Kekhawatiran kakak ipar

Farhan membuka pintu ruang rawat istrinya. Dia menatap anaknya yang sedang menangis pilu di samping ibunya.

"Umi, Umi harus kuat Umi. Hiks...hiks...hiks..." ucap Laila yang sejak tadi masih menguatkan ibunya.

Amira tidak bisa menatap dengan jelas anaknya. Entah kenapa pandangan Amira jadi sedikit kabur. Hanya bola matanya saja yang sejak tadi melirik ke sana kemari.Sementara lehernya, belum bisa untuk bergerak. Begitu juga tulang dada dan tulang di kakinya, masih terasa sangat nyeri.

Amira mendengar suara Farhan dan tangisan Laila. Namun Amira masih sulit untuk bicara, karena sejak tadi dia hanya bisa menahan sakit di beberapa bagian tubuhnya yang terluka.

"Laila, sabar ya," ucap Farhan yang sudah berdiri di sisi Laila.

Laila menatap ayahnya lekat dan menangis.

"Bi, aku kasihan sama Umi Bi. Umi sepertinya nggak dengar aku ngomong. Umi dari tadi cuma nangis dan nyebut-nyebut nama Fauzan. Umi nggak mau nyahutin ucapan Laila," ucap Laila menuturkan di sela-sela tangisannya.

Farhan merangkul bahu Laila dan mengajak Laila menjauh dari ibunya. Farhan harap, Amira tidak mendengar obrolannya dengan Laila.

"Umi kamu belum bisa di ajak komunikasi Nak. Dia masih sakit. Tunggu saja sampai Umi di operasi ya," ucap Farhan lirih.

Laila terkejut dan membelalakkan matanya saat mendengar ucapan ayahnya.

"Apa! di operasi? jadi Umi mau di operasi Abi?" tanya Laila yang sudah menunjukan tampang serius.

Farhan menempelkan jari telunjuknya di bibirnya.

"Sssttt. Jangan kencang-kencang bicaranya Nak. Nanti Umi kamu dengar. Bisa sedih dia nanti,"

"Iya Bi." Laila sudah merendahkan nada bicaranya.

"Iya Nak. Besok, Umi kamu akan di operasi. Kata dokter, Umi kamu harus di operasi karena banyak keretakan di bagian tubuhnya. Terutama di bagian kakinya," lanjut Farhan.

"Retak? apanya yang retak Bi?" tanya Laila penasaran.

"Tulang leher Umi kamu retak. Dan tulang di kedua kaki Umi kamu patah. Dan Umi kamu harus segera di operasi," ucap Farhan kembali menjelaskan.

"Ya Allah Bi. Separah itu kah kondisi Umi. Kenapa harus Umi Bi, kenapa nggak Laila aja yang gantiin Umi. Laila nggak tega melihat Umi kesakitan seperti ini. Andai Laila bisa menggantikan Umi."

"Sssttt. Kamu bicara apa Laila. Kamu nggak boleh bicara seperti itu. Ini semua sudah takdir Laila. Nggak ada yang bisa menolak takdir yang sudah Allah tentukan."

"Aku nggak tega Abi, melihat Umi seperti ini," ucap Laila sembari mengusap air matanya.

"Emang cuma Laila saja yang nggak tega, Abi juga nggak tega melihat Umi kamu seperti ini. Lagian, siapa sih orang yang ingin celaka seperti ini. Nggak ada Laila."

Samar-samar, Amira mendengar obrolan suami dan putrinya. Amira meneteskan air matanya saat mendengar ucapan Farhan. Amira sangat sedih

dengan kondisinya saat ini.

Ya Allah, jadi aku akan di operasi. Kenapa Engkau nggak ambil saja nyawa ku ya Allah, jika hidupku akan menyusahkan semua orang. Dan jika kondisi aku separah ini, lalu bagaimana kondisi Mas Galih dan Fauzan. Apa lebih parah dariku, atau mereka baik-baik saja, batin Amira.

Hiks... hiks...

Farhan dan Laila saling menatap saat mendengar tangisan kecil Amira. Mereka kemudian mendekat ke arah Amira.

Farhan menatap Amira lekat. Dia kemudian meraih tangan Amira dan menggenggamnya erat.

"Umi, Abi seneng banget lihat Umi sudah sadar seperti ini. Abi tidak mau kehilangan Umi. Karena Abi sayang sama Umi," ucap Farhan.

Ucapan Farhan justru semakin membuat Amira sedih. Jika melihat Farhan, dia akan teringat dengan Zia madunya. Dan bayangan di dalam fikirin Amira pun melayang jauh. Dia membayangkan kalau suaminya sudah melakukan malam pertama dengan madunya. Membuat hati Amira semakin sakit.

Kenapa Mas Farhan harus ada di sini. Aku yakin, Mas Farhan pasti sudah melakukan malam pertama dengan wanita itu. Kenapa aku harus melihat Mas Farhan lagi. Aku fikir, kecelakaan itu adalah akhir dari kehidupan aku, batin Amira.

"Umi jangan nangis ya. Umi harus kuat. Ini adalah cobaan untuk kita Umi," ucap Farhan sembari mengusap air mata istrinya. Setelah itu dia mengecup kening dan ke dua pipi Amira.

"Fa... Fauzan..." lirih Amira.

"Mi, jangan fikirin Fauzan ya. Fauzan baik-baik aja di rumah sama ibu," bohong Farhan.

Farhan tahu apa yang ada di dalam fikiran istrinya. Pasti Amira sekarang sedang memikirkan kondisi Fauzan.

Dan Farhan tidak akan memberi tahu apa yang sebenarnya pada Amira tentang Fauzan sebelum Amira benar-benar sembuh dan kuat untuk menerima kenyataan, kalau Fauzan anak kesayangannya itu sudah meninggal.

******

Galih mencoba untuk duduk. Dia sudah tidak betah berlama-lama berada di dalam ruangan rumah sakit. Dia sudah ingin melihat Amira dan Fauzan. Galih merasa bersalah sudah membuat adik ipar dan ponakannya kecelakaan.

"Sepi amat ini ruangan. Kemana sih ibu. Anaknya sakit, bukannya di jengukin dan di temani, malah nggak datang ke sini. Ibu memang dari dulu nggak pernah sayang sama aku. Dia cuma sayang sama Farhan saja. Mentang-mentang dia ustadz, dan aku bukan, aku seperti di anak tiri kan seperti ini," gerutu Galih.

Walau Galih sudah dewasa, namun jika dia sakit, dia juga ingin mendapatkan perhatian dari ibunya. Apalagi Galih sekarang sudah tidak punya istri dan anak. Siapa yang akan memperdulikannya kalau bukan ibunya.

Galih mencoba untuk melepaskan infusannya.

"Akhh..." pekik Galih.

Infusan itu lepas dari tangan Galih, di ikuti dengan darah segar yang mengalir dari tangan lelaki tampan itu.

Galih dan Farhan memang sama-sama tampan. Namun mereka punya sifat yang berbeda. Galih lelaki yang keras kepala dan mudah emosi.

Sementara Farhan punya sifat yang lembut, penyayang, dan penyabar. Dan itu yang membuat Amira sangat mencintai Farhan sampai-sampai dia merelakan dirinya untuk di poligami. Karena dia belum rela untuk melepas lelaki sebaik Farhan.

Galih yang merasakan sakit di bagian tubuhnya, memaksa untuk turun dari tempat tidurnya.

"Lho, Pak Galih, mau ke mana?" tanya suster buru-buru mendekat ke arah Galih.

"Saya sudah tidak betah lama-lama berada di rumah sakit. Saya ingin pulang," ucap Galih memaksa.

"Pak Galih, Pak Galih tidak boleh memaksakan diri seperti ini. Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama Pak Galih." Suster itu tampak khawatir.

"Tapi saya tidak apa-apa Sus. Lihat, saya tidak apa-apa kan. Saya pengin ketemu Amira. Saya ingin melihat kondisinya," ucap Galih.

"Pak Galih, Pak Galih itu baru sembuh. Pak Galih harus banyak istirahat dan jangan banyak gerak dulu. Pak Galih itu masih lemah."

"Sus, biarkan aku ketemu sama Amira. Di mana Amira Sus?" tanya Galih.

"Bu Amira, ada di ruangannya."

"Bagaimana kondisi adik iparku Sus?" tanya Galih.

Suster diam. Dia tampak ragu untuk menceritakan kondisi Amira pada Galih. Namun sejak tadi Galih memaksa diri untuk ke ruangan Amira.

"Sus, aku mau ke ruangan Amira. Tolong antar kan aku Sus."

Suster menatap Galih lekat.

"Baik Pak Galih. Pak Galih tunggu di sini ya. Saya akan mengambil kursi roda dulu."

Galih mengangguk.

Episodes
1 POV Amira
2 Kejujuran
3 Di rumah mertua
4 Penasaran
5 Demam
6 Gadis miskin
7 Ijab kabul
8 Percaya
9 Pulang
10 Kabar mengejutkan
11 Kepergian anak lelaki
12 Kejutan di makam
13 Siapa Zia
14 Ceraikan anak ku!
15 Siuman
16 Tangisan Laila
17 Kekhawatiran kakak ipar
18 Kemarahan Farhan
19 Teguran Dokter
20 Gelisah
21 Di ruang operasi
22 Sebuah kebohongan
23 Telpon dari istri muda
24 Bersama Galih
25 Berkemas
26 Tangis seorang ibu
27 Mengecewakan
28 Pergi ke istri ke dua
29 Luka batin Amira
30 Kedatangan ibu ke rumah
31 Kemarahan ibu mertua
32 Kekecewaan ibu mertua
33 Kesal
34 Obrolan Galih dan ibunya
35 Ketiduran
36 Pergi diam-diam
37 Sekali kecewa akan tetap kecewa
38 Cekcok
39 Kedatangan ibu dan kakak
40 karma
41 Ceraikan saja Zia
42 Ditinggal pergi lagi
43 Drama queen
44 Jebakan Zia
45 Berubah
46 Abi lebih mentingin istri barunya
47 Kebohongan Zia
48 Macet
49 Bisik-bisik tetangga
50 Kehilangan uang
51 Kemarahan Amira
52 Kecewa
53 Keinginan Laila
54 Sudah berlalu
55 Kedatangan Zia
56 Basa-basi Zia
57 Makan bersama
58 Dukungan Galih.
59 Teman-teman Laila.
60 Orang ke tiga
61 Sakit parah
62 Sekarat
63 Hamil
64 Izin dari ibu
65 Berkemas
66 Mangga muda
67 Keributan di pagi hari
68 Kebaikan hati Galih
69 Perkara gamis
70 Telpon dari Rachel
71 Kehadiran Dion
72 telpon dari istri pertama
73 Cemburu
74 Istri manja
75 Kesedihan Laila
76 Surat cerai.
77 Talak
78 Pergi ke rumah sakit
79 Kekhawatiran Farhan
80 Kondisi Zia
81 Telpon dari ibu
82 Kerapuhan seorang suami
83 Kedatangan Padhe
84 Siuman
85 Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86 Setelah badai berlalu
87 Penyesalan Farhan
88 Bertemu lagi
89 Kekhawatiran seorang ibu
90 Uang dari Abi
91 Tentang Gus Farid
92 Galau
93 Karma memang ada
94 Keinginan untuk merujuk Amira
95 Di rumah Abi
96 Kedekatan Laila dengan Pade
97 Kedatangan Gus Farid
98 Obrolan bersama Dion
99 Cerita Farhan
100 Rujuklah denganku
101 Dua hati yang tersakiti
102 Keinginan Laila
103 Akhir kehidupan Farhan.
104 Pemakaman
105 Keikhlasan
106 Ekstra part
Episodes

Updated 106 Episodes

1
POV Amira
2
Kejujuran
3
Di rumah mertua
4
Penasaran
5
Demam
6
Gadis miskin
7
Ijab kabul
8
Percaya
9
Pulang
10
Kabar mengejutkan
11
Kepergian anak lelaki
12
Kejutan di makam
13
Siapa Zia
14
Ceraikan anak ku!
15
Siuman
16
Tangisan Laila
17
Kekhawatiran kakak ipar
18
Kemarahan Farhan
19
Teguran Dokter
20
Gelisah
21
Di ruang operasi
22
Sebuah kebohongan
23
Telpon dari istri muda
24
Bersama Galih
25
Berkemas
26
Tangis seorang ibu
27
Mengecewakan
28
Pergi ke istri ke dua
29
Luka batin Amira
30
Kedatangan ibu ke rumah
31
Kemarahan ibu mertua
32
Kekecewaan ibu mertua
33
Kesal
34
Obrolan Galih dan ibunya
35
Ketiduran
36
Pergi diam-diam
37
Sekali kecewa akan tetap kecewa
38
Cekcok
39
Kedatangan ibu dan kakak
40
karma
41
Ceraikan saja Zia
42
Ditinggal pergi lagi
43
Drama queen
44
Jebakan Zia
45
Berubah
46
Abi lebih mentingin istri barunya
47
Kebohongan Zia
48
Macet
49
Bisik-bisik tetangga
50
Kehilangan uang
51
Kemarahan Amira
52
Kecewa
53
Keinginan Laila
54
Sudah berlalu
55
Kedatangan Zia
56
Basa-basi Zia
57
Makan bersama
58
Dukungan Galih.
59
Teman-teman Laila.
60
Orang ke tiga
61
Sakit parah
62
Sekarat
63
Hamil
64
Izin dari ibu
65
Berkemas
66
Mangga muda
67
Keributan di pagi hari
68
Kebaikan hati Galih
69
Perkara gamis
70
Telpon dari Rachel
71
Kehadiran Dion
72
telpon dari istri pertama
73
Cemburu
74
Istri manja
75
Kesedihan Laila
76
Surat cerai.
77
Talak
78
Pergi ke rumah sakit
79
Kekhawatiran Farhan
80
Kondisi Zia
81
Telpon dari ibu
82
Kerapuhan seorang suami
83
Kedatangan Padhe
84
Siuman
85
Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86
Setelah badai berlalu
87
Penyesalan Farhan
88
Bertemu lagi
89
Kekhawatiran seorang ibu
90
Uang dari Abi
91
Tentang Gus Farid
92
Galau
93
Karma memang ada
94
Keinginan untuk merujuk Amira
95
Di rumah Abi
96
Kedekatan Laila dengan Pade
97
Kedatangan Gus Farid
98
Obrolan bersama Dion
99
Cerita Farhan
100
Rujuklah denganku
101
Dua hati yang tersakiti
102
Keinginan Laila
103
Akhir kehidupan Farhan.
104
Pemakaman
105
Keikhlasan
106
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!