Khadijah tertawa terbahak-bahak, sengaja mengejek ucapan Raisa. "Ngaco kamu. Istrinya? Hei, emangnya kalau aku menikah nggak ngundang kamu? Nggak mungkin kan?"
Raisa mengerutkan keningnya, kemudian menggaruk hidungnya. Dia bersumpah mendengar ucapan Khoirul tadi sementara di dalam sana hanya ada Khadijah. Mana mungkin dosennya bicara pada makhluk tak kasat mata?
"Yakin kamu? Jangan main backstreet-backstreetan ya?" cerca Raisa.
Khadijah mengapit lengan Raisa, "Ya nggak lah. Kita kan best friend."
"Alah, kalau begini aja best friend. Traktirannya tadi nggak jadi," keluh Raisa. Dia sudah melupakan soal ucapan Khoirul dan kecurigaannya.
"Nanti pulang kuliah. Tadi ada gangguan menyebalkan."
Belum sempat Khadijah dan Raisa menghilang dari koridor, suara deheman yang sangat khas terdengar dari belakang. Sontak saja dua orang itu menoleh.
Raisa mengangguk sopan pada Khoirul. Pria itu membawa piring kotor dan melayangkan tatapan tajamnya pada Khadijah. Yang ditatap seakan tidak peduli.
"Kalian bukannya belajar biar cepat naik level, ini malah main. Pulang kuliah, ya pulang. Belajar lagi. Sampai kapan mau di sini? Tidak bosan bertemu saya? Tidak bosan di tempat yang sama selama delapan tahun?"
Raisa terkejut mendengar petuah singkat dari Khoirul. Dia mengangguk patuh, "Baik, Pak. Kami tidak akan banyak main."
Khadijah enggan menjawab. Dia merasa tersinggung dengan ucapan Khoirul. Secara tidak langsung dia dilarang pergi dengan teman-temannya.
Raisa menyenggol pinggang Khadijah untuk menjawab ucapan dosennya. Dilihatnya Khadijah hanya diam dan matanya melirik tajam.
"Jawab, Dijah," bisik Raisa.
"Kalau saya tidak pernah bosan dengan tempat ini. Kenapa harus bosan, Pak? Laki-lakinya tampan semua dan bisa cuci mata setiap hari. Lagi pula kalau saya pergi main, urusan bapak? Urusan bapak kan hanya di kampus. Kalau di ... em, em," ucapan Khadijah terhenti karena mulutnya terkunci oleh telapak tangan Raisa.
Raisa tersenyum meminta maaf pada Khoirul, lalu membawa Khadijah pergi. Setelah menjauh, wanita itu memarahi sahabatnya. "Kamu itu kalau benci jangan terlalu kentara dong. Udah nilai kamu jelek, nanti semakin jelek kalau berhadapan sama dosen nggak mau memperlihatkan sisi baik."
"Alah, dosen seperti Pak Khoirul mana mungkin punya sisi baik sih? Mau disenyumin sampai bibir mencong juga sifatnya begitu-begitu aja," tukas Khadijah.
"Awas ya kalau tiba-tiba kamu memuji Pak Khoirul."
"Nggak akan," sela Khadijah. Dia lupa kalau beberapa saat lalu merasa tersanjung dengan ucapan Khoirul. Gengsinya terlalu tinggi untuk mengakui.
°°°
Khoirul melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Khadijah belum pulang, padahal dia tahu jadwal kuliah wanita itu hanya sampai pukul empat sore.
"Kemana dia? Sudah saya peringatkan jangan kelayapan tapi sama sekali nggak digubris," gerutu Khoirul.
Khoirul bisa saja menghubungi orangtua Khadijah tapi dia sungkan kalau tiba-tiba ditanya berbagai macam hal. Ada alasan kenapa dia bisa menikah dengan Khadijah, bukan asal main tunjuk saja.
Khoirul merasa bertanggung jawab penuh atas hidup Khadijah. Meskipun sikap Khadijah lebih buruk dari yang dia bayangkan tetap saja dia tidak akan membiarkan istrinya terbawa pergaulan bebas.
Benda pintar di tangan Khoirul menampilkan kontak nomor Khadijah. Dia sudah menghubungi Khadijah puluhan kali tapi tidak ada satupun yang diangkat. Pria itu yakin jika Khadijah sengaja melakukannya untuk membalas peringatannya tadi.
"Pak, tolong siapkan mobil saya," ucap Khoirul pada supirnya. Dia berjalan cepat ke arah tangga, menaikinya dengan berlari. Dia mengambil dompet yang tergeletak di atas meja. Beberapa menit kemudian dia turun kembali.
Khoirul tidak bisa tinggal diam. Dia ingin mencari istrinya entah di jalan yang kemungkinan dilewati wanita itu. Tapi sebelum dia sempat masuk ke dalam mobil, dilihatnya sebuah taksi berhenti di depan rumah.
Sontak saja Khoirul menyongsong taksi tersebut. Hanya sepersekian detik, Khadijah turun dan melambai pada taksi yang ditumpanginya. Khoirul mengira ada orang lain di dalam tapi ternyata Khadijah pulang sendiri.
"Hai, Pak dosen killer," sapa Khadijah dengan seringaian kecil.
"Dari mana saja kamu?"
"Main."
Hanya satu kata itu yang diucapkan Khadijah, lalu wanita yang memakai kemeja setengah jadi itu masuk tanpa memperdulikan tatapan tajam Khoirul. Khadijah bahkan sempat bergumam dengan kalimat yang tidak dimengerti suaminya.
"Stop di sana!" perintah Khoirul sebelum Khadijah semakin melenggang naik ke kamarnya.
Khadijah berhenti, tubuhnya berbalik, "Apa lagi?"
"Kamu nggak bisa menghargai saya?"
"Bisa. Saya berhenti kan waktu bapak bilang stop," jawab Khadijah santai. Benar-benar berniat melebarkan amarah suaminya.
"Saya suami kamu, kepala rumah tangga di rumah ini. Berapa kali saya hubungi kamu tadi? Nggak dengar atau memang sengaja dipasang mode silent agar panggilan saya nggak terjawab?"
Khoirul sangat jarang marah pada siapapun. Orang rumah yang mengenal dirinya sangat tahu bahwa pria itu tidak akan menegur mereka kalau memang tidak kelewatan. Orangtuanya saja jarang mendengar suara kasar Khoirul. Tapi baru beberapa hari Khadijah tinggal di rumah itu, Khoirul terpaksa menjadi sosok yang lain.
Pria yang memutuskan berumah tangga dengan seorang wanita yang bahkan belum punya imajinasi untuk menikah, tidak sekalipun menyesal melihat kelakuan Khadijah. Hanya saja harga dirinya menggila karena sikap Khadijah.
"Nah, itu bapak tahu," jawab Khadijah enteng. Tangannya memainkan tapi tasnya sembari mendengarkan Khoirul berkhotbah.
Pria tua ini kenapa sih? Sensi banget hari ini. Bukannya tadi terlihat sweet, batin Khadijah.
"Lain kali jangan begitu lagi," tukas Khoirul akhirnya. Dia berusaha untuk mengalah, tapi hanya untuk malam ini saja. Nada suaranya juga melembut.
"Iya."
"Sama siapa tadi?"
"Raisa."
"Siapa lagi?" cerca Khoirul dengan nada pelan. Ditariknya Khadijah untuk duduk tapi wanita itu dengan tegas menolak.
"Teman."
"Pria atau wanita?" tanya Khoirul, masih berusaha sabar.
"Wanita dan pria. Ini kenapa jadi wawancara sih, Pak?" sungut Khadijah.
"Coba sebutkan siapa saja teman kamu itu agar saya tahu."
Khadijah mendelik, "Nggak! Memangnya bapak siapa sampai saya harus menjelaskan secara rinci? Sebelum bapak menyela, saya tahu kalau bapak adalah suami saya. Tapi bukan berarti saya harus menceritakan semua yang saya lakukan di luar sana. Lagi pula saya nggak cinta sama bapak. Kenapa sih hal sepele begini jadi pembahasan? Sebelum saya menikah, saya juga terbiasa pulang malam. Orangtua saya juga nggak melarang. Bapak saja yang kolot!"
"Kolot? Saya kolot?"
Khadijah memasang wajah garang, "Iya. Kenapa? Nggak setuju?"
Jantung Khoirul bergemuruh hebat. Dia hampir kehilangan kendali. Ingin rasanya dia memaki dirinya karena tidak bisa berbuat banyak pada istrinya.
Mungkin ini salah satu ujian untuk kamu, Khoirul. Kamu yang terlalu keras pada murid-murid kamu sekarang dibalas oleh istri kamu. Cobalah lebih lembut lagi, batin Khoirul memperingatkan.
Khadijah was-was. Khoirul hanya diam dan menunduk. Harusnya pria itu marah padanya bukan? Supaya Khadijah mempunyai alasan agar bisa keluar dari rumah itu.
"Nggak ada yang perlu dijelaskan lagi kan?" tanya Khadijah.
"Tidurlah! Kalau kamu masih lapar, ada makanan di kulkas. Panaskan dulu kalau mau makan," tukas Khoirul sebelum dia keluar dari rumah. Dia perlu menenangkan diri.
"Masih aja perhatian," gumam Khadijah.
°°°
"Raisa, ini saya," ucap Khoirul pada Raisa melalui panggilan telepon. Dia penasaran dengan siapa saja istrinya berkumpul.
Mendengar suara Khoirul, Raisa terpekik, "Pak Khoirul? Ini benar bapak?"
"Iya, ini saya. Ada yang mau saya tanyakan."
"Ada apa, Pak? Saya buat kesalahan?" tanya Raisa takut.
"Nggak, bukan begitu. Saya tadi melihat kamu dan teman-teman kamu berkumpul di cafe. Saya penasaran siapa saja yang ada di sana."
"Kenapa bapak bertanya soal ini? Bukannya saya menolak perhatian bapak tapi terdengar aneh kalau tiba-tiba bertanya. Apa ini karena masalah bermain sehabis pulang kuliah, Pak? Saya minta maaf, Pak. Saya berjanji akan belajar lebih rajin lagi," jelas Raisa ketakutan.
Khoirul juga salah perhitungan. Harusnya dia tidak menelepon tiba-tiba. Tapi sudah kepalang tanggung. "Kalau kamu mau memberitahu bersama siapa saja kamu tadi, saya akan memberikan saran untuk skripsi kamu."
"Benarkah, Pak?"
"Benar."
"Tadi saya bersama..,"
°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments