Wajah tampan itu tertekuk. Ia merasa tertekan sejak tadi, padahal dirinya masih lelah dan membutuhkan waktu istirahat. Tapi gadis di hadapannya terus saja memberi petuah bijak dan berceloteh tanpa henti. Pemuda itu jadi bingung, kosa kata sang gadis seolah tak pernah ada habisnya.
"Jadi lo kalo apa-apa harus bilang sama gue, karena harapan terakhir lo cuma gue! Lo ngerti gak sih, apa yang gue ngomongin dari tadi?" sentak Audrea menatap lamat sang lawan bicara.
Rafli mengangguk, bola matanya berputar malas.
"Udah? Baca pidato undang-undang negaranya?" tanyanya berwajah suram.
"Udah sih. Lo mau denger apa lagi?" Alis Audrea bertaut heran. "Kenapa muka lo begitu?"
"Gue ngantuk! Lo enggak peka banget sih?!!" ketus Rafli dan meraup wajahnya kasar.
Audrea juga merutuki kebodohannya, padahal sudah tengah malam, namun ia terus saja mengajak Rafli berbicara. Pantas saja wajahnya terlihat layu, ternyata mengantuk.
Gadis itu tersenyum canggung. "Maaf ya, gue gak peka," sesalnya tulus.
Pria tampan ini menghela napas panjang dan berkata, "Enggak apa. Terus sekarang gue tidur di mana nih?"
Sejenak Audrea berpikir, jika di satukan oleh Yuda, Rafli akan merasa tak nyaman. Kalau sekamar dengannya, juga tidak boleh karena haram hukumnya. Tiba-tiba Audrea menjentikkan jarinya.
"Tidur di ruang keluarga, di sana 'kan kosong. Lo mau? Mau aja ya?" paksa Audrea.
"Beneran enggak ada kamar kosong lagi?" Audrea menggeleng cepat. Berakhir Rafli mengalah dan mengangguk lemah, untung saja sofanya lumayan empuk, jika tidak ia akan sulit terlelap.
Setelah semuanya selesai, Audrea dan Rafli tenggelam di alam bawah sadar masing-masing. Bermimpi indah walau tidak ada yang tahu, kalau di luar sana terdapat banyak makhluk mengelilingi rumah.
Salah satu dari banyaknya penampakan itu, ada satu manusia memandang kosong. Netranya berwarna hitam kelam kelam, di sampingnya sosok terkutuk yang mengendalikan semuanya.
***
Keesokkan harinya, Audrea memutuskan kembali bekerja setelah cuti dadakan tersebut. Pagi-pagi buta juga ia bangun dan pamit pada Yuda untuk kembali pulang bersama Rafli. Ia kira Yuda akan mencegah mereka, tapi di luar dugaan kalau pria itu juga ingin mereka pergi. Audrea tersinggung? Jelas tidak. Ia mengabaikan tingkah laku pria aneh itu.
Mengenai Rafli, Audrea meminta bantuan kepada khodam pendamping untuk menanam pagar pelindung memutari rumahnya, guna menghindari hal negatif. Apa lagi sikap Rafli yang sedang mengalami paranoid, Rafli selalu berjaga-jaga dan mengawasi sekitar.
Kini Audrea telah rapi dengan pakaian kantornya, sebelumnya tangan indahnya sudah menyiapkan sarapan untuk di makan berdua bersama Rafli. Rafli masih saja was-was di rumahnya.
"Dre, berarti gue enggak boleh keluar lewatin pembatas yang Mbah bikin?" tanyanya sembari celingukan.
Lawan bicaranya meletakkan dua piring berisi nasi goreng favorit Rafli di atas meja makan, ia tersenyum tipis sambil mengangguk. Tangannya mengusap lembut punggung tangan Rafli, sontak saja Rafli membeku di tempat.
Sorot mata teduh itu menghanyutkan dirinya. Senyum kecil juga terbit di bibir Rafli.
"Makasih ya, udah ada di samping gue. Lo malaikat tanpa sayap, tau gak?" ucapnya diselingi candaan.
Tawa gadis di depannya amat manis, hingga jantungnya berdetak lebih cepat. Tangan kecil itu menepuk pelan lengan Rafli lalu menyahut, "Gombal aja lo."
"Enggak gombal, lo pantes dapat julukan mulia kek gitu tau," timpal Rafli serius.
"Ya udah, makasih pujiannya. Sekarang lo makan sarapannya. Gue harus berangkat kerja," tutur Audrea mengalihkan pembicaraan. Sedangkan Rafli menurut saja tanpa bantahan, sesekali matanya mencuri pandang ke arah Audrea.
Wajah ayu khas Jawa terlihat manis, di tambah lesung pipi di sana, kian menambah kecantikannya ketika tersenyum. Ia jadi ingat saat pernah menjalani pendidikan, Audrea menjadi primadona dan di rebut 'kan di antara most wanted.
Lewat beberapa menit sarapan Audrea selesai, ia minum sampai tandas. Sejenak dirinya melihat Rafli, mereka bersitatap dan Audrea melayangkan senyum.
"Tolong cuci ya piringnya, gue mau berangkat kerja. Kalo ada apa-apa telpon gue," ujar Audrea.
"Gue berangkat ya. Assalamualaikum," pamit Audrea melanjutkan. Tapi tangan Rafli mencegatnya, membuat Audrea berhenti dan menoleh.
Rafli dengan jahilnya menyodorkan tangan kanannya, secara refleks tangan Audrea juga menyambut serta mengecup punggung tangan Rafli dengan lembut. Mata Rafli membulat, ternyata sesuai rencana.
"Walaikumsalam, calon istri," ledek Rafli melihat Audrea terdiam setelah mengecup punggung tangan Rafli.
Loading ....
Mukanya merah padam kepalang malu, ia menutup mulutnya sambil melotot 'kan mata ke arah sang empu. Ia menatap tajam netra milik temannya, dengan membalas tatapan meledek.
"RAFLI!" teriak Audrea lantang semakin membuat Rafli tidak bisa menahan ketawanya yang mulai meledak.
***
"Eh, Audrea udah muncul tuh! Temen meninggal tapi dia doang yang gak ngelayat, jahat banget enggak sih?" sindir seorang staf saat melihat kehadiran Audrea.
Staf lain membalas, "Bener! Dia padahal temen deket denger-denger, tapi malah hilang. Kebanyakan cuti pula, palingan bakalan kena pecat. Di kira perusahaan ini milik kakeknya apa!"
Tangan Audrea mengepal kuat. Mencoba mengabaikan gosip yang memasuki pendengarannya, ia seolah menjadi tuli mendadak. Wajah ramah berubah menjadi datar, tidak ada ekspresi atau emosi.
Mereka terus bergosip depan Audrea sampai jam kerja berakhir. Terkadang ia berpikir, 'Mereka makan apa, sampai-sampai mulutnya tidak berhenti dan berbusa? Atau itu memang bakat?'
Di kantor hanya Angga yang selalu merecokinya, bahkan pria itu secara terang-terangan menunjukkan perasaannya dari setiap tindakannya. Semakin membuat para kaum hawa di dalam kantor mendapatkan tambahan gosip hangat.
"Mba Sarah!" panggil Audrea sedikit berteriak. Sejak tadi pagi hingga pulang, Sarah bersikap aneh.
Gadis itu berhenti dan membalikkan badannya. "Ada apa?" tanyanya datar.
"Kok Mba cuekin aku sih, hari ini?" tanyanya balik.
"Kematian akan menghampirimu," ungkap Sarah misterius.
Setelah mengatakan itu ia berbalik dan pergi meninggalkan Audrea yang hanya bisa bergeming, mencerna kalimat ambigu Sarah tadi. Matanya menatap lamat tatkala atensi sosok itu telah hilang di depan mata termakan jarak
"Kerasukan lagi?" pikir Audrea bergumam.
Menggelengkan kepala dan melenggang pergi, meninggalkan teka-teki aneh yang mulai bermunculan di dalam kepalanya.
Sesampainya di rumah. Ia merasakan firasat buruk, matanya menelisik di luar pekarangan rumah, tampak biasanya saja tapi hawanya jelas aneh. Seketika dirinya teringat Rafli, bergegas ia masuk dengan cepat ke dalam rumah.
"Fli? Lo di mana?" panggil Audrea.
"Fli! Lo—"
Bugh ....
"Anjir! SIAPA—"
"Eh, berisik. Di kira hutan apa, teriak-teriak!" potong Rafli mengomel. Tadi ia melempar bantal ke arah Audrea yang tak menyadari di ruang tamu, mau tidak mau ia melempar dengan gemas.
"Gue kira Lo kenapa-kenapa!"
"Gue baik-baik aja, calon istri," gurau Rafli mencairkan suasana.
Tatapan khawatir terganti begitu mudah, bibir Audrea mencebik kesal. "Ngelamar kaga, bilang anak orang calon istri. Sehat Mas?"
Mendapatkan balasan sinis Rafli tertawa kecil, wajah menggemaskan Audrea cukup menghiburnya. Ia mengusap kepala sang gadis dan ditepis kasar.
"Ya udah, kalo gitu," sahut Rafli ambigu membuat Audrea menjadi berpikir.
"Begitu gimana?" Rafli berdeham untuk menjawab pertanyaan Audrea.
Ia mengulum senyumnya, walau kondisi dan suasana kurang tepat, namun ia tidak peduli.
"Jawab—"
"Would you be my wife?" potong Rafli cepat. Degup jantung keduanya berjalan tak normal, gadis itu membeku dan bungkam seribu bahasa.
Matanya mengerjap dan ada desiran aneh di relung hati. Perutnya seakan menggelitik, oksigen di sana juga terasa sesak. Mendadak juga dirinya menjadi orang bodoh setelah pernyataan Rafli, pria yang berstatus teman dekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments