Ceraikan anak ku!

"Assalamualaikum," suara salam sudah terdengar dari luar rumah.

"Wa'alakiumsalam," ucap Pak Husen dan Bu Rahayu bersamaan.

Bu Rahayu dan Pak Husen yang sejak tadi masih duduk di ruang tamu, menatap ke arah Farhan, Zia dan Bu Aminah bersamaan.

Tatapan mereka bak pedang yang ingin menghunus Farhan. Pak Husen lelaki setengah abad lebih itu bangkit dari duduknya. Dia kemudian mendekat ke arah menantunya.

Dengan sekejap Pak Husen sudah berdiri tepat di depan Farhan.

"Farhan, bapak ingin bicara denganmu empat mata. Sekarang ikut bapak masuk!" ucapan Pak Husen yang tegas, membuat hati Farhan menciut.

Farhan tidak tahu, apa yang akan dibicarakan ayah mertuanya itu dan keputusan apa yang akan dia ambil setelah tahu Farhan berpoligami.

Farhan mengangguk. Dia menurut saja apa kata ayah mertuanya. Dia kemudian mengikuti Pak Husen ke belakang untuk bicara empat mata dengannya.

Bu Rahayu bangkit dari duduknya. Dia menatap Zia dan Bu Aminah bergantian. Bu Rahayu kemudian menatap Zia dengan intens dan mengarahkan telunjuknya ke wajah Zia.

"Kamu, wanita tidak tahu malu. Berani sekali kamu menginjakan kaki di rumah anak saya," ucap Bu Rahayu dengan nada tinggi.

Zia terkejut saat mendengar ucapan ibunya Amira.

"Bu Rahayu, jangan bicara seperti itu pada Zia. Walau bagaimanapun juga, Zia itu sekarang istrinya Farhan. Hormatilah sedikit Zia. Karena dia tamu juga di rumah ini," ucap Bu Aminah mencoba membela Zia.

Tatapan Bu Rahayu berganti menatap ke arah besannya yang sudah berani membela Zia di depannya. Bu Rahayu tampak kesal dengan Bu Aminah.

"Anda juga Bu Aminah. Di mana hati nurani anda sebagai seorang wanita. Kenapa anda mengizinkan Farhan untuk menikah lagi. Anda itu kan seorang wanita. Apa anda nggak bisa merasakan perasaan menantu anda? Bagaimana seandainya anda berada di posisi Amira," Amarah Bu Rahayu kian meningkat.

"Bu Rahayu, sabar. Saya bisa jelaskan semuanya. Kita bisa kan bicarakan ini baik-baik. Ini tidak seperti apa yang ibu fikirkan Bu Rahayu," ucap Bu Aminah.

Bu Rahayu yang masih emosi mencoba untuk meredam emosinya.

"Bu Rahayu, ini semua sudah menjadi keputusan Amira dan Farhan. Amira sudah menyetujuinya dan mengikhlaskan suaminya menikah lagi. Awalnya saya tidak setuju, tapi Amira dan Farhan yang memaksa saya untuk menyetujuinya. Saya pun tak kuasa untuk melarangnya, karena saya tidak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga anak saya," lanjut Bu Aminah.

Bu Aminah sejak tadi masih mencoba untuk meluruskan kesalahpahaman di antara dirinya dan Bu Rahayu. Karena Bu Rahayu berfikir, kalau Bu Aminah sudah mendukung anaknya untuk menikah lagi tanpa memikirkan perasaan Amira.

Di sisi lain, Pak Husen sudah menatap tajam ke arah menantunya.

"Apa yang sebenarnya tejadi Farhan? kamu menikah diam-diam dengan seorang wanita, dan saya tidak tahu menahu masalah ini. Kenapa bisa begini?"

Farhan menundukan kepalanya. Tidak berani menatap ayah mertuanya yang sudah mengintimidasinya.

"Maafkan saya Pak. Saya tidak bermaksud untuk membohongi bapak dan ibu. Tapi saya..." Farhan menghentikan ucapannya.

"Tapi apa Farhan?" tanya Pak Husen dengan nada tinggi.

Ring ring ring...

Di sela-sela obrolan Farhan dengan mertuanya, tiba-tiba saja ponsel Farhan berdering.

"Tunggu sebentar Pak. Ada telpon."

Farhan merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya. Dia kemudian mengangkat panggilan dari nomer tak dikenalnya.

"Siapa yang nelpon Farhan?" tanya Pak Husen datar.

Farhan menggeleng. "Saya tidak tahu Pak. Dari nomer baru."

Farhan kemudian mengangkat panggilan dari nomer asing itu.

"Halo. Benarkah ini nomernya Pak Farhan, suaminya Bu Amira?"

"Iya benar, dengan siapa ya ini?

"Saya dari pihak rumah sakit, ingin mengabarkan kalau Bu Amira sudah siuman."

Seberkas senyum terukir dari bibir Farhan. Dia tampak bahagia mendengar kabar itu.

"Oh ya. Amira sudah siuman?"

"Iya Pak Farhan. Barusan Bu Amira sudah bisa membuka matanya."

"Terus, kakak saya?"

"Kalau Pak Galih, dia sudah berhasil melewati masa kritisnya. Dan kita tinggal menunggu Pak Galih siuman."

"Alhamdulillah."

"Saya dari pihak rumah sakit, cuma mau memberi tahu itu Pak Farhan. Jika Pak Farhan sudah tidak sibuk, Pak Farhan bisa datang ke rumah sakit sekarang untuk menemani Bu Amira. Karena sejak tadi Bu Amira sendirian. Dan dia sedang butuh banyak dukungan dari orang-orang terdekatnya.

"Baik. Saya akan segera ke sana sekarang."

Setelah memutuskan saluran telponnya, Farhan kemudian menatap ayah mertuanya lekat.

"Pak, saya harus ke rumah sakit sekarang. Amira sudah sadar katanya."

Pak Husen tersenyum dan berucap syukur. Amarah yang tadi memuncak, hilang begitu saja saat mendengar anaknya sadar.

"Anak saya sudah sadar Farhan?"

Farhan menganggukan kepalanya. "Iya pak."

"Alhamdulillah. Saya ikut ke rumah sakit sekarang Farhan."

"Tapi Pak,"

"Kenapa Farhan?"

"Bagaimana dengan acara nanti malam. Aku kan mau menggelar acara doa bersama untuk Fauzan di rumah ini. Kalau bapak ikut, lalu acaranya bagaimana?"

Pak Husen tampak berfikir.

"Pak, bapak di rumah saja ya, sama ibu dan Novi, biar saya saja yang ke rumah sakit bersama Laila. Besok, kalau nggak sibuk, bapak bisa menyusul saya ke rumah sakit," ucap Farhan.

"Baiklah Farhan, tapi tolong ya Farhan, kalau ada perkembangan tentang kondisi Amira, hubungi bapak terus."

"Iya."

Farhan kemudian melangkah ke depan, yang diikuti dengan langkah Pak Husen dibelakang Farhan.

Sesampainya di ruang tamu, Farhan melihat ibu dan ibu mertuanya masih bersitegang.

Pak Husen dan Farhan saling menatap. Pak Husen kemudian menghampiri istrinya dan memegang ke dua bahunya.

"Bu, sudahlah Bu. Jangan perbesar masalah ini di sini. Malu kalau di dengar tetangga. Ini bukan waktunya untuk kalian bertengkar. Karena ada hal yang lebih penting lagi dari ini," ucap Pak Husen mengalihkan perhatian dua wanita yang sedang bersitegang itu.

Bu Rahayu menatap suaminya lekat. Begitu juga dengan Zia dan Bu Aminah yang ikut menatap penasaran ke arah Pak Husen.

"Hal penting apa Pak?" tanya Bu Rahayu penuh selidik.

Pak Husen tersenyum.

"Apa ibu tahu, kalau Amira sudah siuman. Dia sudah sadar Bu," ucap Pak Husen yang membuat ke tiga orang itu terkejut.

Bu Rahayu melebarkan senyum dan menatap Pak Husen lekat.

"Yang benar Pak? Amira sudah siuman?"

"Iya Bu."

Bu Aminah dan Zia saling menatap. Mereka juga ikut bahagia mendengar kabar ini.

"Kita ke rumah sakit sekarang Pak," ucap Bu Rahayu.

"Jangan Bu, biar aku aja yang ke rumah sakit. Bapak, Novi, dan ibu tetap di sini dulu," ucap Farhan datar.

Bu Rahayu menatap Farhan tajam.

"Ada hak apa kamu melarang saya ke rumah sakit. Seharusnya saya yang bilang seperti itu sama kamu. Setelah Amira sembuh dari sakitnya, saya harap kamu mau menceraikan dia. Karena saya tidak mau hati Amira terlalu lama terluka dan tersakiti. Saya sebagai ibunya tidak rela anak saya hidup di madu," ucap Bu Rahayu.

Pak Husen, Bu Aminah, Farhan dan Zia terkejut saat mendengar ucapan Bu Rahayu.

"Nggak Bu. Saya tidak akan mungkin menceraikan Amira. Karena saya masih mencintainya," ucap Farhan.

"Ya udah, kalau begitu, kamu ceraikan wanita ini," ucap Bu Rahayu kemudian.

Zia melebarkan matanya. Tidak menyangka kalau ibunya Amira akan berkata demikian padanya. Baru semalam dia menikah, apakah harus ada yang namanya perceraian di antara Zia dan Farhan.

Episodes
1 POV Amira
2 Kejujuran
3 Di rumah mertua
4 Penasaran
5 Demam
6 Gadis miskin
7 Ijab kabul
8 Percaya
9 Pulang
10 Kabar mengejutkan
11 Kepergian anak lelaki
12 Kejutan di makam
13 Siapa Zia
14 Ceraikan anak ku!
15 Siuman
16 Tangisan Laila
17 Kekhawatiran kakak ipar
18 Kemarahan Farhan
19 Teguran Dokter
20 Gelisah
21 Di ruang operasi
22 Sebuah kebohongan
23 Telpon dari istri muda
24 Bersama Galih
25 Berkemas
26 Tangis seorang ibu
27 Mengecewakan
28 Pergi ke istri ke dua
29 Luka batin Amira
30 Kedatangan ibu ke rumah
31 Kemarahan ibu mertua
32 Kekecewaan ibu mertua
33 Kesal
34 Obrolan Galih dan ibunya
35 Ketiduran
36 Pergi diam-diam
37 Sekali kecewa akan tetap kecewa
38 Cekcok
39 Kedatangan ibu dan kakak
40 karma
41 Ceraikan saja Zia
42 Ditinggal pergi lagi
43 Drama queen
44 Jebakan Zia
45 Berubah
46 Abi lebih mentingin istri barunya
47 Kebohongan Zia
48 Macet
49 Bisik-bisik tetangga
50 Kehilangan uang
51 Kemarahan Amira
52 Kecewa
53 Keinginan Laila
54 Sudah berlalu
55 Kedatangan Zia
56 Basa-basi Zia
57 Makan bersama
58 Dukungan Galih.
59 Teman-teman Laila.
60 Orang ke tiga
61 Sakit parah
62 Sekarat
63 Hamil
64 Izin dari ibu
65 Berkemas
66 Mangga muda
67 Keributan di pagi hari
68 Kebaikan hati Galih
69 Perkara gamis
70 Telpon dari Rachel
71 Kehadiran Dion
72 telpon dari istri pertama
73 Cemburu
74 Istri manja
75 Kesedihan Laila
76 Surat cerai.
77 Talak
78 Pergi ke rumah sakit
79 Kekhawatiran Farhan
80 Kondisi Zia
81 Telpon dari ibu
82 Kerapuhan seorang suami
83 Kedatangan Padhe
84 Siuman
85 Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86 Setelah badai berlalu
87 Penyesalan Farhan
88 Bertemu lagi
89 Kekhawatiran seorang ibu
90 Uang dari Abi
91 Tentang Gus Farid
92 Galau
93 Karma memang ada
94 Keinginan untuk merujuk Amira
95 Di rumah Abi
96 Kedekatan Laila dengan Pade
97 Kedatangan Gus Farid
98 Obrolan bersama Dion
99 Cerita Farhan
100 Rujuklah denganku
101 Dua hati yang tersakiti
102 Keinginan Laila
103 Akhir kehidupan Farhan.
104 Pemakaman
105 Keikhlasan
106 Ekstra part
Episodes

Updated 106 Episodes

1
POV Amira
2
Kejujuran
3
Di rumah mertua
4
Penasaran
5
Demam
6
Gadis miskin
7
Ijab kabul
8
Percaya
9
Pulang
10
Kabar mengejutkan
11
Kepergian anak lelaki
12
Kejutan di makam
13
Siapa Zia
14
Ceraikan anak ku!
15
Siuman
16
Tangisan Laila
17
Kekhawatiran kakak ipar
18
Kemarahan Farhan
19
Teguran Dokter
20
Gelisah
21
Di ruang operasi
22
Sebuah kebohongan
23
Telpon dari istri muda
24
Bersama Galih
25
Berkemas
26
Tangis seorang ibu
27
Mengecewakan
28
Pergi ke istri ke dua
29
Luka batin Amira
30
Kedatangan ibu ke rumah
31
Kemarahan ibu mertua
32
Kekecewaan ibu mertua
33
Kesal
34
Obrolan Galih dan ibunya
35
Ketiduran
36
Pergi diam-diam
37
Sekali kecewa akan tetap kecewa
38
Cekcok
39
Kedatangan ibu dan kakak
40
karma
41
Ceraikan saja Zia
42
Ditinggal pergi lagi
43
Drama queen
44
Jebakan Zia
45
Berubah
46
Abi lebih mentingin istri barunya
47
Kebohongan Zia
48
Macet
49
Bisik-bisik tetangga
50
Kehilangan uang
51
Kemarahan Amira
52
Kecewa
53
Keinginan Laila
54
Sudah berlalu
55
Kedatangan Zia
56
Basa-basi Zia
57
Makan bersama
58
Dukungan Galih.
59
Teman-teman Laila.
60
Orang ke tiga
61
Sakit parah
62
Sekarat
63
Hamil
64
Izin dari ibu
65
Berkemas
66
Mangga muda
67
Keributan di pagi hari
68
Kebaikan hati Galih
69
Perkara gamis
70
Telpon dari Rachel
71
Kehadiran Dion
72
telpon dari istri pertama
73
Cemburu
74
Istri manja
75
Kesedihan Laila
76
Surat cerai.
77
Talak
78
Pergi ke rumah sakit
79
Kekhawatiran Farhan
80
Kondisi Zia
81
Telpon dari ibu
82
Kerapuhan seorang suami
83
Kedatangan Padhe
84
Siuman
85
Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86
Setelah badai berlalu
87
Penyesalan Farhan
88
Bertemu lagi
89
Kekhawatiran seorang ibu
90
Uang dari Abi
91
Tentang Gus Farid
92
Galau
93
Karma memang ada
94
Keinginan untuk merujuk Amira
95
Di rumah Abi
96
Kedekatan Laila dengan Pade
97
Kedatangan Gus Farid
98
Obrolan bersama Dion
99
Cerita Farhan
100
Rujuklah denganku
101
Dua hati yang tersakiti
102
Keinginan Laila
103
Akhir kehidupan Farhan.
104
Pemakaman
105
Keikhlasan
106
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!