Abak dihadapkan pada kata-kata aneh dan asing yang tidak pernah beliau dengar.
Kania membuat lelaki paruh baya itu heran dan terlihat bingung.
"Maaf, Abak, Siti salah. Maksudnya, teman Siti yang bernama Kania memanggil orang tuanya dengan sebutan Papa, jadi Siti mencoba memanggil Abak dengan panggilan Papa juga. Sejujurnya, Abak, semua itu Siti lakukan karena Siti juga ingin seperti Kania memanggil orang tuanya dengan panggilan Papa biar terdengar lebih modern," ucap Kania berdalih.
Kania lagi-lagi harus bersilat lidah agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Sebenarnya Kania bersyukur karena ia bisa datang ke dunia ini, dunia masa lalu yang sangat jauh berbeda dengan dunianya di masa depan. Kania bahagia karena bisa merasakan kembali kasih sayang dan cinta dari papanya karena kehadiran abak di sini. Ya, abak hadir sebagai obat yang membuat kerinduan Kania kepada Papanya sedikit terobati. Nasehat yang diberikan oleh abak juga terdengar seperti nasehat yang akan papa sampaikan kepadanya.
Sungguh, Kania merasa merasa sangat bahagia karena di zaman lampau ia memiliki orang tua lengkap dengan kasih sayang dan cinta yang hangat, sangat jauh berbeda dengan dirinya yang sekarang, setiap hari ia dan papanya selalu bertengkar. Papanya selalu marah-marah kepadanya dan Kania selalu melawan kepada papanya. Pertengkaran tidak pernah terhindari antara ayah dan anak, hingga membuat Kania muak dan tidak sanggup lagi hidup.
"Siti, panggilan Papa itu dibawa oleh penjajah ke daerah kita. Sebagai orang Minangkabau, Abak adalah panggilan yang pas dan tepat buat kita, Nak. Kita bukan orang kaya dan kita juga bukan orang kota, jadi sudah sepantasnya kita mencintai dan menjunjung tinggi adat istiadat kita, Nak," ucap abak sembari membelai rambut Kania.
Badan Kania yang tadinya panas, dingin dengan tubuh menggigil akhirnya bisa kembali normal berkat obat yang paling mujarab sedunia yaitu cinta dan kasih sayang dari orang-orang tercinta yanh dengan tulus memberikan cintanya kepada Kania.
"Iya, Abak, maafkan Siti untuk semua hal yang terjadi," ucap Kania dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tidak, Nak, kamu tidak salah. Ketidakmampuan Abak membuat kamu harus menanggung masalah besar. Abak sungguh malu sama diri sendiri, merasa berdosa karena tidak bisa menjadi orang tua terbaik buat kamu."
Wajah abak terlihat sendu dan sedih, ucapan yang ke luar dari mulut beliau terlihat sangat tulus dan ikhlas. Hingga tanpa disadari air mata kembali jatuh membasahi pipi Kania.
Entah berapa kali sejak kedatangannya ke masa lalu, air mata selalu membasahi pipi Kania.
'Papa, Kania rindu! Andai kita bisa bicara dari hati ke hati seperti ini, mungkin kita akan menemukan solusi terbaik dari masalah yang tengah kita hadapi,' batin Kania
P E N Y E S A L A N !
Memang rasa itu selalu muncul belakangan, namun ada satu hal yang pasti, Kania mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga, pelajaran yang tidak Kania dapatkan dimanapun.
"Sayang, jangan menangis, Nak! Tidak pantas sebutir air mata pun jatuh membasahi pipimu, Nak!"
Abak menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi putrinya. Ya, bagi abak, kebahagiaan putrinya adalah yang terpenting, beliau tidak akan membiarkan seorangpun menyakiti putri kesayangannya dan beliau akan mencari cara untuk menyelamatkan putrinya dari semua masalah yang akan mereka hadapi.
"Abak, mulia sekali hatimu," ucap Kania di dalam hati.
Kania berpikir panjang, kedua orang tua Siti yang sangat baik hati itu pasti tidak akan pernah tega menjual dan menyerahkan anaknya kepada datuak Maringgih, beliau pasti punya cara dan strategi yang disusun untuk melepaskan diri dari jeratan si tua bangka.
Kania bertekat akan membatu kedua orang tua Siti, dan Kania berjanji selama ia berada di kehidupan masa lampau ia akan berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua Siti, hal itu ia lakukan untuk menebus semua kesalahan yang telah ia lakukan kepada kedua orang tuanya di dunia modern.
"Allahuakbar, Allahuakbar," gema azan ashar terdengar begitu indah di langit Ranah Minang.
Hati Kania bergetar, sungguh ia tidak pernah mendapatkan seruan yang mambuat seluruh tubuhnya terasa menggigil.
"Nak, sudah ashar, bersiaplah! Abak mau ke surau dulu," ucap abak sembari berjalan pergi meninggalkan kamar putri kesayangannya.
Surau adalah musala dalam bahasa indonesianya. Seluruh lelaki di Minangkabau diwajibkan untuk melaksanakan salat berjamaah di surau, sedangkan untuk kaum wanita salat di rumah saja. Adat Minangkabau sangat menjunjung tinggi adat istiadat yang berlandaskan kepada agama islam dimana al-qur'an dan hadist yang menjadi pedoman dalam melaksanakannya.
'Ya Allah, mulia sekali hati Abak, beliau adalah lelaki saleh, imam yang baik di keluarga, sangat taat beribadah. Sungguh beruntung Siti memiliki orang tua seperti Abak dan Bundo,' ucap Kania di dalam hati.
Ingin sekali Kania melaksanakan salat dan menghadap sang pencipta, namun ia tadi telah terlanjur mengatakan kepada bundo kalau ia tengah berhalangan.
"Kania, kamu harus salat, minta maaf kepada Bundo dan minta ampun kepada Allah. Siti pasti tidak akan suka melihat raganya tidak dimanfaatkan dengan baik untuk beribadah oleh kamu," celoteh Kania kepada dirinya sendiri.
Kania kemudian pergi ke belakang rumahnya, ia memperhatikan bundo tengah mengambil air wudhu. Kania mempelajarinya hingga ia ingat kembali semua gerakan-gerakan itu pernah ia perlajari sewaktu ia kecil.
"Sayang, kamu ngapain disini, Nak?"
Bundo kaget melihat putri kesayangannya yang sedang sakit saat ini tengah memperhatikannya.
"Siti ingin berwudhu Bundo," jawab Kania malu sembari menundukkan wajahnya.
Untuk pertama kalinya Kania merasa malu dan merasa berdosa kepada dirinya sendiri karena telah melakukan kesalahan besar yaitu berbohong terhadap orang tua.
"Nak, bukankah tadi kamu katakan kalau kamu sedang datang bulan?"
Wajah bundo terlihat kaget dengan pengakuan putrinya.
"Nak, bukankah sudah bundo jelaskan bahwa wanita yang datang bulan tidak boleh untuk melaksanakan salat," jelas bundo sembari memegang pundak Kania.
Kania mengambil tangan kanan bundo, menyalami dan mencium punggung tangan itu.
"Bundo, maafkanlah Siti karena berbohong," ucap Kania dengan tetesan air mata yang jatuh membasahi punggung tagan bundo.
"Sayang, sudahlah, minta ampun kepada Allah karena kamu telah lalai dengan perintah-Nya. Kamu tahukan, Nak, kalau salat itu adalah tiang agama, jika tiangnya tidak kuat maka rusaklah agamanya. Salat itu wajib dijalankan bagi seseorang yang mengaku muslim. Sekarang kamu ambillah wudhu, Bundo tunggi kamu di atas, Sayang," ucap bundo lembut
Kata-kata halus, namun penuh dengan sejuta makna tersirat di dalamnya. Kata-kata yamg mengandung sejuta nasehat yang tidak pernah Keyla dapatkan dari kedua orang tuanya. Kata-kata yang mendatangkan hidayah yang dikirimkan oleh Tuhan kepadanya. Sejujurnya, saat ini tidak ada lagi kebahagiaan yang Kania inginkan selain memiliki keluarga yang sangat utuh dengan cinta yang tulus seperti yang ia dapatkan dari kedua orang tua Siti.
Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments