Bu Aminah mengusap air matanya. Setelah itu dia menatap Zia lekat.
"Zi, kita harus ke rumah sakit sekarang Zi. Ibu takut terjadi apa-apa sama anak, cucu dan menantu ibu," ucap Bu Aminah.
Zia mengangguk.
"Iya Bu. Kita ke sana sekarang ya."
"Iya Zi."
Zia dan ibu mertuanya kemudian pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.
****
Sesampainya di depan rumah sakit, Bu Rahayu dan Pak Husen masuk ke dalam rumah sakit itu. Mereka buru-buru menghampiri Farhan yang saat ini ada di depan ruang UGD.
"Farhan, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bu Rahayu dengan nafas ngos-ngosan.
Farhan terkejut saat melihat kedatangan ke dua orang tua Amira. Farhan bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah ke dua mertuanya itu.
Bu Rahayu dan Pak Husen terkejut saat menatap Farhan. Mata Farhan tampak sembab. Dan raut sedih di wajah Farhan juga sangat terlihat jelas.
"Farhan, ada apa? Amira baik-baik aja kan?" tanya Bu Rahayu yang masih tampak panik.
"Maafkan aku Pak, Bu. Ini semua salah aku. Aku yang sudah membuat Amira dan Fauzan seperti ini." Farhan menundukan pandangannya. Merasa bersalah dengan apa yang sudah terjadi pada istri dan anaknya.
Bu Rahayu dan Pak Husen saling menatap. Mereka tidak tahu apa maksud ucapan Farhan.
"Farhan, apa maksud kamu Farhan?" tanya Pak Husen.
"Seandainya semalam saya mau ngantar Amira dan Fauzan pulang, pasti kejadiannya nggak akan seperti ini. Saya sudah membiarkan anak dan istri saya pulang dengan Mas Galih," ucap Farhan lagi.
Pak Husen mengusap-usap bahu Farhan.
"Sudahlah Farhan. Ini semua sudah takdir. Jangan sesali semuanya. Bapak yakin, kalau Amira dan Fauzan akan baik-baik saja. Allah masih mau menjaga dan melindungi mereka." Pak Husen mencoba untuk menenangkan Farhan.
Farhan menggeleng. Mencoba menguatkan dirinya untuk bercerita yang sebenarnya pada orang tua Amira.
"Nggak Pak, Amira dan Fauzan nggak baik-baik saja," ucap Farhan.
Wajah Bu Rahayu dan Pak Husen mendadak menegang.
"Jadi, bagaimana kondisi Amira sekarang?" tanya Bu Rahayu menatap Farhan lekat.
"Amira dan Mas Galih masih kritis. Dan Fauzan..." Farhan menghentikan ucapannya. Dia seakan kelu untuk mengatakan kalau Fauzan sudah meninggal.
"Kenapa dengan Fauzan. Dia baik-baik saja kan Farhan?" tanya Bu Rahayu.
"Di-dia...dia...su-sudah meninggal Bu," jawab Farhan dengan terbata.
"Apa!" pekik Pak Husen dan Bu Rahayu bersamaan. Pak Husen dan Bu Rahayu terkejut saat mendengar ucapan Farhan.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun, cucuku meninggal?" ucap Bu Rahayu dengan tubuh bergetar.
"Inalillahi, nggak mungkin, cucuku meninggal." Pak Husen masih tidak percaya dengan semua kenyataan ini.
Beberapa saat kemudian, Zia dan Bu Aminah mendekati Farhan dan ke dua orang tua Amira.
"Farhan, apa yang terjadi sebenarnya? dan bagaimana kondisi Amira, Galih dan Fauzan?" tanya Bu Aminah khawatir.
Farhan hanya bisa menundukan kepalanya dan terduduk lesu. Dia menangkup ke dua wajahnya frustasi. Dia tidak sanggup untuk berkata-kata lagi.
Bu Rahayu dan Pak Husen menatap Bu Aminah bersamaan.
"Fauzan sudah meninggal dunia. Amira dan Galih, mereka masih kritis," ucap Bu Rahayu menjelaskan.
Bu Aminah terkejut saat mendengar ucapan Bu Rahayu. Dia seperti sudah tidak sanggup berdiri.
Bu Aminah kemudian melangkah ke kursi di mana Farhan duduk. Dia kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kursi. Dan duduk di sisi anaknya.
"Inalillahi wa innailaihi rojiun, Ya Allah, cucuku..." Air mata Bu Aminah sudah menetes deras membasahi pipinya. Begitu juga dengan Bu Rahayu. Mereka seakan tidak sanggup untuk menerima semua kenyataan ini.
****
Siang ini, semua orang masih berdiri di pemakaman Fauzan. Setelah ikut mendoakan Fauzan di pemakamannya, orang-orang itu satu persatu memutuskan untuk pulang.
Saat ini, hanya ada Farhan, Bu Aminah, Zia dan ke dua orang tua Amira yang masih tampak berada di sisi makam Fauzan.
Sejak tadi Farhan masih menabur bunga di atas makam anak kesayangannya. Sesekali dia mengusap sisa-sisa air mata yang ada di sudut matanya.
Zia istri barunya masih berdiri di sisi Bu Aminah. Sejak dia berada di rumah sakit, dan sampai di makan Fauzan, tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya.
"Abi...!" suara Laila sudah terdengar dari makam Fauzan.
Semua orang menatap ke arah suara itu. Tampak Laila bersama Novi tantenya menghampiri mereka.
"Abi..." Laila tiba-tiba saja memeluk ayahnya. Dia menangis sesenggukan di pelukan Farhan.
"Abi. Kenapa Ade tinggalin aku Abi," ucap Laila di sela-sela tangisannya. Dia masih erat memeluk ayahnya.
"Sabar ya sayang. Adek kamu sudah bahagia di surga. Allah lebih sayang sama adek Fauzan," ucap Farhan sembari mengusap-usap bahu anaknya. Mencoba untuk menenangkan tangisan anaknya.
"Abi. Di mana Umi Abi. Aku pengin ketemu Umi. Aku kangen sama Umi," ucap Laila
Laila melepaskan pelukannya dan menatap ayahnya lekat. Farhan mengusap air mata Laila yang sejak tadi membanjiri pipi mulus Laila.
"Jangan nangis ya sayang. Kita harus sabar sayang. Semua ini adalah cobaan untuk kita. Umi kamu..." Farhan tidak sanggup untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada anaknya.
"Aku udah tahu Abi. Kalau Umi sekarang ada di rumah sakit. Tolong antarkan aku ke rumah sakit Abi," ucap Laila.
Farhan sekejap memejamkan mata dan mengangguk.
"Iya. Setelah ini abi juga mau ke rumah sakit jengukin Umi kamu."
Novi sejak tadi menatap wanita yang berada di sisi Bu Aminah. Dia kemudian mendekat ke arah Zia.
"Zia. Kamu kok di sini?" tanya Novi yang sepertinya sangat mengenal Zia.
Semua orang menatap ke arah Zia. Begitu juga dengan ke dua orang tua Amira. Zia tampak gugup saat dia menjadi fokus perhatian orang tua Zia.
"Kamu kenal sama Zia?" tanya Bu Aminah.
"Iya Tante. Dia ini teman sekolah aku waktu aku SMA," ucap Novi menjelaskan.
"Sebenarnya, Zia ini menantuku," ucap Bu Aminah sembari merangkul bahu Zia.
Bu Aminah tidak mau membohongi keluarga besannya. Karena serapat apapun Bu Aminah merahasiakan pernikahan Farhan dengan Zia, pasti semua orang akan tahu kalau Farhan itu punya dua istri. Termasuk besannya juga pasti akan tahu.
Pak Husen dan Bu Rahayu saling menatap.
"Menantu? apakah Galih sudah menikah lagi dengan wanita ini?" tanya Bu Rahayu penasaran.
"Bu-bukan Galih. Ta-tapi Farhan. Sebenernya Zia ini istrinya Farhan," ucap Bu Aminah dengan terbata. Sebenarnya dia tidak enak bicara hal itu apalagi di pemakaman Fauzan. Tapi entah kenapa, ucapan dari mulutnya itu tidak bisa dia rem.
"Apa!" Novi, Bu Rahayu dan Pak Husen terkejut saat mendengar ucapan Bu Aminah. Begitu juga dengan Farhan dan Laila. Farhan juga tidak habis fikir dengan ibunya. Kenapa dia bisa keceplosan mengatakan hal yang tidak seharusnya dikatakan sekarang.
Duh, kenapa ibu harus bicara seperti itu di depan ke dua mertuaku. Malu-maluin aja. Apa nggak bisa, dia jaga dulu mulutnya walau sesaat, batin Farhan.
Farhan tidak berani menatap ke dua mertuanya. Sementara ke dua mertua Farhan, sudah menatap nyalang dirinya.
"Farhan. Apa benar yang di katakan ibu kamu, kalau kamu sudah menikah lagi dengan wanita ini?" tanya Bu Rahayu sembari mendekati Farhan.
Farhan tidak menjawab pertanyaan dari ibu mertuanya. Wajahnya sudah berubah memerah seperti kepiting rebus. Dia malu, sangat malu. Sejak tadi dia hanya bisa menundukkan wajahnya tanpa berani menatap wajah orang-orang disekelilingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Ony Syahroni
rasain farhan serakah
2023-07-11
0