"Takdir itu nyata, kamu pun juga nyata. Tapi yang semu itu kebersamaan, kamu harus tau, kita adalah ekspetasi di luar dunia nyata."
-Basurata Yuda-
...----------------...
Suara gemuruh petir saling bersahutan di langit luas, tapi tak membuat hujan lekas turun. Audrea hanya berdecak kesal sejak tadi, ia risau atas pernyataan Yuda.
Yuda ingin semua ini cepat berakhir, jika saja Audrea tak ingin tahu isi kotak kayu itu, pasti dirinya tak secemas ini. Mau bagaimana pun juga mereka baru bertemu kembali, menurut Audrea.
'Ia berkorban untuk memperbaiki keadaan dan membuat Lastri enyah, terus gue harus diem aja gitu? Enggak, kalo dia ngorbanin pertemuan ini demi gue, gue juga harus berkorban 'kan?' gumamnya dalam hati.
Seseorang datang dengan segelas teh hangat, teh sebelumnya sudah dingin dan ia mencoba memperhatikan Audrea yang terus saja melamun. Pada akhirnya dirinya tergerak untuk menegur.
Ia menepuk pelan bahu gadis itu. "Dre? Kamu lagi mikirin apa?"
Audrea pun terkesiap. "Hah? Enggak mikirin apa-apa kok, Yud."
Alibinya tak membuat Yuda percaya, namun jelas sekali jika keberatan hati tergambar melalui wajah cantiknya yang tak ingin meninggalkannya kembali. Yuda tersenyum tipis.
"Ini minum dulu tehnya, baru lanjut ngelamun," katanya sambil menyodorkan sebuah gelas berisi teh hangat.
"Terima kasih," balasnya singkat lalu meminum teh itu perlahan. "Kita hadapi sama-sama, aku juga pengen selamatkan Rafli, dia sahabat aku."
Sang pria menoleh dan menyipitkan matanya. "Rafli emangnya kenapa?"
Audrea membuang napasnya kasar lalu menjawab, "Dia di tarik ke dunia gaib, aku gak bisa menyelamatkannya dan Rafli masih terjebak di sana kemarin."
Rahang Yuda mengeras mendengarnya, Lastri sudah melewati batas dan dirinya benar-benar harus melenyapkan mantan kekasihnya itu. Dengan gelas di tangannya ia cengkram teramat kuat, hingga gelas itu tak mampu menahan kekuatan Yuda.
Cetar
Audrea bergidik ngeri melihat gelas itu pecah begitu saja, lalu ia memberanikan diri mengelus punggung Yuda untuk menyalurkan ketenangan.
"Jaga emosi kamu saat deket aku, aku 'kan jadi takut," ujarnya sambil tersenyum kecil.
"Lastri udah keterlaluan, Dre. Bisa-bisanya dia menyeret Rafli yang gak ada sangkut pautnya ke dalam masalah ini." Audrea hanya berdiam tanpa membalas perkataan Yuda. Padahal dia juga terseret, karena ia mengenal Yuda.
Berdua terhanyut dalam pikirannya masing-masing.
Yuda pergi meninggalkan Audrea di ruang tamu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepadanya, Yuda kembali kembali dengan pakaian berbeda. Tak lupa ia membersihkan serpihan gelas yang berhamburan di lantai.
"Kamu mau ke mana, Yud?" tanya Audrea sambil menghampiri Yuda.
"Kamu jangan ke mana-mana, rumah ini udah aku kasih pager untuk berjaga-jaga. Nanti aku kembali kok," balasnya tersenyum tipis sembari memasang jam tangan.
Audrea memegang tangan Yuda dan berkata, "Aku selalu nunggu kamu, hati-hati ya."
Seolah seperti akan berpisah lagi, gadis itu malah menangis sesenggukan secara tiba-tiba, melihatnya seperti ini Yuda jadi tak tega. Padahal dirinya ingin membeli makanan untuk mereka berdua, ingin rasanya ia tertawa namun kembali ia urungkan.
"Kamu kenapa? Kok nangis?" Audrea menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban. "Aku pengen beli makanan untuk kita, Dre. Jangan nangis gitu dong."
Kini rasanya ingin sekali melempar umpatan kepada diri sendiri secara lantang, terlalu dibawa serius dan menganggap Yuda akan meninggalkan dirinya dalam waktu dekat ini.
Ia memukul pelan lengan Yuda. "Makanya dari awal tuh ngomong, seolah kaya pengen pergi terus gak balik lagi!"
Mendengar hal tersebut Yuda tertawa kecil.
"Ya udah, maafin aku jadi bikin kamu khawatir, cupp ... cupp ... cupp," ledek sambil menepuk lembut kepala sang gadis.
Cinta memang meliputi keduanya saat ini, entah apa yang akan meliputi mereka nantinya di masa depan. Andai cinta milik Audrea dan Yuda tak saling tumbuh, maka akar permasalahan tak akan merayap ke mana pun.
***
Loli sama sekali tidak menemukan Audrea seharian di kantor, terakhir kali ia melihat gadis itu duduk manis di depan layar komputer bersama seorang hantu anak kecil yang terus saja mengusiknya.
Kini dengan langkah gontainya Loli menuju basement seorang diri, sedangkan Sarah sudah pulang terlebih dahulu. Tapi jika ia ingat kembali, gelagat teman kerjanya tersebut sangatlah aneh, bukankah itu pantas dicurigai?
Tak ambil pusing ia bergegas menuju mobilnya yang terparkir, suasana sepi nan mencekam pun mulai menyambut dirinya. Rasa kekhawatiran tiba-tiba datang dan membuncah ketika langkah kaki orang lain terdengar dari balik punggungnya.
Sebenarnya ia tidak ingin berpikir negatif, namun entah kenapa ia merasa hidupnya akan berakhir malam ini.
Ia pun langsung memasuki mobilnya dengan tergesa-gesa.
"Yap, ayo kita nyalain mobilnya— aduh, nyala dong!" kesal Loli sambil mencoba menghidupkan mesin mobil yang tak mau menyala.
"Okay, tenang! Jangan panik Loli." Tangannya gemetar takut ketika mencobanya kembali dan matanya berkaca-kaca tak kuasa menahan suasana yang semakin menusuk itu. "Hikss ... Kak, Loli takut ...,' gumamnya mengingat Audrea.
Dirinya gagal lagi kini, ia harap ada seseorang yang bisa menolongnya. Tangannya mencoba meraih jimat yang selama ini ia bawa dan pakai, jemari kecilnya mencari ke dalam tas ke sana kemari.
Namun naas, jimat itu tak ada ditangannya.
Loli memukul kepalanya sambil merutuki kebodohannya. "Bego banget kamu, Lol! 'Kan kamu kasih buat Kak Audrea!"
"Ya Tuhan, tolong hamba dari iblis dan golongannya," rapalan doa terucap dari bibir ranumnya.
Dengan keadaan tangan bertaut menyatu membentuk kepalan, tak henti ia menyebutkan nama Tuhan-nya dalam doa. Merasa rasa takutnya mulai mereda Loli membuka matanya dan menatap ke arah depan mobil.
"Huhh, akhirnya." Ia mulai mencoba menyalakan mobil, tapi beberapa detik kemudian tangannya kaku dan tak bisa digerakkan.
"Kamu harus mati!" Gadis itu menegakkan tubuhnya saat mendengar sosok tak kasat mata berbisik.
Sosok itu menggiring dirinya keluar dari mobil, kakinya terus bergerak sampai depan pintu lift.
Dirinya dibawa masuk ke dalam ruang persegi panjang itu. Loli mencoba melawannya, tapi semuanya hanya berujung sia-sia.
"Eughh ..., lep- pasin! Eughhh!" mohonnya sambil berusaha kembali menggerakkan tubuhnya.
Tiba-tiba saja lift yang ia masuki tak kunjung menutup pintunya, matanya menerawang jauh dan wujud yang dilihatnya semakin dekat. Membuat keringat dingin sebesar butiran jagung mengucur di dahi dan pelipisnya.
"Hahh ... eng— gakk! Aku masih mau, hikss .... hi—" Loli berhenti bersuara detik itu juga saat Lastri sudah di hadapannya.
Lastri menyeringai melihat korbannya. "Hahaha! Siapa pun kalian yang berani ikut campur, aku akan habisi nyawa kalian!"
Gigi taring miliknya terlihat lebih jelas saat mulutnya terbuka lebar ketika tertawa. Kuku panjang hitam tak lupa terlepas dari penglihatan Loli.
Sedangkan Loli terasa tercekik, ia mulai meraih batang lehernya untuk melepas sosok kegelapan itu, tak diduga tangannya malah terbentang lebar tatkala Lastri langsung membisikkan kata 'mati' yang membuat tubuh Loli memanas.
"Akhhh!!!" pekiknya kesakitan ketika lengan serta tangan terpelintir begitu saja dengan mudah.
Wajahnya memerah menahan sakit, bukan hanya itu, kakinya juga berputar dan suara seluruh tulang terdengar jelas menyapa pendengaran Lastri.
"Mati kamu manusia hina!" Itulah kata diakhir, lalu ia berlalu dan meninggalkan lokasi tanpa jejak. Sebagai penutup kepala patah dan berputar menghadap belakang, dengan mata melotot dan darah di sela mata juga mulut serta hidungnya.
Di lain tempat Audrea terus memantau keberadaan luar rumah Yuda, tampak jelas ia melihat Rafli yang menatap teduh ke arahnya.
"Maaf, seharusnya gue bisa menyelamatkan lo," gumam Audrea dirundung sesal.
Tiba-tiba saja jimat pemberian Loli bercahaya terang, Audrea tanpa menunggu cahaya itu hilang langsung meraih jimat yang kini sudah tersemat di leher jenjangnya.
"Hahh!" kejut Audrea ketika sampai di tempat asing.
"Dia sudah lenyap, jaga jimat itu dengan baik, Nak," ucap sosok wanita paruh baya yang mengenakan pakaian serba putih.
Belum sempat bertanya, sosok tadi malah menghilang.
Tatapan kosong terpancar dari mata gadis bernama Audrea itu, dirinya terpaku sejak beberapa menit lalu. Yuda baru saja sampai langsung dibuat panik karena tingkah Audrea, perlahan dirinya membawa gadis itu duduk di sofa.
"Dre? Audrea? Sadar, Dre!" Bukannya sadar Audrea malah pingsan.
Kesadaran gadis itu memakan waktu tiga jam lamanya, Yuda sangat risau menantikan cerita dari bibir mungil milik Audrea. Ia menatap lamat air muka pucat pasi gadis tersebut, ada kekhawatiran dan getaran dalam hatinya ketika gumaman kecil bersuara.
"Jangan— ambil dia," lirihnya bergumam.
Perlahan maniknya terbuka dan bulir air mata mengucur deras, dirinya sesegukan karena tangis. Yuda tak diam saja, pria itu langsung merengkuh tubuh ringkih Audrea. "Stttt, tenang ya. Sekarang udah ada aku kok."
Kepalanya menggeleng lemah, lawan bicaranya dibuat berpikir keras dengan jawaban Audrea.
"Loli ...." Yuda mempererat pelukannya.
Kini mata Audrea yang teduh berani menatap balik ke arah Yuda. Ia mencengkram kuat kepalan di tangannya yang menyentuh baju Yuda hingga berantakan.
"Yud, Loli. Loli mati!"
Suara parau memasuki gendang telinganya, sangat menusuk hingga ke dalam hatinya. Sudah dipastikan ini ulah Lastri, mantan kekasihnya.
'Maaf, aku janji akan melepaskan kamu untuk melanjutkan kehidupan bahagia yang telah lama kamu impikan dan menyelesaikan persoalan masa lalu, terutama masa kini,' bisiknya dalam hati sambil mengelus sayang punggung Audrea.
Mutlaknya adalah kehidupan ini sudah diatur oleh Tuhan, hanya Ia yang pantas memberikan keputusan. Tergantung bagaimana manusia memperjuangkan masa depannya.
Jika ia ingin begitu saja tanpa pergerakan demi kehidupan yang baik nantinya, maka Tuhan akan mengabulkan. Berbanding balik bagi mereka para pejuang impian, maka hasil mereka akan setimpal dengan perjuangannya kelak.
Jadi Yuda dan Audrea ingin mengejar impian atau mereka memilih diam di tempat?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments