"Kamu bicara apa Farhan. Nggak usah kamu bawa-bawa status ku ya," ucap Galih. Netra jernihnya sudah menatap Farhan nanar. Sepertinya dia tidak terima dengan ucapan Farhan.
Galih menghela nafas dalam. Dia tidak boleh emosi dan melampiaskan emosinya di dalam ruangan Amira. Dan posisi Galih saat ini juga sedang sakit.
Jika Galih sehat dan dia tidak berada di dalam rumah sakit, mungkin dia sudah mencengkeram kerah baju Farhan dan menonjoknya. Namun apalah daya kondisinya saat ini masih lemah dan belum bebas untuk bergerak.
"Abi..." suara Amira lirih terdengar di tengah-tengah perdebatan Galih dan Farhan.
Farhan buru-buru menghampiri istrinya. Dia tersenyum saat melihat istrinya terbangun.
"Umi, Abi di sini Umi. Umi mau apa? apa Umi haus? apa mau Abi ambilkan Umi minum?" tanya Farhan.
Amira mengedipkan matanya, mengisyaratkan kalau ya, dia memang haus dan ingin minum.
Galih tersenyum saat melihat Amira terbangun.
"Amira. Maafkan aku, gara-gara aku dan Farhan kamu jadi terbangun."
Amira tersenyum saat mendengar suara Galih.
Alhamdulillah, Mas Galih ada di sini sekarang. Berarti dia nggak apa-apa, batin Amira.
Farhan mendekat ke arah nakas untuk mengambil gelas yang berisi air minum. Tidak lupa juga dia mengambil sendok. Karena cuma dengan cara ini, Amira bisa minum.
Farhan mengambil satu sendok air putih ke dalam gelas. Lalu, dia menyuapkan air itu ke dalam mulut Amira.
Beberapa saat kemudian, seorang suster muncul dari pintu ruangan Amira.
"Permisi," ucap suster itu.
Galih menatap suster itu. Suster cantik yang sering bolak-balik ke ruangannya. Begitu juga dengan Farhan. Pandangan ke dua lelaki itu terfokus pada suster yang saat ini berdiri di dekat pintu.
"Suster. Ada apa?"tanya Farhan.
"Maaf, apakah kalian berdua bisa keluar sebentar. Dokter akan memeriksa kondisi pasien sekarang," ucap Suster itu.
"Iya Sus,"ucap Farhan dan Galih bersamaan.
Farhan mendekat ke arah Galih. Dia kemudian mendorong kursi roda Galih keluar dari ruangan Amira.
Beberapa saat kemudian, seorang dokter mendekat ke ruangan Amira dengan seorang suster lagi yang mendampinginya. Mereka masuk ke dalam ruangan itu. Sepertinya dokter dan ke dua orang suster itu akan memeriksa kondisi Amira.
Setelah lama seorang dokter dan dua orang suster berada di ruangan Amira, mereka keluar dari ruangan itu.
Dokter menatap ke arah Galih.
"Bukannya dia pasien yang ada di ruangan sebelah Sus? kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Dokter pada ke dua orang suster itu.
"Maaf Dok, saya yang membawa dia ke sini," ucap suster yang bernama Arin.
Dokter menatap suster Arin.
"Kenapa kamu bawa dia ke sini. Dia kan masih sakit dan masih lemah. Tidak boleh banyak bergerak dulu. Kenapa dia malah kamu bawa ke sini?" Dokter tampak marah pada suster Arin.
"Maaf Dok, tapi dia memaksa untuk bertemu Bu Amira. Dan dia juga sudah melepaskan selang infusnya sendiri. Saya tidak bisa berbuat apa-apa Dok."
"Cepat kamu bawa dia kembali ke ruangannya. Kalau dia kenapa-kenapa kamu mau tanggung jawab?" Dokter menatap suster Arin tajam.
"Maaf Dok. Baik, saya akan membawa Pak Galih kembali ke dalam ruangannya," suster Arin merasa bersalah telah menuruti keinginan konyol Galih untuk bertemu dengan Amira.
Dokter dan suster satunya pergi meninggalkan Farhan dan Galih. Sementara suster Arin masih tetap berada bersama Farhan dan Galih.
"Pak Galih dengar sendiri kan apa kata dokter tadi. Pak Galih harus kembali lagi ke ruangan anda. Karena anda masih sakit, anda harus di infus kembali," ucap suster Arin kesal.
Dia memang kesal pada Galih. Karena gara-gara Galih, dia sampai mendapat teguran dari dokter.
"Tapi saya nggak betah berada di ruangan sendirian. Kecuali kalau suster mau nemenin saya," ucap Galih.
Farhan menatap Galih tajam.
"Mas, jangan cari gara-gara kamu di rumah sakit ini Mas. Kalau dokter nyuruh kamu di rawat kembali di ruangan kamu, ya kamu harus nurut. Tidak usah mikirin Amira lagi. Karena Amira baik-baik saja. Dan nggak usah kamu mengkhawatirkan Amira. Karena Amira ada suaminya di sini," ucap Farhan kesal dengan sikap Galih.
"Bawa saja dia Sus. Katakan sama lelaki ini, kalau ibunya baru bisa datang besok. Dan suruh lelaki ini untuk tidak manja" ucap Farhan yang membuat Galih melotot ke arahnya.
"Kamu bicara apa Farhan. Kamu ngatain aku manja...!" ucap Galih sembari menatap Farhan tajam.
"Sus, cepat bawa dia pergi dari sini...!"
"Baik Pak Farhan. Ayo Pak Galih. Jangan membuat saya dimarahi dokter lagi," ucap Suster Arin.
Dia kemudian mendorong paksa kursi roda Galih dan membawa paksa Galih sampai ke ruangannya.
Setelah Galih pergi, Farhan juga masuk kembali ke dalam ruangan istrinya.
Setelah masuk ke dalam ruangannya, Galih di bantu suster Arin naik ke atas ranjangnya. Suster Arin kemudian mulai menusukkan jarum infusnya kembali ke tangan Galih.
Galih saat ini sudah berbaring di atas ranjang. Dia masih menatap suster Arin yang masih mengganti perban yang ada di kepala Galih.
"Sus, temani aku di sini Sus. Aku kesepian nggak ada temannya," ucap Galih sembari menatap suster itu lekat.
Suster tersenyum.
"Maaf Pak Galih, tugas saya di sini, bukan hanya untuk mengurusi bapak saja, apalagi menemani bapak. Masih banyak pasien yang harus saya tangani. Jadi saya tidak bisa menemani bapak di sini," ucap suster Arin.
"Sus, aku minta maaf ya. Gara-gara aku, suster jadi dimarahi Dokter tadi," ucap Galih.
"Nggak apa-apa Pak Galih."
"Siapa nama kamu Sus?" tanya Galih.
"Untuk apa tanya nama saya Pak Galih?"
"Yah, cuma pengin kenalan aja Sus. Siapa tahu, besok kalau kita berjumpa di jalan, saya kenal dengan nama anda dan bisa menyapa anda. Jadi saya tidak perlu panggil anda dengan sebutan suster terus."
"Nama saya Arin Pak." Suster Arin memperkenalkan dirinya pada Galih.
"Namanya cantik, secantik orangnya," puji Galih.
Suster Arin merasa tidak enak saat Galih memujinya. Selama wanita itu kerja di rumah sakit, baru kali ini ada pasien rese seperti Galih.
"Suster, di mana alamat rumah kamu Sus?" tanya Galih lagi.
"Untuk apa tanya-tanya alamat rumah aku segala. Pak Galih mau main emang?"
"Kalau boleh sih, saya pengin main ke rumah kamu Sus. Tapi kalau saya main ke rumah suster, nanti suaminya nggak marah Sus?"
"Saya belum punya suami Pak."
"Oh, kalau begitu sama dong. Saya juga nggak punya istri. Saya singel. Duda tanpa anak."
"Saya nggak nanya status bapak! karena nggak penting untuk saya. Saya sudah punya calon suami Pak," ucap suster Arin. setelah itu dia menyudahi pekerjaannya.
"Sudah, bapak sudah saya ganti perbannya. Kalau begitu saya permisi dulu. Lebih baik sekarang Pak Galih tidur, dan jangan melakukan yang aneh-aneh lagi ya Pak Galih," pesan suster Arin sebelum pergi meninggalkan Galih.
Galih hanya tersenyum saat melihat ekspresi wajah marah suster itu. Sudah cukup Galih menjahili wanita cantik itu.
Suster Arin kemudian pergi meninggalkan ruangan Galih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Ony Syahroni
aku tdk tega melihat amira dan laila mudah2an farhan mendpt karma dr Allah,meduakan istri yg begitu baik
2023-07-11
0