Sore ini mentari masih bersinar terang. Aku berjalan ke teras sembari membawakan susu hangat pesanan Mas Farhan.
"Ini Bi susunya," ucapku sembari meletakan segelas susu hangat di meja kecil depan Mas Farhan duduk.
Aku menghempaskan tubuhku di sisi Mas Farhan. Dari kemarin Mas Farhan kelihatan murung. Tidak seperti hari-hari biasanya.
Biasanya dia banyak bicara dan dia sering bercanda dengan aku dan Laila.
"Kamu nggak ke mesjid Bi?" Aku menatap wajah tampan Mas Farhan. Lelaki yang sudah lima belas tahun aku nikahi.
"Aku lagi malas ke mesjid." Mas Farhan menatapku sejenak sebelum pandangannya beralih kembali ke depan.
"Kenapa?" tanyaku lagi.
"Nggak apa-apa. Aku cuma lagi sedikit nggak enak badan."
"Ya udah kalau gitu. Di minum dong susunya. mumpung masih anget-anget."
"Iya. Makasih ya Mi."
Mas Farhan mengambil secangkir susu hangat itu dan menyeruputnya. Setelah itu dia meletakan kembali gelas itu di atas meja.
"Kamu lagi sakit ya Bi? Kalau sakit, kamu minum obat Bi. Aku ambilin obat ya di dalam."
"Nggak usah Mi. Abi nggak apa-apa kok."
"Bi, sebenarnya kamu kenapa sih? sejak kemarin aku perhatikan kamu itu selalu murung. Apa yang sebenarnya sedang kamu fikirkan? apa kamu lagi kefikiran ingin nikah lagi?" tanya ku yang membuat Mas Farhan sedikit terkejut.
Mas Farhan menghela nafas dalam. Dia kemudian menatapku.
"Kamu bicara apa Amira. Siapa yang lagi mikirin nikah lagi. Nikah lagi kalau kamunya setuju. Kamunya aja nggak setuju. Ya udah, Abi nggak akan maksa. Poligami itu harus atas persetujuan istri pertama. Nggak bisa sembarangan Mi."
"Dari mana kamu tahu Bi, kalau Umi nggak setuju Abi nikah lagi. Apa Umi sudah bilang kayak gitu kemarin? Abi saja belum mengatakan siapa wanita yang ingin Abi nikahi itu."
Mas Farhan diam. Sepertinya dia juga memang berat untuk mengatakan padaku tentang siapa wanita yang ingin dia nikahi.
Aku yang masih dilanda rasa penasaran yang besar, ingin suamiku mengatakan kejujuran itu. Siapa sebenarnya wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.
"Kamu belum jawab pertanyaan aku kemarin. Siapa wanita yang ingin kamu nikahi itu Bi?" tanyaku sekali lagi. Berharap Mas Farhan mau mengatakan siapa wanita itu.
Dari kemarin aku memang masih penasaran. Sebelum Mas Farhan mengatakan tentang siapa wanita itu, hatiku tidak akan bisa tenang.
Namun jika Mas Farhan jujur, aku pun harus kuat menerima kenyataan kalau suamiku sudah jatuh cinta pada wanita lain.
"Jika kamu mengizinkan, aku ingin menikah dengan Zia santriku."
"Zia? Siapa Zia?"
"Zia itu santri Abi Mi. Dia seorang gadis yatim piatu. Sejak kecil, dia dirawat dan dibesarkan oleh kakeknya."
"Apakah kamu mencintainya?" tanyaku.
Mas Farhan menatapku lekat.
"Aku cuma iba padanya. Sebenarnya, aku ingin menikahinya karena aku merasa kasihan dengannya. Aku ingin memperistri dia, karena aku ingin membantu perekonomiannya saja. Dengan aku menikahinya, aku bisa memberikan dia nafkah yang cukup."
Alasan saja, kenapa dia nggak mau ngaku kalau dia sudah jatuh cinta sama wanita itu, batinku.
Aku merasa ucapan Mas Farhan itu tidak masuk akal. Jika dia ingin membantu gadis itu, tidak harus dengan menikahinya.
"Mas Farhan, aku mau tanya sama kamu satu kali lagi Mas. Apakah kamu mencintainya Mas?"
Mas Farhan diam. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya. Mungkin dengan masalah hati, dia tidak ingin jujur padaku karena takut menyakiti hatiku. Dia hanya bilang ingin menikahi Zia karena dia iba pada Zia.
"Pernikahan itu hanya bisa dilakukan asal dasar cinta Mas. Dan cinta itu harus karena Allah. Bukan karena yang lain Mas. Apakah kamu mencintai wanita itu? atau kamu ingin menikahinya hanya karena dia cantik dan masih gadis?"
Mas Farhan masih diam.
"Kamu itu seorang ustadz. Kamu yang selama ini menjadi panutan dan teladan untuk orang-orang. Apakah kamu tidak malu menjadi bahan pembicaraan orang-orang Mas? Iba, bukan harus menikahi."
Mas Farhan menatapku. Dia kemudian meraih tangan ku dan menggenggamnya erat.
"Aku mencintaimu Amira. Tapi aku harus jujur sama kamu soal perasaan aku ke Zia . Aku juga sudah mulai mencintai Zia, aku sudah lama mencintai dia," ucap Mas Farhan.
Deg.
Hatiku perih sekali rasanya saat mendengar ucapan Mas Farhan. Namun aku menghargai kejujurannya. Karena aku juga wanita yang tidak suka dengan kebohongan. Lebih baik Mas Farhan jujur, walaupun hatiku sakit mendengarnya.
"Kamu mencintai dia Mas?" ucapku dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Iya Amira. Tapi aku juga nggak mau kehilangan kamu Amira. Karena aku juga sangat mencintai kamu dan anak-anak. Aku nggak mau pisah dari kalian bertiga."
Aku bangkit berdiri.
"Aku suka dengan kejujuran kamu Mas. Memang benar, hidup berumah tangga itu seharusnya tidak ada yang ditutup-tutupi. Jika kamu sudah mencintai seorang wanita, itu artinya kita bukan cinta sejati lagi Mas. Kamu sudah menodai kesucian cinta kita dengan mencintai wanita lain," ucapku dengan dada yang masih naik turun menahan amarah.
Mas Farhan masih diam.
"Maafkan aku Amira. Tapi aku tidak bisa membohongi perasaan aku sendiri," ucap Mas Farhan.
"Mas, aku sebagai seorang istri, tidak ingin menjerumuskan lelaki yang aku cintai dalam lembah dosa. "
"Maksud kamu?"
"Jika kamu ingin menikahi wanita itu, aku ikhlas Mas. Dari pada kamu zina mata, zina hati, atau zina yang lainnya dengan wanita itu. Aku ikhlas jika kamu mau nikah lagi dan punya dua istri."
Mas Farhan membelalakkan matanya. dia tampak tidak percaya dengan ucapanku. Dia kemudian bangkit dari duduknya dan mendekatiku.
"Kamu yakin, kamu bisa ikhlas jika aku menikah lagi?" tanya Mas Farhan menatapku lekat.
Aku menganggukan kepala.
"Jika Siti Aisyah istri baginda nabi saja Ikhlas untuk dipoligami, kenapa aku sebagai orang biasa tidak ikhlas. Selama agama tidak melarangnya, aku rela kamu menikah lagi Mas."
Mas Farhan tersenyum. Dia kemudian mencium punggung tanganku berkali-kali.
"Aku mencintaimu Amira. Aku yakin kalau kamu adalah wanita yang sangat baik Amira. Terima kasih karena kamu sudah mengizinkan aku menikah lagi"
Aku tersenyum walau hatiku menangis. Sebenarnya aku juga tidak rela Mas Farhan menikah lagi. Tapi aku harus ikhlaskan dia menikah lagi, untuk menghindarkan Mas Farhan dari dosa zina. zina mata, zina hati, dan zina kecil yang lainnya. Karena setiap hari Mas Farhan bertemu dengan wanita itu di dalam suatu majelis. Tidak menutup kemungkinan kalau mereka sering berdekatan.
Mas Farhan memang seorang ustadz. Tapi dia juga manusia biasa yang tidak lepas dari dosa. Bisa saja suatu saat imannya goyah dan dia melakukan hal yang aneh-aneh dengan wanita itu. Aku tidak mau membiarkan hal itu sampai terjadi.
Lebih baik aku ikhlaskan saja dia menikah lagi. Asal dia mau bersikap adil padaku dan wanita itu.
Dan juga, surga itu terbentang luas untuk seorang istri yang taat pada suaminya. Dan aku harap, mengikhlaskan suamiku menikah lagi adalah jalan ku mendapatkan surga Nya.
Aku melepaskan genggaman tangan Mas Farhan. Setelah itu aku masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke kamarku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Rosnelli Sihombing S Rosnelli
siti aisyah juga terpaksa tau karena zaman dulu muhamad itu sistim kepemimpinannya adalah perang. dan pada umumnya tidak ada wanita yg mau dimadu catat itu bodoh
2023-06-10
1