Aku menghempaskan tubuhku di sisi ranjang ku. Air mataku menetes deras membasahi pipiku.
Aku menangis dalam kesendirianku.
Rasanya sangat sakit, namun aku harus berusaha ikhlas untuk menerimanya.
Aku mengusap air mataku saat aku mendengar suara celoteh si bungsu. Aku kemudian berjalan ke arah boks bayi untuk melihatnya.
Fauzan tersenyum saat melihatku.
"Fauzan, kamu bangun ya Nak," ucapku
Aku kemudian menggendong tubuh si kecil Fauzan dan membawanya pergi keluar dari kamar.
"Assalamualaikum..." suara salam Laila sudah terdengar dari luar rumahku.
Aku buru-buru menghampiri Laila.
"Laila, kamu sudah pulang? kamu dari mana aja? tanyaku.
"Aku baru dari rumah nenek."
"Oh. Naik sepeda?"
"Iya."
Aku menatap keluar.
"Mana Abi mu?"
"Tadi Abi jalan ke arah mesjid Mi."
"Oh. Dia pasti mau ngajar ngaji di mesjid."
"Iya Mi. Di mesjid tadi juga sudah banyak anak-anak kok lagi nungguin Abi."
****
Malam ini, aku, Mas Farhan dan ibu mertuaku, masih berada di ruang makan. Kami sejak tadi masih menikmati makan malam kami.
"Bu, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan," ucap Mas Farhan di sela-sela kunyahannya.
Bu Aminah ibu mertuaku menatap Mas Farhan lekat.
"Apa! nikah lagi?" Ibu mertuaku terkejut saat mendengar ucapan yang keluar dari bibir Mas Farhan.
"Kamu mau nikah lagi dengan siapa Farhan?" tanya ibu menatap tajam Mas Farhan.
"Dengan Zia," jawab Mas Farhan singkat.
"Zia siapa?" tanya ibu lagi.
Mas Farhan diam. Dia tidak langsung menjawab pertanyaan ibu. Dia malah menyuapkan satu suap nasi ke dalam mulutnya.
"Dia orang mana?" tanya ibu lagi.
Sepertinya ibu penasaran dengan gadis yang bernama Zia. Seperti aku, yang sampai saat ini masih dibuat penasaran dengan gadis itu.
"Zia itu sekampung denganku Bu," jawabku.
Ibu mengarahkan pandangannya padaku.
"Apa! sekampung denganmu? Kamu kenal dengan Zia Mir?" kini ibu menatapku.
Aku menggeleng. "Aku juga kurang mengenalnya Bu."
Aku saja tidak mengenali Zia, apalagi ibu mertuaku yang tidak sekampung denganku. Mas Farhan memang ingin menikah dengan salah satu gadis yang ada di kampung ku.
Di sela-sela makan malam kami, Mas Farhan kembali membicarakan tentang Zia pada ibunya. Setelah meminta izin padaku, Mas Farhan meminta izin pada ibu untuk menikah lagi dengan Zia.
Aku sejak tadi hanya bisa mendengarkan percakapan Mas Farhan dengan ibunya. Walau hatiku sakit, namun aku ingin belajar ikhlas menerimanya.
Ibu menatapku.
"Farhan, kamu tidak boleh sembarangan seperti itu Farhan. Kalau kamu ingin nikah lagi, kamu harus minta izin dulu sama Amira," ucap ibu.
"Aku sudah minta izin sama Amira. Dan Amira sudah menyetujuinya. Iya kan sayang."
Ibu menatapku tajam.
"Benarkah Mir, apa yang di katakan Farhan kalau kamu sudah mengizinkan dia menikah lagi?"
"Iya Bu. Aku udah ikhlaskan Mas Farhan menikah lagi."
Aku, Mas Farhan, dan ibu sejenak saling diam. Tidak ada satupun dari kami yang bicara. Hanya suara sendok dan garpu yang sejak tadi masih saling bersahut-sahutan.
"Amira. Laila nggak ikut ke sini kenapa?" tanya ibu yang sudah mulai mengalihkan pembicaraan.
Aku menatap ibu lekat.
"Laila nggak mau ikut ke sini Bu. Dia lagi main di rumah ibuku," jawabku di sela-sela kunyahan ku.
"Kenapa Laila kalau diajak main ke sini nggak pernah mau sih?"
"Bukannya nggak mau Bu. Laila itu udah gede, penginnya itu main sama temannya. Mungkin di sini, dia nggak punya teman main. Makanya dia lebih betah di rumah ibu aku, karena di sana temannya banyak."
"Iya. Lagian kamu juga pasti repot kalau ngajak Laila juga ya. Dia kan sudah SMP."
"Iya Bu. Laila sekarang kan sudah punya adik kecil. Jadi dia mungkin malu kalau kemana-mana harus ikut terus sama Umi dan Abinya. Lagian di sini kan sepi nggak ada teman. Kalau di rumah ibu aku kan banyak teman," jelas ku.
"Iya benar itu. Lagian, ibu di sini juga cuma tinggal sama Galih. Anak-anak Galih kan tidak ada yang betah tinggal di sini. Mereka lebih memilih untuk tinggal di kota bersama ibunya dari pada di sini."
Mas Galih itu adalah kakak kandung suamiku. Sudah tiga bulan semenjak perceraian Mas Galih dengan istrinya, dia tinggal di rumah ibu.
Mas Galih dengan istrinya bercerai karena istri Mas Galih tidak mau ikut Mas Galih tinggal di kampung. Dia lebih memilih tinggal di kota. Sementara Mas Galih lebih betah tinggal di kampung, untuk menemani ibunya.
Bu Aminah hanya punya dua anak lelaki. Mas Galih dan Mas Farhan. Tapi Mas Farhan sudah tinggal di rumahnya sendiri bersamaku.
"Oh iya. Mas Galih sekarang di mana Bu? Dia nggak ikut makan malam?" tanyaku menatap ibu lekat.
"Galih keluar sejak sore. Mungkin dia lagi main ke rumah temannya."
"Oh..."
Sejak tadi aku hanya ngobrol dengan ibu. Sementara Mas Farhan masih dicuekin oleh ibu. Mas Farhan yang merasa di cuekin lantas bangkit berdiri.
"Aku mau ke kamar dulu ya Mir," ucap Mas Farhan.
"Kamu udah makannya Mas?" tanyaku pada Mas Farhan.
Mas Farhan hanya mengangguk. Dia kemudian berjalan pergi meninggalkan aku dan ibu di ruang makan.
Ibu kembali menatapku.
"Mir. Kamu mau langsung pulang, atau mau nginap di sini?" tanya ibu.
"Tergantung Mas Farhan aja Bu."
"Mir. Kasihan anak kamu, kalau di bawa naik motor malam-malam. Nginap di sini aja ya Mir? Ibu juga nggak ada temannya di sini. Penginnya sih kamu dan Farhan tinggal di sini sama ibu. Biar ibu ada temannya."
"Ya nggak bisa begitu dong Bu. Kami kan sudah punya rumah sendiri. Mas Farhan di sana juga lagi ngajar ngaji dan menjadi imam di mesjid."
"Iya. Ibu tahu itu Mir."
Setelah makan malam selesai, aku membantu ibu mertuaku untuk membereskan meja makan. Sementara Mas Farhan sudah berada di dalam kamarnya.
Aku mengangkat piring-piring kotor yang ada di atas meja dan aku bawa ke dapur. Setelah itu aku langsung mencucinya.
"Mir. Kenapa nggak besok aja nyucinya?"tanya ibu.
Aku menoleh ke arah ibu dan tersenyum.
"Mumpung Fauzan udah tidur Bu. Kalau besok, belum tentu aku bisa bantuin ibu. Karena kalau Fauzan bangun dia pasti rewel."
"Ya udah. Terserah kamu aja Mir."
"Bu, ibu istirahat saja sana. Biar aku yang beresin semuanya."
"Kamu yakin?"
"Iya Bu. Biar besok, pekerjaan kita jadi ringan."
"Ya udah. Ibu mau langsung ke kamar dulu ya."
"Iya Bu."
Ibu kemudian melangkah pergi meninggalkanku di dapur. Sementara aku kembali melanjutkan aktivitasku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments