Kania semakin pusing dan dilema melihat dua dirinya dari tempat yang berbeda.
Tubuhnya yang terbarung lemah tak berdaya sedang ditangisi oleh Alex, sang kekasih hati yang sangat dicintainya. Namun, tidak terlihat ada papanya disana. Jika waktu telah berjalan seminggu di masa depan, itu artinya pernikahannya dengan om Galih telah berlalu.
"Jika pernikahanku gagal, di mana Papa sekarang? Apa yang terjadi dengan Papa?" Pikiran Kania semakin berkecamuk. Bagaimanapun juga Kania sangat mencintai dan menyayangi papanya. Lelaki yang merupakan cinta pertama dan panutan baginya.
Kania memperhatikan kekasihnya, tubuh lelaki itu juga penuh dengan memar, ia terlihat hidup namun seperti mati. Raungan dan isak tangis memanggil-manggil nama Kania membuat hati Kania semakin sakit dan hancur.
Ingin sekali Kania kembali ke tubuhnya yang sesungguhnya dan kembali kepelukan Alex, tapi entah kenapa jiwa Kania menolak untuk kembali ke raganya. Kania masih berahan pada tubuh Siti yang saat ini tengah mengalami sakit kepala yang teramat sangat.
'Apa yang harus aku lakukan sekarang?' Hati Kania bergejolak dan tidak ada kata-kata yang berhasil ia ucapkan selain memanggil nama bundo dengan keras.
"Bundo ..., Bundo ..., tolong ...!" Kania meraung sejadi-jadinya.
Kepala Kania semakin sakit ketika separuh dirinya ingin kembali ke dirinya yang sesungguhnya dan separuh lagi ingin tetap berada di tubuh Siti yang saat ini ditempatinya.
"Siti, sadarlah! Nak!"
Lagi-lagi air mata bundo jatuh di pipi Kania, hingga membuat gadis cantik itu kembali tersadar.
"Bundo ...!"
Kania langsung memeluk bundo dengan sangat erat, ada perasaan takut di diri Kania. Seluruh tubuhnya gemetaran dan ia menggigil kedinginan.
"Siti, kamu kenapa, Sayang? Badanmu terasa panas sekali, Nak."
Bundo panik dan khawatir merasakan tubuh putri kesayangannya panas namun ia menggigil kedinginan.
Bundo membaringkan Kania di ranjangnya, kemudian menyelimuti gadis cantik kesayangannya itu dengan selimut tebal yang terlihat lusuh tapi bersih.
"Siti, tunggu sebentar!"
Dengan wajah ketakutan, bundo segera berlari keluar dari kamar Siti menuju dapur untuk mengambil air minum dan air dingin untuk mengompres tubuh Kania.
"Sayang, kamu sebenarnya kenapa, Nak?"
Bundo mengompres kening Kania agar panasnya berkurang.
"Nak, Bundo buatkan teh panas ya?" ucap bunda khawatir dan kembali ke dapur untuk membuatkan teh panas untuk Kania.
Sementara itu, Kania saat ini masih menggigil kedinginan. Terbayang olehnya wajah Alex yang penuh dengan perban tengah duduk di kursi roda sembari menangisinya dengan isak tangisan.
"Papa ..., Papa ...," Kania terus memanggil-manggil papanya yang tidak ia lihat.
Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya, kekhawatiran yang teramat sangat kepada ayahnya itu. Ia sangat takut sakit jantung sang papa kambuh.
Begitu banyak kekhawatiran yang bersarang di benak Kania sekarang. Walaupun hubungannya dengan papanya akhir-akhir ini tidak baik tetap saja papa adalah satu-satunya orang tua yang dimiliki oleh Kania saat ini.
"Sayang, sadarlah!"
Bundo merasa heran ketika Kania memanggil papa, karena yang bundo tahu hanya orang Belanda yang memanggil papa kepada ayahnya.
"Sayang, tenanglah, sebentar lagi Abak akan pulang dari kebun," ujar bundo sembari mengompres kening Kania.
"Papa ..., Papa ...," Kania terus-terusan memanggil papanya.
"Ya Allah, berikanlah kesehatan dan kesembuhan untuk anak hamba."
Bundo terus menerus memanjatkan doa kepada Allah dengan penuh harap hanya kepada-Nya.
"Assalamualaikum." Terdengar suara lembut dari lelaki paruh baya yang sangat tidak asing di telinga Kania.
"Waalaikumsam," ucap bundo sembari berdiri.
"Papa!"
Kania langsung bangkit dari tempat tidurnya dan ingin segera bergegas menghampiri suara itu.
"Sayang kamu mau kemana? Badanmu masih panas, Sayang!" ujar bundo khawatir.
Kania diam kemudian ia terus berjalan menghampiri suara yang terdengar seperti suara papanya.
"Siti, kamu kenapa, Nak?"
Kania terdiam melihat sosok lelaki separuh baya yang ada di depannya dengan penampilan yang terlihat kumuh, kulit yang hitam karena terbakar sinar matahari namun dengan senyum yang terlihat meneduhkan.
"Apakah lelaki itu Papa?" tanya Kania di dalam hatinya.
"Siti, sini, Nak!"
Lelaki paruh baya itu mengulurkan dua tangannya untuk memeluk putri kesayangannya.
"Siti, Abak pulang, Nak. Bukankah Siti sedari tadi memanggil-manggil nama Abak dengan sebutan Papa?" ucap bundo sembari membimbing tangan putri kesayangannya mendekati ayahnya.
"Nak, kamu kenapa? Kok wajahnya pucat sekali?" tanya abak ketika melihat putri kesayangannya terlihat lemah dan tidak berdarah.
"Siti demam, Abak," jelas bunda dengan wajah khawatirnya.
Abak sangat khawatir, beliau langsung meletakkan tangannya di kening Kania dengan rasa sedih dan gundah yang terlihat di wajahnya.
"Ya Allah, Nak, kenapa badannya panas sekali? Abak akan mencarikan obat dulu," ucap abak panik.
Dengan sigap, abak langsung berlari keluar rumah untuk mencari obat untuk Kania.
"Siti, sebaik itukah ayahmu kepadamu?" ucap Keyla di dalam hati. Ia merasa iri dengan kehidupan sempurna yang Siti miliki.
Kania juga merasa sangat salut melihat lelaki paruh baya yang dipanggil abak itu terlihat begitu khawatir kepadanya, sangat peduli kepadanya dan terlihat sangat sayang dan mencintainya.
"Bundo, Abak kemana?" tanya Kania dengan suara bergetar terdengar sangat lemah dan lembut.
"Abak pasti mencarikan obat untuk Siti," jelas bundo.
Bundo membimbing tangan Kania kembali memasuki kamarnya.
"Sayang, kamu minum teh panas dulu ya, Nak!"
Bundo menyodorkan minuman kepada putri kesayangannya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Sungguh, beruntung sekali Siti yang hidup dalam kesederhanaan mendapatkan cinta dan kasih sayang berlimpah dari kedua orang tua yang lengkap yang memperlakukannya layaknya seorang putri raja.
"Bundo, Siti capek sekali, apakah Siti boleh tidur?" ucap Kania lemah.
"Tentu, Nak, kamu istirahatlah!"
Bundo membantu Kania berbaring dan menyelimuti putri kesayangannya itu.
Sebelum memasang kompres, bundo mencium kening Kania.
Sungguh, Kania merasa seperti seorang anak yang disayangi dan dicintai oleh kedua orang tuanya dengan penuh perhatian dan kasih sayang yang tulus.
"Beruntung sekali Siti bisa merasakan kasih sayang dan cinta seperti ini."
Lagi-lagi Kania merasa iri dengan Siti yang tidak lain adalah dirinya dari masa lalu.
'Ada Abak, Bundo dan lelaki yang mirip Alex disini. Aku juga merasa sangat senang di sini karena diperhatikan dan disayangi oleh kedua orang tua yang lengkap. Aku ingin tinggal di dunia ini saja dan menjadi Siti,' ucap Keyla di dalam hati.
Tekat Keyla telah bulat dan ia semakin yakin untuk berada di dunia masa lampau karena ia punya alasan yang membuatnya ingin bertahan di sini saja?
"Sayang, kamu tidurlah! Bundo akan membuatkan bubur untukmu, Sayang!" ucap bundo sembari memasangkan kompres di kening Kania.
"Bundo, izinkan Kania menjadi anak Bundo," ucap Kania sembari menggenggam tangan bundo yang akan pergi meninggalkannya.
"Kania? Maksudnya, Nak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments