Demam

"Abi..."

Mas Farhan menoleh ke arahku.

"Iya Mi."

"Ini kopinya mau di taruh di mana? di dalam atau di luar?"

"Taruh di dalam aja Mi. Nanti Abi dan Mas Galih ke situ."

"Iya Bi."

Aku kemudian mendekat ke meja ruang tamu dan meletakan dua cangkir kopi itu di atas meja.

Setelah itu aku pun kembali melangkah ke dapur untuk membantu ibu.

"Aku bantuin ya Bu."

"Iya. Makasih ya Amira."

Aku kemudian membantu ibu untuk membuat bubur kacang dan cemilan lain untuk hari ini.

Ibu mertuaku adalah wanita yang sangat baik. Walau dia seorang janda, namun dia pekerja keras.

Dia selalu membuat aneka kue untuk dia jual di pasar. Dia tidak pernah mengandalkan uang pemberian anaknya.

"Ibu nggak jualan di pasar?" tanyaku.

Ibu tersenyum.

"Ibu libur dulu. Masa ada kamu sama Fauzan main ke sini ibu jualan ke pasar sih. Nanti waktu ibu untuk Fauzan jadi sedikit dong. Sebentar lagi dia juga bangunkan," ucap ibu.

"Iya Bu."

"Jualan ke pasar kan setiap hari. Kalau kamu dan Fauzan ada di sini kan jarang-jarang. Paling cepat juga sebulan sekali. Makanya sayang banget kalau kamu nggak ajak Laila ke sini," lanjut ibu.

"Iya Bu. Nanti kapan-kapan aku ajak Laila ke sini. Mungkin kalau aku ke sini lagi, aku akan ajak Laila ke sini."

Ibu tersenyum dan kembali mengaduk-aduk bubur kacang yang masih ada di dalam panci.

"Amira, kamu yakin mau menerima keputusan suami kamu untuk menikah lagi?" tanya ibu menatapku lekat. 

Aku mengangguk."Iya Bu."

"Kenapa Amira. Kenapa kamu lakukan itu. Hidup poligami itu nggak enak lho. Apa kamu sudah siap punya madu?" tanya ibu semakin serius.

"Dari pada aku membiarkan Mas Farhan berlarut-larut memikirkan gadis itu, lebih baik aku mengikhlaskan dia menikah lagi Bu."

"Siapa sih Amira gadis itu? kamu kenal sama dia?" ibu tampak penasaran dengan gadis itu. Seperti halnya aku yang masih penasaran dengan gadis itu. 

"Aku kan sudah bilang, kalau aku nggak kenal sama dia. Yang penting dia satu kampung denganku. Dan dia santrinya Mas Farhan."

"Jadi Farhan mengajar ngaji  orang dewasa juga?"

"Di kampung aku, Mas Farhan itu sudah terkenal sebagai ustadz Bu. Dia sudah diakui sebagai orang alim di desa aku. Dia mengajar siapa saja di sana. Mau anak kecil, mau orang dewasa, semuanya belajar ngaji sama dia," ucapku menjelaskan.

"Oh..." Ibu hanya manggut-manggut mendengar penjelasanku. 

"Jadi anak ibu sekarang sudah terkenal ya di kampung kamu?"

Aku tersenyum. "Iya Bu. Dia juga kan sudah lebih dari sepuluh tahun tinggal bersamaku. Ibu pasti bangga ya punya anak seperti Mas Farhan."

Ibu langsung menggeleng kan kepalanya. 

"Nggak. Ibu nggak bangga kalau dia punya dua istri," ucap ibu sembari mengaduk kembali bubur kacang yang masih ada di atas kompor. 

Setelah bubur kacang matang, ibu mematikan kompornya. Setelah itu dia kembali menatapku. 

"Kamu harus fikirkan ini matang-matang Amira.  Nggak ada seorang perempuan pun yang sanggup untuk berbagi suami. Bagaimana jika Farhan tidak adil sama kamu dan istri ke duanya. Apa kamu bisa terima jika Farhan lebih sayang sama istri keduanya ketimbang sama kamu."

Aku hanya tersenyum saat mendengar ucapan ibu.

"Mas Farhan itu tahu agama kok Bu. Dia tahu dosa. Dan dia pasti bisa adil dengan aku dan gadis itu. Aku sudah mengikhlaskan Mas Farhan menikah lagi kok."

"Ya sudahlah, kalau itu memang sudah keputusan kalian berdua. Sebenarnya ibu sebagai wanita, tidak setuju kalau Farhan mau poligami. Karena jika ibu yang ada di posisi kamu, ibu juga pasti tidak akan sanggup hidup berpoligami. Tapi ibu yakin, kamu wanita yang kuat dan tegar. Kamu pasti bisa untuk menjalaninya."

"Insya Allah Bu. Doakan saja ya Bu."

"Saya sebagai seorang ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk rumah tangga kalian."

***

Sore ini, aku masih berada di teras  depan rumah ibu mertuaku.  Sementara Mas Farhan sudah  pulang ke rumah kami.

Aku tidak bisa ikut Mas Farhan pulang karena kondisi Fauzan. Fauzan sakit. Sudah dua hari dia demam. Jadi aku terpaksa harus ditinggal di rumah ibu. 

"Amira, udah sore. Kenapa kamu masih duduk di sini," ucap ibu. 

"Ayo masuk! Udah mau maghrib Amira!" Ibu merangkul bahuku dan mengajak aku masuk ke dalam rumah. 

Ibu kemudian menutup pintu depan, sementara aku melangkah masuk ke dalam rumah.  

Suara adzan sudah menggema di mushola samping rumah ibu. Aku segera melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu. Setelah itu, aku melakukan sholat maghrib di rumah. 

Sejak punya anak bayi, aku memang jarang sholat jamaah di mesjid atau musholla. Aku lebih sering sholat di rumah sendiri. Tapi jika Mas Farhan tidak sholat di mesjid, aku biasanya sering sholat jamaah bareng Mas Farhan di rumah. 

Selesai sholat aku menatap anakku. Fauzan masih lelap di atas tempat tidur. Aku sempatkan untuk membaca  Al Qur'an dulu setelah sholat.

Selesai mengaji, aku menutup mushafku dan keluar dari kamarku. Aku menghampiri ibu yang saat ini sudah duduk di ruang tengah bersama Mas Galih. 

"Amira, sini duduk!" pinta ibu. 

Aku kemudian duduk di sisi ibu. 

"Bagaimana kondisi anak kamu?" tanya ibu. 

"Badannya masih panas bu. Padahal sudah aku minum kan dia obat dari bidan," jawabku. 

"Periksa jangan ke bidan. Ke dokter langsung aja, biar cepat sembuh," ucap ibu.

"Iya Bu."

Mas Galih menatapku. 

"Suami kamu malam ini, nggak mau ke sini lagi Amira?" tanya Mas Galih. 

"Nggak tahu Mas. Katanya sih, dia mau ke sini lagi malam ini.Tapi entah kenapa dia belum datang," jawabku.

"Mungkin dia lagi nemenin Laila di rumah," ucap ibu menimpali.

"Iya. Mungkin ya Bu. Kalau dia nggak ke sini juga nggak apa-apa," ucapku. 

"Kalau suami kamu belum bisa ke sini, biar aku saja yang besok antar kamu ke dokter." Mas Galih menawarkan diri.

Aku menatap Mas Galih. 

"Apa nggak ngerepotin Mas?"

Mas Galih tersenyum dan menggeleng. 

"Oh, nggak apa-apa. Besok sebelum aku berangkat kerja, nanti aku antar Fauzan ke dokter ya."

Aku mengangguk. Untunglah, kakak ipar aku orang yang sangat pengertian. 

Aku tidak tahu kenapa dengan Fauzan. Sebelum Mas Farhan pergi, dia juga sudah aku periksa kan ke bidan, tapi obatnya tidak menunjukkan  reaksi apapun.

Mas Galih tiba-tiba menatapku lekat.

"Aku mau tanya sama kamu Amira," Mas Galih sudah menampakkan wajah seriusnya.

"Tanya apa mas?" Aku mengernyitkan alisku.

"Apa benar, kalau suami kamu mau nikah lagi?" tanya Mas Galih yang membuat aku terkejut. 

Terpopuler

Comments

Lisandria Zanetti

Lisandria Zanetti

untung ibu mertuanya baik

2023-07-07

0

lihat semua
Episodes
1 POV Amira
2 Kejujuran
3 Di rumah mertua
4 Penasaran
5 Demam
6 Gadis miskin
7 Ijab kabul
8 Percaya
9 Pulang
10 Kabar mengejutkan
11 Kepergian anak lelaki
12 Kejutan di makam
13 Siapa Zia
14 Ceraikan anak ku!
15 Siuman
16 Tangisan Laila
17 Kekhawatiran kakak ipar
18 Kemarahan Farhan
19 Teguran Dokter
20 Gelisah
21 Di ruang operasi
22 Sebuah kebohongan
23 Telpon dari istri muda
24 Bersama Galih
25 Berkemas
26 Tangis seorang ibu
27 Mengecewakan
28 Pergi ke istri ke dua
29 Luka batin Amira
30 Kedatangan ibu ke rumah
31 Kemarahan ibu mertua
32 Kekecewaan ibu mertua
33 Kesal
34 Obrolan Galih dan ibunya
35 Ketiduran
36 Pergi diam-diam
37 Sekali kecewa akan tetap kecewa
38 Cekcok
39 Kedatangan ibu dan kakak
40 karma
41 Ceraikan saja Zia
42 Ditinggal pergi lagi
43 Drama queen
44 Jebakan Zia
45 Berubah
46 Abi lebih mentingin istri barunya
47 Kebohongan Zia
48 Macet
49 Bisik-bisik tetangga
50 Kehilangan uang
51 Kemarahan Amira
52 Kecewa
53 Keinginan Laila
54 Sudah berlalu
55 Kedatangan Zia
56 Basa-basi Zia
57 Makan bersama
58 Dukungan Galih.
59 Teman-teman Laila.
60 Orang ke tiga
61 Sakit parah
62 Sekarat
63 Hamil
64 Izin dari ibu
65 Berkemas
66 Mangga muda
67 Keributan di pagi hari
68 Kebaikan hati Galih
69 Perkara gamis
70 Telpon dari Rachel
71 Kehadiran Dion
72 telpon dari istri pertama
73 Cemburu
74 Istri manja
75 Kesedihan Laila
76 Surat cerai.
77 Talak
78 Pergi ke rumah sakit
79 Kekhawatiran Farhan
80 Kondisi Zia
81 Telpon dari ibu
82 Kerapuhan seorang suami
83 Kedatangan Padhe
84 Siuman
85 Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86 Setelah badai berlalu
87 Penyesalan Farhan
88 Bertemu lagi
89 Kekhawatiran seorang ibu
90 Uang dari Abi
91 Tentang Gus Farid
92 Galau
93 Karma memang ada
94 Keinginan untuk merujuk Amira
95 Di rumah Abi
96 Kedekatan Laila dengan Pade
97 Kedatangan Gus Farid
98 Obrolan bersama Dion
99 Cerita Farhan
100 Rujuklah denganku
101 Dua hati yang tersakiti
102 Keinginan Laila
103 Akhir kehidupan Farhan.
104 Pemakaman
105 Keikhlasan
106 Ekstra part
Episodes

Updated 106 Episodes

1
POV Amira
2
Kejujuran
3
Di rumah mertua
4
Penasaran
5
Demam
6
Gadis miskin
7
Ijab kabul
8
Percaya
9
Pulang
10
Kabar mengejutkan
11
Kepergian anak lelaki
12
Kejutan di makam
13
Siapa Zia
14
Ceraikan anak ku!
15
Siuman
16
Tangisan Laila
17
Kekhawatiran kakak ipar
18
Kemarahan Farhan
19
Teguran Dokter
20
Gelisah
21
Di ruang operasi
22
Sebuah kebohongan
23
Telpon dari istri muda
24
Bersama Galih
25
Berkemas
26
Tangis seorang ibu
27
Mengecewakan
28
Pergi ke istri ke dua
29
Luka batin Amira
30
Kedatangan ibu ke rumah
31
Kemarahan ibu mertua
32
Kekecewaan ibu mertua
33
Kesal
34
Obrolan Galih dan ibunya
35
Ketiduran
36
Pergi diam-diam
37
Sekali kecewa akan tetap kecewa
38
Cekcok
39
Kedatangan ibu dan kakak
40
karma
41
Ceraikan saja Zia
42
Ditinggal pergi lagi
43
Drama queen
44
Jebakan Zia
45
Berubah
46
Abi lebih mentingin istri barunya
47
Kebohongan Zia
48
Macet
49
Bisik-bisik tetangga
50
Kehilangan uang
51
Kemarahan Amira
52
Kecewa
53
Keinginan Laila
54
Sudah berlalu
55
Kedatangan Zia
56
Basa-basi Zia
57
Makan bersama
58
Dukungan Galih.
59
Teman-teman Laila.
60
Orang ke tiga
61
Sakit parah
62
Sekarat
63
Hamil
64
Izin dari ibu
65
Berkemas
66
Mangga muda
67
Keributan di pagi hari
68
Kebaikan hati Galih
69
Perkara gamis
70
Telpon dari Rachel
71
Kehadiran Dion
72
telpon dari istri pertama
73
Cemburu
74
Istri manja
75
Kesedihan Laila
76
Surat cerai.
77
Talak
78
Pergi ke rumah sakit
79
Kekhawatiran Farhan
80
Kondisi Zia
81
Telpon dari ibu
82
Kerapuhan seorang suami
83
Kedatangan Padhe
84
Siuman
85
Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86
Setelah badai berlalu
87
Penyesalan Farhan
88
Bertemu lagi
89
Kekhawatiran seorang ibu
90
Uang dari Abi
91
Tentang Gus Farid
92
Galau
93
Karma memang ada
94
Keinginan untuk merujuk Amira
95
Di rumah Abi
96
Kedekatan Laila dengan Pade
97
Kedatangan Gus Farid
98
Obrolan bersama Dion
99
Cerita Farhan
100
Rujuklah denganku
101
Dua hati yang tersakiti
102
Keinginan Laila
103
Akhir kehidupan Farhan.
104
Pemakaman
105
Keikhlasan
106
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!