Percaya

"Aku di sini saja. Fauzan juga di dalam kayaknya kepanasan Mas," ucapku pada Mas Galih.

"Ya udah. Aku masuk ya Amira."

"Iya Mas."

Mas Galih kemudian masuk ke dalam rumah, sementara aku belum ingin beranjak pergi dari teras.

Beberapa saat kemudian, seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh ke belakang. Kulihat kakek Zia tersenyum padaku.

Aku langsung memutar tubuhku dan menghadap ke arah kakeknya Zia.

"Amira, kenapa kamu berdiri saja di sini? Kamu nggak mau ikut makan-makan di dalam?" tanya Kakek Zia padaku.

"Anakku nggak betah di dalam. Jadi aku tunggu saja di sini Pak," jawabku menjelaskan.

Padahal sebenarnya aku sama sekali tidak ingin masuk ke dalam. Terlalu sakit hatiku untuk melihat kedekatan Mas Farhan dengan Zia.

Kakek Zia menatapku lekat.

"Kamu itu memang wanita yang baik Amira. Kamu sudah mengizinkan cucuku menikah dengan suamimu. Dan tidak ada satupun wanita di dunia ini yang bisa menerima suaminya menikah lagi. Tapi kamu memang wanita yang hebat, kesabaran kamu luar biasa," puji kakek Zia.

Aku tersenyum.

"Tidak ada larangan untuk seorang lelaki mempunyai dua atau empat istri. Di Al-Qur'an juga sudah di jelaskan dengan gamblang. Seorang lelaki boleh menikah lagi dan punya dua sampai empat istri, asal dia bisa adil dengan istri-istrinya. Dan aku harap suamiku bisa adil dengan aku dan Zia."

"Farhan itu orang yang baik. Dia juga ilmu agamanya lumayan. Kalau menurut saya, dia pasti bisa adil membagi nafkah untuk kamu dan cucuku."

"Doain saja yang terbaik untuk kami ya Pak."

"Oh, tentu saja saya akan doakan yang terbaik untuk kalian. Kamu itu memang luar biasa Amira. Saya harap, setelah cucu saya menjadi istri Farhan, Farhan dan kamu bisa membimbing cucu saya agar dia bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Saya juga berharap, agar cucu saya bisa punya hati mulia seperti kamu Amira."

"Insya Allah ya Pak."

Di tengah-tengah obrolanku dengan kakeknya Zia, beberapa saat kemudian, Mas Farhan mendekatiku. Dia kemudian menatapku lekat.

"Amira, kenapa kamu masih ada di sini, ayo masuk!" ajak Mas Farhan. Dia memaksaku untuk masuk ke dalam rumah.

"Iya Bi."

Mas Farhan menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam untuk berbaur bersama orang-orang yang ada di dalam rumah.

Aku menatap ke sekeliling. Tak kulihat Zia ada di dalam.

"Ke mana Zia Bi?" tanyaku pada Mas Farhan.

"Zia sudah masuk kamar Mi. Katanya dia capek," jawab Mas Farhan.

"Oh." Aku hanya bisa ber'oh ria.

Aku kembali menatap ke sekeliling. Tampak semua orang sedang makan-makan. Sementara aku tidak melihat ibu ada di sini.

Mungkin ibu masih ada di dapur. Karena nanti malam, kami akan langsung menggelar tasyakuran pernikahan suamiku. Jadi ibu pasti repot sekali. Sementara aku tidak bisa membantunya karena ada Fauzan yang sejak tadi masih rewel.

Aku dan Mas Farhan kemudian duduk berbaur bersama orang-orang. Sebenarnya ibu hanya mengundang saudara dekat dan tetangga dekat saja untuk menghadiri pernikahan ini. Karena pernikahan ini digelar juga secara tertutup.

"Umi, Abi tahu kalau dari tadi pagi, umi belum makan kan. Abi ambilkan nasi ya Umi," ucap Mas Farhan.

Aku hanya diam. Tidak ingin terlalu banyak bicara dengan Mas Farhan.

Tanpa banyak berfikir, Mas Farhan kemudian mengambil piring yang ada di depannya. Setelah itu dia mencedokan nasi dan lauk pauk di atas piring itu.

"Ini buat Umi. Umi harus makan yang banyak. Umi kan punya anak yang masih menyusu. Nggak baik kalau Umi sering-sering menahan lapar. Kasihan Fauzannya."

Aku mengangguk. "Iya Bi."

"Sini, Fauzan nya biar ikut Abi."

Mas Farhan mengulurkan ke dua tangannya. Dia kemudian mengambil Fauzan dari gendonganku.

Sebenarnya sudah sejak kemarin aku tidak enak makan. Mungkin, suasana hatiku yang membuat aku jadi tidak enak makan, dan tidak enak tidur.

"Umi. Kenapa di diamin aja. Ayo dong di makan, apa mau Abi suapin," ucap Mas Farhan menawarkan diri untuk menyuapiku.

Aku langsung menggeleng dengan cepat.

"Nggak usah Mas.Aku bisa makan sendiri," ucapku sedikit ketus.

Aku kemudian lekas menyuapkan nasi dan lauk ke dalam mulutku. Sementara Mas Farhan masih bermain-main dengan Fauzan.

Mas Farhan tiba-tiba saja bangkit dari duduknya. Dia membawa Fauzan dalam gendongannya.

"Kamu mau bawa Fauzan kemana?" tanyaku.

"Aku mau ke kamar lihat Zia."

Aku terkejut saat mendengar ucapan Mas Farhan. Aku bangkit dari dudukku dan menatap Mas Farhan tajam.

"Mas Farhan, kalau mau ke kamar Zia jangan bawa Fauzan dong," ucapku.

"Kenapa? kamu kan mau makan. Biar kamu nggak repot. Lagian aku juga mau dekatin Fauzan sama Zia. Biar Fauzan nurut sama Zia. Zia sekarang juga ibunya Laila dan Fauzan."

Zia sudah merebut hati suamiku, dan aku tidak akan membiarkan dia merebut hati anak-anakku juga.

"Sini Mas Fauzannya. Aku nggak mau ngerepotin Zia dan kamu. Kalian itu kan pengantin baru. Nikmati saja kebersamaan kalian. Silahkan kalau mau ke kamar. Temui istri baru kamu itu."

Aku kemudian merebut dengan paksa Fauzan dari tangan Mas Farhan. Aku sama sekali tidak ingin mendekatkan anak-anak aku ke ibu tirinya.

Silahkan, Zia ambil hati suamiku, namun tidak dengan hati anak-anakku.

"Ya udah, aku ke kamar dulu ya Amira. Kamu lanjutkan saja makan kamu."

"Iya. Silahkan Mas."

Mas Farhan kemudian pergi meninggalkanku. Sementara aku kembali duduk untuk melanjutkan makanku.

"Mbak Amira," ucap salah seorang wanita yang duduk di dekatku.

Aku menoleh ke arah wanita itu dan tersenyum.

"Kok Mbak Amira mengizinkan suaminya nikah lagi? Mbak Amira memang udah ikhlas ?" tanya wanita itu.

Aku hanya tersenyum.

"Iya. Saya udah ikhlas kok. Dan wanita yang di nikahi suamiku juga sepertinya gadis yang baik."

"Mbak, saya salut lho sama Mbak Amira. Jarang lho, ada wanita yang seperti Mbak Amira. Kalau saya jadi Mbak Amira nih, saya lebih baik pilih bercerai dari pada di madu. Nggak kebayang Mbak, bagaimana sakitnya hati ini kalau berbagai suami dengan wanita lain. Apalagi, kalau suami lebih sayang sama istri mudanya."

"Insya Allah suamiku nggak seperti itu. Dia paham agama kok. Dia nggak mungkin nggak bersikap adil sama kami."

"Iya. Kalau itu pun saya tahu. Farhan kan sudah nyantri lama. Dia pasti lebih paham dong, ilmu agamanya."

"Iya. Doain saja ya Bu. Semoga semuanya berjalan lancar."

"Iya. Semoga Mbak Amira selalu di beri ketabahan ya."

Aku kemudian melanjutkan makanku sembari menggendong Fauzan.

"Mbak Amira, sepertinya Mbak Amira kerepotan banget. Kalau boleh, sini anaknya. Saya pengin ikut gendong."

Aku tersenyum.

"Apa nggak ngerepotin Bu?"

"Oh tentu saja tidak."

Wanita itu, mengambil Fauzan dari pangkuanku dan menggendongnya. Dia kemudian pergi keluar dengan membawa Fauzan.

Terpopuler

Comments

Ony Syahroni

Ony Syahroni

kasian amira kl aku mending bubar aja biar jd janda gpp

2023-07-11

0

lihat semua
Episodes
1 POV Amira
2 Kejujuran
3 Di rumah mertua
4 Penasaran
5 Demam
6 Gadis miskin
7 Ijab kabul
8 Percaya
9 Pulang
10 Kabar mengejutkan
11 Kepergian anak lelaki
12 Kejutan di makam
13 Siapa Zia
14 Ceraikan anak ku!
15 Siuman
16 Tangisan Laila
17 Kekhawatiran kakak ipar
18 Kemarahan Farhan
19 Teguran Dokter
20 Gelisah
21 Di ruang operasi
22 Sebuah kebohongan
23 Telpon dari istri muda
24 Bersama Galih
25 Berkemas
26 Tangis seorang ibu
27 Mengecewakan
28 Pergi ke istri ke dua
29 Luka batin Amira
30 Kedatangan ibu ke rumah
31 Kemarahan ibu mertua
32 Kekecewaan ibu mertua
33 Kesal
34 Obrolan Galih dan ibunya
35 Ketiduran
36 Pergi diam-diam
37 Sekali kecewa akan tetap kecewa
38 Cekcok
39 Kedatangan ibu dan kakak
40 karma
41 Ceraikan saja Zia
42 Ditinggal pergi lagi
43 Drama queen
44 Jebakan Zia
45 Berubah
46 Abi lebih mentingin istri barunya
47 Kebohongan Zia
48 Macet
49 Bisik-bisik tetangga
50 Kehilangan uang
51 Kemarahan Amira
52 Kecewa
53 Keinginan Laila
54 Sudah berlalu
55 Kedatangan Zia
56 Basa-basi Zia
57 Makan bersama
58 Dukungan Galih.
59 Teman-teman Laila.
60 Orang ke tiga
61 Sakit parah
62 Sekarat
63 Hamil
64 Izin dari ibu
65 Berkemas
66 Mangga muda
67 Keributan di pagi hari
68 Kebaikan hati Galih
69 Perkara gamis
70 Telpon dari Rachel
71 Kehadiran Dion
72 telpon dari istri pertama
73 Cemburu
74 Istri manja
75 Kesedihan Laila
76 Surat cerai.
77 Talak
78 Pergi ke rumah sakit
79 Kekhawatiran Farhan
80 Kondisi Zia
81 Telpon dari ibu
82 Kerapuhan seorang suami
83 Kedatangan Padhe
84 Siuman
85 Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86 Setelah badai berlalu
87 Penyesalan Farhan
88 Bertemu lagi
89 Kekhawatiran seorang ibu
90 Uang dari Abi
91 Tentang Gus Farid
92 Galau
93 Karma memang ada
94 Keinginan untuk merujuk Amira
95 Di rumah Abi
96 Kedekatan Laila dengan Pade
97 Kedatangan Gus Farid
98 Obrolan bersama Dion
99 Cerita Farhan
100 Rujuklah denganku
101 Dua hati yang tersakiti
102 Keinginan Laila
103 Akhir kehidupan Farhan.
104 Pemakaman
105 Keikhlasan
106 Ekstra part
Episodes

Updated 106 Episodes

1
POV Amira
2
Kejujuran
3
Di rumah mertua
4
Penasaran
5
Demam
6
Gadis miskin
7
Ijab kabul
8
Percaya
9
Pulang
10
Kabar mengejutkan
11
Kepergian anak lelaki
12
Kejutan di makam
13
Siapa Zia
14
Ceraikan anak ku!
15
Siuman
16
Tangisan Laila
17
Kekhawatiran kakak ipar
18
Kemarahan Farhan
19
Teguran Dokter
20
Gelisah
21
Di ruang operasi
22
Sebuah kebohongan
23
Telpon dari istri muda
24
Bersama Galih
25
Berkemas
26
Tangis seorang ibu
27
Mengecewakan
28
Pergi ke istri ke dua
29
Luka batin Amira
30
Kedatangan ibu ke rumah
31
Kemarahan ibu mertua
32
Kekecewaan ibu mertua
33
Kesal
34
Obrolan Galih dan ibunya
35
Ketiduran
36
Pergi diam-diam
37
Sekali kecewa akan tetap kecewa
38
Cekcok
39
Kedatangan ibu dan kakak
40
karma
41
Ceraikan saja Zia
42
Ditinggal pergi lagi
43
Drama queen
44
Jebakan Zia
45
Berubah
46
Abi lebih mentingin istri barunya
47
Kebohongan Zia
48
Macet
49
Bisik-bisik tetangga
50
Kehilangan uang
51
Kemarahan Amira
52
Kecewa
53
Keinginan Laila
54
Sudah berlalu
55
Kedatangan Zia
56
Basa-basi Zia
57
Makan bersama
58
Dukungan Galih.
59
Teman-teman Laila.
60
Orang ke tiga
61
Sakit parah
62
Sekarat
63
Hamil
64
Izin dari ibu
65
Berkemas
66
Mangga muda
67
Keributan di pagi hari
68
Kebaikan hati Galih
69
Perkara gamis
70
Telpon dari Rachel
71
Kehadiran Dion
72
telpon dari istri pertama
73
Cemburu
74
Istri manja
75
Kesedihan Laila
76
Surat cerai.
77
Talak
78
Pergi ke rumah sakit
79
Kekhawatiran Farhan
80
Kondisi Zia
81
Telpon dari ibu
82
Kerapuhan seorang suami
83
Kedatangan Padhe
84
Siuman
85
Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86
Setelah badai berlalu
87
Penyesalan Farhan
88
Bertemu lagi
89
Kekhawatiran seorang ibu
90
Uang dari Abi
91
Tentang Gus Farid
92
Galau
93
Karma memang ada
94
Keinginan untuk merujuk Amira
95
Di rumah Abi
96
Kedekatan Laila dengan Pade
97
Kedatangan Gus Farid
98
Obrolan bersama Dion
99
Cerita Farhan
100
Rujuklah denganku
101
Dua hati yang tersakiti
102
Keinginan Laila
103
Akhir kehidupan Farhan.
104
Pemakaman
105
Keikhlasan
106
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!