisa-bisanya aku melupakan hal ini!"
Imbran merasa kesal karena ponselnya rusak. Namun, suasana hatinya kembali membaik begitu ia memikirkan lobster-lobster di dasar laut dan dirinya yang telah memperoleh kemampuan supernatural. "Sudahlah. Besok, aku akan membeli ponsel baru." Imbran yang berpikir demikian pun mengambil dua ekor lobster yang ditangkapnya lalu berjalan ke restoran terdekat.
Namun, Imbran yang baru berjalan tidak lama dihentikan oleh seorang pria paruh baya berperut besar yang usianya sekitar 40 tahunan. "Dek, tunggu sebentar!" teriak pria paruh baya tersebut. "Ada apa, ya pak?" tanya Imbran sambil menatap pria itu. "Dek, lobstermu ini ditangkap dari laut, 'kan?" tanya pria paruh baya itu untuk berbasa-basi. "Ya, benar," tanggap Imbran sambil sesekali mengamati penampilan pria paruh baya tersebut.
"I… itu… Kamu ingin memakannya atau menjualnya? Kalau mau menjualnya, jual saja kepadaku. Masalah harga, itu mudah." Pria paruh baya itu berpikir sejenak, lalu langsung membahas intinya. "Kamu bersedia membayar berapa?"
Bagaimanapun juga, lobster ini harus dijual. Sekarang, pembeli datang dengan sendirinya. Jadi, asalkan harganya masuk akal, Imbran tidak perlu buang-buang energi. "Dek, lobster ini seharusnya lobster mutiara Sentragama. Di pasaran, harganya mencapai satu juta dua ratus ribu rupiah per kilogram. Kalau kamu bersedia menjualnya, aku bersedia membelinya dengan harga empat juta rupiah," jawab pria paruh baya itu dengan penuh semangat.
Lobster mutiara Sentragama jarang terlihat di perairan terdekat. Sekarang, muncul dua ekor lobster mutiara di hadapannya. Pria paruh baya itu tentu saja dia tidak akan melewatkan kesempatan ini. Sementara itu, Imbran yang mendengar harganya segera menghitung di dalam hati. Setiap lobster ini beratnya hampir satu setengah kilogram. Itu artinya harga masing-masing per ekornya sekitar satu juta delapan ratus ribu rupiah. Sekarang, dua ekor ini ditawar dengan harga empat juta rupiah. Imbran tentu akan menjualnya. "Untung empat ratus ribu rupiah. Lumayan," pikirnya.
"Oke. Kalau begitu, aku akan menjualnya kepadamu." "Bagus, bagus. Kamu mau kubayar tunai atau transfer?" tanya pria paruh baya yang sangat senang itu. "Tunai saja." Lantaran ponselnya sudah rusak, Imbran harus menerima uang tunai. Pria paruh baya itu pun mengeluarkan empat juta rupiah dari tas pinggangnya tanpa ragu-ragu, lalu menyerahkannya kepada Imbran. (To Be Continued)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Nuhume
Hi, aku hadir.... saling support ya🌻🌻🌻🌻
2023-06-30
2