Sikap aneh dan berbeda yang ditunjukkan oleh Kania membuat bundo berpikir singkat, dan tidak ada yang beliau pikirkan selain anaknya itu gila. Ya, gila karena harus menikahkan anaknya dengan orang tua yang bahkan lebih tua dari ayahnya sendiri.
"Bundo, ini Siti, bagaimana mungkin Bundo mengatakan kalau Siti gila?"
Kania berjalan melewati Syamsul tanpa menatap lelaki itu sedikitpun. Ya, wajah Syamsul memang sangat mirip sekali dengan Alex, namun Kania tidak merasakan getaran apa-apa ketika melihat wajah itu, seolah melihat orang lain dengan wajah yang sama.
"Siti, Siti," panggil Syamsul yang tidak dipedulikan oleh Kania.
Bagi Kania yang terpenting saat ini adalah bundo. Walaupun wajah bundo sangat berbeda dengan mamanya, namun kelembutan dan kehangatan cinta bundo sama seperti mamanya, orang tua yang sangat Kania rindukan.
"Bundo," ucap Kania lembut sembari menggenggam tangan bundo dengan ketulusan dan cintanya.
"Bundo, tolong tatap mata Siti. Apakah Siti terlihat seperti orang lain? Ini Siti, anak Bundo," ujar Kania sembari menatap wajah bundo dengan penuh cinta dan kasih sayang mendalam, bahkan mata itu berkaca-kaca, berharap diakui anak oleh bundo.
"Siti, awas!"
Teriakan Syamsul membuat Kania dan bundo menatap ke arah sumber suara.
Kania melihat sebuah batu kecil akan mendarat di kepalanya.
Kania menarik tangan bundo dan dengan sigap membawa bundo untuk menunduk sebelum batu itu melayang di kepala mereka berdua.
M A R A H !
G E R A M !
E M O S I !
Saat ini hati Kania berkecamuk, ia sungguh tidak suka, jika orang yang sangat ia cinta harus terluka.
'Gw benci sama lo, gw nggak terima kalau lo menyakiti gw dan keluarga!' ucap Kania di dalam hati sembari menggenggam tanggannya membentuk sebuah tinju.
Kania kemudian melangkahkan kakinya untuk melangkahkan kaki seperti kuda yang sedang terbang yang siap menyepak lawannya.
BRUK!
Sebuah tonjokan dengan menggunakan kaki hampir saja di tendang dan dijatuhkan oleh Kania agar lelaki tua bangka itu tergeletak di tanah, namun hati nurani dan kebaikan hati membuat Kania tidak bisa melakukan itu.
'Nia, tidak baik membalas keburukan dengan keburukan? Bukannya tidak ada adat yang mengajarkan sikap liar seperti itu,' bisikan batin Siti terdengar oleh Kania yang terlihat bar-bar.
"Siti, sudah, Nak! Sudah!"
Bundo berteriak dan menangis melihat putrinya bersikap sangat berbeda diri dirinya yang sesungguhnya. Mulai dari pakaian anah yang ia kenakan, suara keras, sikap yang tidak sopan hingga kelakuannya yang mirip seperti laki-laki.
Kania berhenti dan tidak lagi melanjutkan aksinya, namun semua orang sudah terkapar dan tergeletak di tanah dalam keadaan terluka dan memar-memar.
"Siti, sejak kapan kamu bersikap liar seperti ini?"
Bundo menjewer telinga Kania sembari membawa gadis cantik itu berjalan memasuki rumah mereka.
Kania kesakitan dan Kania tahu kalau ia melakukan kesalahan.
"Bundo, maaf, maafkan Siti!"
Kania merasa kesakitan karena bundo menjewer Kania terlalu keras. Namun, Kania tidak marah karena Kania tahu apa yang dilakukan oleh bundo kepadanya adalah karena perangainya sendiri.
"Siti, siapa yang mengajarkan kamu gerakan-gerakan silat seperti itu?" Kamu terlihat sangat mahir sekali," tanya bundo dengan suara meninggi.
"Bundo, sakit! Apakah Siti boleh menjelaskan terlebih dahulu?" ucap Kania memohon dengan mengaitkan kedua tangannya.
"Sekarang duduk disitu!"
Bundo menunjuk ke arah tikar anyaman yang terlihat sederhana di ruang tamu rumah bundo.
"Baik, Bundo."
Bundo melepaskan tangannya dari telinga Kania, kemudian gadis itu dengan sungkeman berjalan dengan menunduk untuk duduk di tempat yang ditunjukkan oleh bunda.
"Kania, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Kamu harus menjelaskan apa kepada Bundo?" tanya Kania pada dirinya sendiri.
Kania menatap wajah bundo dengan seksama, wajah cantik namun dipenuhi dengan keriput itu terlihat sangat marah kepada Kania. Ya, Kania pernah menonton film tentang gadis Minangkabau yang sangat lembut, halus dan sopan santun, sementara Kania, sikapnya terlihat seperti seorang preman yang tidak punya sopan santun sama sekali.
'Siti, apakah kamu gadis yang sebaik itu? Sungguh, aku sangat malu menjadi Kania yang tidak punya sopan santun sama sekali,' ucap Kania di dalam hati.
Kania menunduk ketika ia mendengar setapak demi setapak kaki bundo mendekatinya.
Bundo duduk di depan Kania yang saat ini tengah tertunduk.
"Siti, yang Bundo lihat tadi seperti bukan dirimu," ucap bundo dengan nada suara tegas.
Mata bundo terus memperhatikan dengan seksama putri kesayangan yang duduk di depannya terasa aneh baginya.
"Siti, angkat wajahmu, Nak! Bundo ingin bicara!" ucap bundo lantang dan sangat keras.
Dalam adat Minangkabau, seorang anak harus bersikap sopan dan memperhatikan orang tuanya ketika sedang berbicara.
Kania kemudian mengangkat wajahnya dan menatap wajah bundo dengan sejuta penyesalan yang dibawanya.
"Siti," ucap bundo lembut.
Bundo menggenggam tangan putri kesayangannya sembari membelai lembut tangan putrinya itu.
Bagi bundo, amarah tidak akan menyelesaikan apa-apa. Karena segala sesuatunya harus dibicarakan dengan kepala dingin.
'Baik sekali Bundo ini, sungguh beruntung sekali Siti memiliki orang tua yang sangat menyayanginya dan mengajaknya berbicara dari hati ke hati seperti ini. Tidak seperti Papa yang sekarang bersikap kasar dan lebih mementingkan harta dari pada anaknya sendiri,' ucap Kania sembari membayangkan bagaimana kehidupan yang dijalaninya di masa depan.
Kasih sayang yang sangat tulus, ikhlas dan tanpa pamrih mengingatkan Kania kepada mamanya yang telah tiada. Sungguh, kembali ke masa lampau membuat Kania senang karena bisa merasakan kasih sayang dan cinta dari seorang ibu yang sangat dirindukannya.
"Bundo, maafkan Siti!"
Kania langsung menghamburkan tubuhnya dalam pelukan bundo, ia merasa menyesal karena membuat wanita itu mengkhawatirkannya karena sikapnya yang aneh dan jauh dari kata sopan.
"Nak, bukankah sudah Bundo katakan, kalau kodrat seorang wanita itu adalah di rumah, kerjanya adalah menganyam, menyulam, menjahit dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Bela diri itu adalah pekerjaan lelaki, Siti tidak boleh mempelajarinya," ucap bundo menasehati Kania sembari membelai lembut rambutku yang terurai sebahu.
"Maafkan, Siti, Bundo," hanya kata-kata maaf yang selalu keluar dari lisan Kania karena saat ini ia sedang menikmati pelukan hangat dari orang yang dipanggilnya bundo di kehidupan masa lampau. Pelukan yang tidak ingin Kania lepaskan.
"Siti, kalau boleh Bundo bertanya lagi, di mana kamu mendapatkan pakaian yang kekurangan bahan seperti ini, Nak? Apa kamu meniru pakaian penjajah dan menjahitnya sendiri?" tanya bundo lagi dengan kekhawatiran dan rasa penasaran karena putrinya bersikap sangat aneh.
Siti memang sering datang ke musium dan bekas tempat penjajahan Jepang dan Belanda, katanya ia ingin belajar tentang pakaian modern lewat peninggalan penjajah yang tertinggal.
"Bundo, Kania ingin mengakui sesuatu kepada Bundo," ucap Kania.
Kania salah menyebut dirinya sebagai Kania, ia lupa kalau saat ini dirinya adalah Siti.
"Kania? Siapa Kania, Nak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments