Dalam keadaan mata tertutup Kania terus menangis dan menangis, berharap seseorang datang untuk menolongnya.
Hatinya berdoa, meminta dengan sungguh-sungguh kepada sang pencipta agar mengirimkan seorang malaikat untuk membantunya.
"Siti ..., awas, Nak!"
Walaupun terdengar samar, tapi Kania mendengar suara teriakan abak penuh dengan rasa khawatir dan panik.
Kania merasakan badannya di gotong oleh lelaki separuh baya dengan keriput yang sudah menyelimuti seluruh tubuhnya.
Ingin sekali Kania membuka mata dan melihat bagaimana kondisi abak saat menyelamatkannya, namun Kania tidak bisa membuka matanya.
'Kania, bangunlah! Apa yang sebenarnya terjadi sama lo? Lihat, Abak saat ini pasti tengah terluka dan terbakar api karena menyelamatkan lo!' ucap Kania pada dirinya sendiri.
Kania ingin sekali bangun dan menjadi Siti, namun entah mengapa matanya seperti dijahit sehingga tidak bisa dibuka sama sekali.
Kania takut kejadian yang menimpa mamanya juga menimpa abak. Kania trauma dengan kebakaran yang merenggut nyawa mamanya.
Ya, rasa bersalah dan trauma di diri Kania masih belum hilang, Kania tidak ingin lagi ada luka baru yang membuatnya semakin hancur dan terluka karena ia membuat orang-orang yang ia sayangi dalam bahaya.
'Kemana aku harus kembali sekarang?' ungkap Kania dalam ketakutan hatinya.
Kania akhirnya benar-benar tidak lagi sadarkan diri, ia tidak lagi merasakan tangan abak yang menggenggam tubuhnya, tidak lagi mendengar tangisan kekhawatiran abak atau doa-doa yang dipanjatkan bundo untuknya.
Kania saat ini sudah dalam keadaan lemah tak berdaya, antara hidup atau mati.
***
"Nia, Kania, Sayang, bangun!"
Kali ini Kania mulai mendengarkan dengan sangat jelas ketika Alex tengah memanggil-manggil namanya. Namun, entah mengapa Kania masih belum bisa membuka matanya, rasanya teramat sangat sulit dan berat sekali.
"Sayang, bangunlah!"
Kania merasakan bibir lembut Alex mendarat di keningnya, bahkan tetesan air mata yang jatuh dari mata Alex turut membasahi pipinya. Akan tetapi Kania juga belum bisa membuka matanya.
"Sayang, bangunlah!" ungkap Alex dalam isak tangisnya.
Kania merasakan kalau Alex tengah menundukkan kepalanya di ranjangnya, seolah lelaki itu merasa sangat lelah dan capek karena penantiannya menunggu Kania tidak berujung hasil.
'Ayo, Kania, lo harus sadar! Setidaknya lo harus melihat Alex walaupun hanya sebentar saja!' Perintah Kania kepada dirinya sendiri.
Semangat dan keinginan yang sangat kuat itu mendorong Kania untuk bangkit.
Perlahan Kania membuka matanya dengan lembut. Ya, walaupun terasa sangat sulit dan berat, Kania terus berusaha untuk membuka matanya dan melihat dunia.
Kania kini bisa melihat Alex yang menundukkan wajahnya tepat di ranjang tempat Kania terbaring lemah.
Kania berusaha mengangkat tangannya yang penuh dengan perban dan tengah dipasangi infus. Dengan kekuatan tenaganya Kania mencoba membelai lembut rambut Alex.
Lelaki yang saat ini juga tengah penuh dengan luka itu, seluruh tubuhnya juga ditutupi oleh perban, tapi ia dengan setia menantinya. Menunggu dan menemaninya dengan setia, penuh cinta dan kasih sayang yang sangat tulus untuknya.
"Sa-ya-ng ..., maaf!"
Hanya itu kata-kata pertama yang keluar dari lisan Kania dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.
Kania kemudian melihat sekelilingnya, ia tidak melihat hanya ruangan kosong, tidak ada batang hidung papanya disini.
Kania sedih dan merasa sangat kecewa, karena ketika ia bisa kembali menjadi dirinya, ia tidak bisa bertemu dengan papa yang sangat dicintai dan dirindukannya.
Kania kembali fokus kepada Alex yang tertidur setelah menunggu dan menjaga Kania.
Kania berdoa dan meminta dengan tulus, agar Allah menjaga kekasih hatinya sampai ia menyelesaikan misi tersembunyinya.
"Siti, bangun, Sayang! Jangan tinggalkan Bundo!"
Kania tiba-tiba mendengar suara bundo tengah memanggil-manggil namanya. Bundo terdengar menangia dan terisak-isak, tentu saja dengan air mata yang tidak henti-hentinya tercurahkan. Namun, Kania masih ingin menjadi Kania sebentar saja, setidaknya sampai rasa rindunya akan Alex terlepaskan. Namun, tangisan bundo membuat ia merasa sangat iba hingga air mata pun jatuh membasahi pipinya.
'Bundo, Abak, tunggu sebentar lagi. Izinkan aku menjadi Kania untuk sesaat, aku ingin melepaskan rinduku kepada Alex, aku juga ingin melihat Papa walaupun sebentar,' ucap Kania di dalam hatinya karena ia ingin untuk sesaat bisa menghabiskan waktunya dengan hanya menatap Alex yang tengah tidur terlelap.
'Sayang, jaga dirimu, cepatlah sembuh dan tunggulah aku sedikit lebih lama. Aku harus menyelesaikan tugasku menjadi Siti, aku harus membantu Bundo dan Abak,' ujar Kania sembari membelai-belai lembut rambut Alex.
Tiba-tiba nafas Kania terasa berat, ia susah bernafas dan merasa seolah nyawanya diambil dari badannya. Kania tidak lagi sadarkan dirinya di saat Alex membuka matanya.
"Sayang, kamu benaran sadar 'kan? Aku merasakan kamu membelai rambutku, aku yakin itu bukanlah mimpi," ucap Alex yang terdengar samar di telinga Kania.
Ingin sekali Kania menjawab kata-kata Alex, namun saat ini Keyla telah kembali ke masa lalu.
"Siti, bangunlah, Nak, Sadar!"
Air mata bundo kembali membasahi pipi Kania hingga gadis cantik itu terbangun.
Kania merasakan sakit di sekujur tubuhnya karena api panas yang menyengat tubuhnya.
"Sayang, kamu tidak apa-apa, Nak?"
Terdengar suara serak abak mengkhawatirkan Kania. Matanya sembab dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi beliau yang penuh dengan keriput bercampur arang. Baju beliau terlihat sobek karena terbakar karena menyelamatkan Kania.
Kania menatap abak dengan seksama, ia melihat banyak luka bakar ditubuh abak, namun beliau seolah tidak merasakan sakit apa- apa, hanya mengkhawatirkan Siti, putri kesayangannya.
'Masyaallah, Siti, beruntung sekali kamu memiliki orang tua seperti Abak, beliau begitu mencintai dan menyayangi mu melebihi dirinya sendiri,' ucap Kania haru kepada Siti yang tidak lain adalah dirinya di masa lalu.
Kania kemudian menatap bundo yang terlihat juga tidak kalah khawatir dan panik melihatnya.
"Sayang, kamu tidak apa-apa, Nak?" ujar bundo dengan air mata yang juga tidak kalah banyak, air mata itu terus bercucuran membasahi pipi bundo.
Kania mengangkat tangannya yang terasa sakit itu untuk menghapus air mata yang mengalir di pipi abak dan bundo.
"Jangan menangis Abak, Bundo, Siti tidak apa-apa," ucap Kania dengan senyum termanis yang ia berikan kepada abak dan bundo.
Kania merasa sakit diseluruh tubuhnya, namun ia tidak ingin menangis atau mengeluarkan air mata apapun karena ia tidak ingin menambah beban kedua orang tuanya. Bagi Kania, sakitnya tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan air mata yang jatuh membasahi pipi abak dan bundo.
Ya, Kania telah berjanji kepada dirinya sendiri, kalau ia akan membahagiakan abak dan bundo selama ia berada di Ranah Minang menjadi Siti.
Kania menatap kamarnya yang saat sudah menjadi abu, namun aneh dan ajaibnya hanya kamar itu yang hancur, sedangkan rumah gadang milik abak dan bundo tidak apa-apa.
Kania kemudian merasakan ponsel yang ada di saku baju kurungnya bergetar.
'Ada jaringankah disini? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah ponsel ini tadi gw lemparkan ke lantai, kenapa sekarang ada di dalam saku?' ucap Kania di dalam hati.
Keanehan dan kejaiban yang tidak biasa terus dirasakan oleh Kania. Namun, semua diluar nalarnya sebagai manusia biasa.
"Nak, bagaimana kalau kita pergi ke tabib saja malam ini?" tanya bundo yang menyadarkan Kania dari lamunan dan pikiran panjangnya.
"Abak, Bundo, Siti tidak butuh diobati. Siti hanya ingin tidur dan beristirahat ditemani oleh Abak dan Bundo," pinta Kania dengan penuh pengharapan.
Kania merasa kalau semua lukanya esok hari akan sembuh ketika ia tidur dan terlelap. Namun, ada keraguan di hati Kania tentang luka yang ada di tubuh abak.
"Abak, bagaimana kalau Abak saja yang ke tabib?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments