Farhan menggeleng.
"Nggak Bu. Aku nggak akan pernah menceraikan ke dua istriku. Lagian, perceraian itu dibenci Allah Bu," ucap Farhan.
"Kamu nggak boleh egois dong Farhan, sekarang kamu pilih dia atau Amira," Bu Rahayu sudah menunjuk ke arah Zia.
"Aku nggak mau memilih Bu. Sekarang mereka berdua istriku. Dan aku udah janji sama Amira, kalau aku mau adil pada ke dua istriku," ucap Farhan yang masih dalam pendiriannya. Dia tidak mau melepaskan ke dua istrinya karena Farhan mencintai mereka berdua.
"Sebagai seorang ibu. Saya ikut merasakan sakit seperti apa yang anak saya rasakan Farhan. Dan saya tidak mau anak saya terlalu lama terluka. Kalau kamu nggak mau menceraikan wanita ini, ceraikan saja Amira. Biarkan dia bahagia bersama Laila." Bu Rahayu kembali berucap.
Namun Farhan tidak mau kalah dengan Bu Rahayu. Dia masih tetap ingin mempertahankan Amira dan Zia.
"Kebahagiaan Amira itu saya Bu. Tidak ada yang lain. Karena kami berdua saling mencintai. Sebelum ini, Amira juga sudah mengizinkan saya menikah lagi kok Bu. Saya nggak akan berani melakukan poligami tanpa izin Amira."
"Saya tidak mau mendengar alasan apapun lagi dari kamu Farhan. Karena saya sudah muak sama kamu. Seharusnya kamu itu tidak pernah membohongi kami. Karena kamu itu lulusan pesantren. Nggak pantas kamu membohongi mertua mu sendiri."
"Saya nggak ada maksud untuk membohongi ibu. Saya memang dilarang Amira untuk memberi tahu bapak dan ibu."
"Alasan saja kamu itu. Saya tahu, kamu itu tidak mau disalahkan. Makanya kamu selalu melempar kesalahan kamu ke anak saya," lanjut Bu Rahayu.
Pak Husen tidak tinggal diam saat melihat perdebatan istri dan menantunya.
Jika dibiarkan, perdebatan itu tidak akan pernah ada habisnya. Pak Husen mendekati istrinya untuk melerai pertengkaran istri dan menantunya.
"Bu, sudahlah Bu. Biarkan Farhan ke rumah sakit. Amira saat ini pasti sedang membutuhkan Farhan. Kita di rumah saja tungguin perkembangan kondisi Amira," ucap Pak Husen sembari memegang ke dua bahu istrinya.
Bu Rahayu menatap suaminya tajam.
"Tapi ibu juga ingin ke rumah sakit Pak," ucap Bu Rahayu.
"Nanti saja Bu. Bapak yakin, Amira belum boleh di jenguk. Karena dia baru siuman. Tunggu besok saja ya Bu," bujuk Pak Husen.
"Baiklah." Akhirnya Bu Rahayu menurut juga dengan bujukan suaminya.
Farhan sudah tidak mau meladeni ibu mertuanya lagi. Dia lebih memilih pergi ke kamar Laila untuk memanggil putrinya.
Tok tok tok...
Farhan mengetuk pintu kamar Laila. Beberapa saat kemudian, Novi membuka pintu kamar Laila.
"Ada apa Mas?" tanya Novi.
"Laila mana? saya mau ajak dia ke rumah sakit."
"Laila ada di dalam kamarnya Mas. Ada apa Mas?"
"Amira sudah siuman. Dan saya mau ajak Laila untuk ketemu ibunya. Cuma Laila yang menjadi penyemangat untuk Amira saat ini."
"Ya udah, tuh Laila."
Farhan tersenyum. Setelah itu dia masuk ke kamar Laila dan mendekat ke ranjang Laila.
"Laila, katanya kamu mau ikut Abi ketemu Umi. Ayo Nak, sekarang kita siap-siap ke rumah sakit!" ajak Farhan.
Laila menatap ayahnya lekat. Wajah yang sendu, sekarang berubah menjadi ceria.
"Bagaimana kondisi Umi Abi?" tanya Laila.
"Umi kamu udah siuman."
"Oh ya. Jadi sekarang kita mau ke sana ya Bu."
"Iya dong. Sekarang kamu siap-siap sana. Abi juga mau ke kamar mau siap-siap."
"Iya Bi. Laila mau siap-siap sekarang."
Dengan sangat antusias, Laila buru-buru mengambil handuk dan berjalan keluar untuk mandi. Begitu juga dengan Farhan pergi meninggalkan kamar Laila dan masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap.
*****
Beberapa saat kemudian, Farhan dan Laila sudah siap untuk ke rumah sakit. Sebelum berangkat ke rumah sakit, mereka berpamitan dulu pada orang-orang yang ada di ruang tamu, seperti Bu Rahayu, Pak Husen, Bu Aminah, dan Zia.
Zia yang merasa tidak enak dengan situasi ini, memutuskan untuk pulang.
"Mas, aku juga mau pamit pulang ke rumah kakek," ucap Zia.
"Kamu mau ke rumah kakek kamu?" tanya Farhan.
Zia mengangguk.
"Apa mau aku antar pakai motor?"
Zia menggeleng.
"Tidak usah Mas. Aku bisa jalan kaki kok Mas."
"Ya udah, hati-hati ya," ucap Farhan.
"Iya Mas. Assalamualaikum," ucap Zia sebelum pergi.
"Wa'alakiumsalam," ucapan serempak dari orang tua Amira, Bu Aminah, Farhan dan Laila.
Setelah itu Zia pun pergi keluar dari rumah Amira. Setelah Zia pergi, Farhan dan Laila, keluar dari rumahnya. Mereka menghampiri motor yang ada di depan rumah. Mereka kemudian meluncur ke rumah sakit dengan berboncengan motor.
****
Di sebuah ruangan, Galih mengerjapkan matanya. Nampaknya dia sudah mulai sadar.
Galih menatap ke sekeliling. Di sisinya berbaring, sudah ada botol infus yang menggantung. Galih yakin kalau dia sekarang ada di rumah sakit.
Galih mencoba untuk mengingat kejadian saat dia kecelakaan. Tiba-tiba saja dia teringat dengan Amira dan Fauzan, wanita dan anak kecil yang dia bawa saat kecelakaan itu terjadi.
"Amira, Fauza, " ucap Galih dengan nada lirih.
Beberapa saat kemudian, seorang suster memasuki ruangan. Dia tersenyum saat melihat Galih tersadar. Suster kemudian mendekat ke arah ranjang kecil di mana Galih terbaring.
"Alhamdulillah, akhirnya Pak Galih sadar juga," ucap Suter itu.
Galih menatap suster itu lekat.
"Amira... di mana Amira? apakah dia baik-baik saja?" tanya Galih
Saat ini, hanya Amira yang ada di dalam fikiran Galih. Galih merasa bersalah dengan musibah yang sudah menimpa mereka. Karena kecerobohan Galih dalam menyetir, membuat mereka semua kecelakaan.
"Bu Amira tidak apa-apa. Sebentar lagi, Bu Amira akan di pindahkan ke ruang rawat. Begitu juga dengan anda Pak Galih."
"Dokter, saya ingin ketemu Amira."
"Pak Galih, Pak Galih masih lemah. Pak Galih tidak boleh banyak bergerak dulu untuk saat ini."
"Tapi aku pengin ketemu Amira."
"Bu Amira masih belum bisa ditemui Pak Galih."
"Di mana keluarga ku, apakah mereka ada di sini."
"Maaf Pak Galih, keluarga anda tidak ada di sini. Tapi tadi saya sudah menghubungi Pak Farhan adik anda. Dia lagi dalam perjalanan ke sini."
Di sisi lain, Farhan dan Laila sudah sampai di depan rumah sakit. Setelah memarkirkan motornya, Farhan dan Laila turun dari motornya dan melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Mereka menuju ke ruang UGD, di mana Amira dan Galih masih berada di sana.
Sesampainya di depan ruang UGD, seorang suster keluar dari ruangan itu. Dia kemudian mendekat ke arah Farhan.
"Suster. Bagaimana kondisi Amira dan kakak saya?" tanpa banyak basa-basi, Farhan langsung bertanya pada suster itu.
Suster tersenyum.
"Pak Galih dan Bu Amira, sudah sadar. Dan kita tinggal menunggu keputusan dokter saja, untuk membawa mereka berdua ke ruang perawatan."
"Kakak saya nggak apa-apa?"
"Dia baik-baik saja. Dan tadi di dalam, dia juga sudah bisa di ajak komunikasi."
"Kalau istri saya?"
"Kalau Bu Amira, dia masih lemah keadaannya. Untuk bertanya kondisi mereka lebih lanjut, silahkan tanyakan ke dokter yang menangani mereka."
"Iya Sus. Makasih banyak ya untuk informasinya. Kalau begitu, saya mau lihat mereka ke dalam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
amalia gati subagio
bagus pak, utk anakmu yg ogeb mungkin dia sangat bahagia dgn janji pepesan kosong syurga halunya (rela, ikhlas banyak kata karena, agar, andai, tetapi, harusnya, hanya dia...) absurd akut, kamu bokapnya dah jd pembela dajjal bersorban!! Keren!? siapkan liang la hat, siapa tahu anakmu butuh segera 💔👿
2023-06-09
2