Gadis miskin

"Mas Galih tahu dari mana soal ini? apakah Mas Farhan sudah memberi tahu Mas Galih tentang ini?" tanyaku pada Mas Galih. 

"Aku tahu dari ibu tadi. Aku  benar-benar nggak nyangka sama suami kamu itu. Sok banget sih dia mau punya dua istri. Bisa-bisanya dia ingin nikah lagi. Menafkahi dan mengatur satu istri saja susah, dia gayanya mau nikah lagi," ucap Mas Galih dengan nada mengejek. 

"Orang susah aja pengin punya dua istri. Emang dia bisa adil dengan ke dua istrinya nanti ? bodohnya si Farhan ini," lanjut Mas Galih.

Mas Galih kembali menatapku. 

"Lalu kamu sudah mengizinkan dia nikah lagi Mir?" tanya Mas Galih. 

Aku hanya menganggukan kepalaku pelan.

"Ah, kamu juga sama bodohnya. Orang suami mau nikah lagi, kamu izinin. Kalian itu nggak akan bakal bertahan lama jika menjalani kehidupan rumah tangga seperti itu. Yakinlah, padaku. Sebentar saja rumah tangga kalian bakal bubar," ucap Mas Galih dengan tatapan sinisnya.

Aku tahu Mas Galih dan ibu tidak menyetujui keinginan suamiku. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Karena Mas Farhan juga sudah bulat dengan keputusannya. Dan aku juga sudah terlanjur menyetujuinya.

"Galih, sudahlah. Jangan bicara macam-macam.  Itu sudah keputusan mereka. Tidak usah kamu ikut campur. Itu urusan Amira dan Farhan. Kan mereka yang akan menjalaninya," ucap ibu.

"Tidak masalah sekarang bu, tapi bagaimana nantinya. Ngomong sih gampang. Tapi menjalaninya aku yakin, Amira tidak akan mungkin sanggup Bu."

"Ya sudahlah. Biarkan saja. Lagian, Amira juga sudah ikhlas kok."

"Ibu ini kan seorang wanita juga. Kenapa ibu malah mendukung anak ibu mau kawin lagi. Aku saja yang lelaki membina rumah tangga dengan satu wanita saja sulit, bahkan sampai ada perceraian di antara kami. Bagaimana kalau punya  dua istri."

"Itu kan kamu. Kalau Farhan itu kan beda. Kalau Farhan bisa adil ya nggak apa-apa kalau dia mau punya dua atau tiga istri. Biar kan saja. Tugas kita cuma mendukung dan mendoakan saja yang terbaik untuk mereka," ucap ibu panjang lebar.

"Ya, terserah mereka saja sih. Aku sih sebagai kakak sudah mengingatkan. Kalau nggak mau di ingatkan ya sudah. Nggak apa-apa. Kalau terjadi apa-apa sama pernikahan mereka, aku pun nggak akan mau ngurusin."

****

Sore ini aku, Mas Farhan, ibu dan Mas Galih, sudah sampai di depan rumah Zia. Aku sejak tadi masih menatap rumah pagar kecil, yang letaknya berada di pinggiran sawah.

Seharusnya aku tidak ikut datang ke rumahnya Zia. Karena kedatangan ibu, Mas Farhan, dan Mas Galih untuk melamar gadis itu.

Keputusan Mas Farhan untuk menikahi Zia sudah bulat. Sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi. Ibu dan Mas Galih sudah mengingatkan Mas Farhan berkali-kali agar dia mau mengurungkan niatnya untuk menikah lagi.

Tapi Mas Farhan tidak pernah mau mendengarkan perkataan mereka. Mas Farhan masih ngotot ingin menikah dengan gadis itu. Dan sudah tidak ada yang bisa lagi menghalangi keinginan Mas Farhan.

"Assalamualaikum," ucap kami serempak setelah sampai di depan rumah Zia.

Tidak ada jawaban dari dalam rumah itu.

"Kamu yakin, ini rumahnya?" tanya ibu pada Mas Farhan.

Ibu tampaknya tidak yakin kalau rumah ini adalah rumah Zia. Karena rumah yang kami datangi sangat jelek dan kecil.

"Iya Bu. Ini memang benar rumah Zia. Aku sudah sering ngantar Zia ke sini," jawab Mas Farhan.

"Farhan. Kamu yakin ingin menikah dengan gadis yang rumahnya saja jelek dan nggak layak ditinggali seperti ini," ucap ibu lagi.

"Bu, aku mau menikahi Zia karena Allah. Aku ingin membantu dia saja Bu. Kasihan dia. Dia itu gadis yatim piatu, yang hidupnya serba kekurangan. Kakeknya juga lagi sakit keras. Nggak apa-apa kan Bu, selama tujuan aku baik."

"Membantu bukan dengan menikahi juga kali Farhan, alasan saja kamu itu, bilang saja kalau kamu itu pengin punya dua istri," celetuk Mas Galih.

"Kenapa rumahnya sepi banget Farhan?" tanya ibu.

"Aku juga tidak tahu Bu, tapi aku sudah bilang kok sama Zia, kalau sore ini aku mau datang ke sini," jawab Mas Farhan.

Beberapa saat kemudian, seorang gadis cantik membuka pintu rumahnya.

Kami semua terkejut saat melihat gadis itu. Gadis itu terlihat sangat cantik, wajahnya putih, hidungnya mancung, tubuhnya juga tinggi.

Mungkinkah gadis ini adalah gadis yang bernama Zia?

Mas Galih tidak berkedip saat menatap gadis cantik itu. Sesekali dia berdecak kagum. Begitu juga dengan ibu. Mereka masih bengong menatap gadis muda yang ada di depan kami.

Sementara Mas Farhan dan gadis itu saling melempar senyum.

"Wa'alakiumsalam ustadz," ucap gadis cantik itu.

"Zia," ucap Mas Farhan.

Zia mencium punggung tangan ibu. Dia juga meraih tanganku dan mencium punggung tanganku.

"Pasti Mbak Amira kan?" terka Zia saat menatapku.

"Iya Zi. Ini istri aku, ini ibu aku, dan ini Kakak aku" ucap Mas Farhan memperkenalkan kami semua pada Zia.

"Ustadz silahkan masuk ustadz." Zia mempersilahkan kami masuk ke dalam rumahnya.

Kami kemudian berjalan masuk ke dalam rumah Zia. Sesampainya di ruang tamu, kami mendengar suara orang batuk-batuk.

Uhuk uhuk uhuk...

"Siapa itu yang batuk-batuk?" tanya ibu pada Zia.

"Dia kakek aku. Dia lagi sakit," Jawab Zia.

"Sakit apa?" tanya ibu.

"Kata dokter sih, kakek sakit paru-paru. Dokter juga sudah menyarankan pada saya untuk membawa kakek ke rumah sakit. Tapi saya tidak punya uang untuk membawa kakek berobat," ucap Zia menjelaskan.

"Silahkan duduk Bu, Mbak, Mas," Zia mempersilahkan kami duduk.

Kami kemudian duduk di kursi kayu panjang yang ada di ruang tamu rumah Zia. Rumah Zia tampak begitu sempit.

Dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu, dan lantainya juga masih dari tanah. Begitu memprihatinkan.

Aku tidak tahu, apa yang di cari dari gadis seperti Zia oleh suamiku. Benarkah, suami ku ingin membantu Zia dengan menikahinya. Tapi apakah membantu kesulitan seseorang harus dengan menikahinya. Atau suamiku menikahi gadis itu, karena melihat dari parasnya saja.

"Tunggu ya, aku mau panggil kakek," ucap Zia.

Dengan terburu-buru, Zia pergi ke kamar untuk memanggil kakeknya. Beberapa saat kemudian, Zia kembali dengan membawa seorang lelaki tua dan menggandengnya mendekat ke arah kami.

Kakek itu mengajak kami semua bersalaman. Setelah itu kakek Zia duduk berbaur bersama kami semua.

"Buatkan minum Zi, untuk mereka," ucap Kakek Zia memerintah Zia untuk mengambilkan kami minum.

"Iya Kek."

Zia kemudian pergi ke dapur meninggalkan kami untuk membuat minum.

Beberapa saat kemudian, dia datang sembari membawa beberapa gelas teh manis hangat. Dia kemudian meletakkannya di atas meja kayu.

"Silahkan diminum Mas, Mbak, Bu," ucap Zia pada kami.

Kami hanya mengangguk.

"Duduklah Zi," ucap Kakek Zia.

Uhuk...uhuk...uhuk...

Kakek Zia kembali terbatuk-batuk. Aku jadi merasa iba pada kondisinya.

"Maafkan saya, dada saya sakit. Saya batuk-batuk terus dari kemarin," ucap Kakek Zia.

Terpopuler

Comments

Lisandria Zanetti

Lisandria Zanetti

membantu enggak harus menikahi juga Farhan....

2023-07-07

0

aqil siroj

aqil siroj

alasam klasik...
adil diawal... entar kalau udah nikah yg tua ditelantarin...
cewek zaman Now yg penting hidup enak entah itu milik orang lain ya diembat juga

2023-05-24

2

lihat semua
Episodes
1 POV Amira
2 Kejujuran
3 Di rumah mertua
4 Penasaran
5 Demam
6 Gadis miskin
7 Ijab kabul
8 Percaya
9 Pulang
10 Kabar mengejutkan
11 Kepergian anak lelaki
12 Kejutan di makam
13 Siapa Zia
14 Ceraikan anak ku!
15 Siuman
16 Tangisan Laila
17 Kekhawatiran kakak ipar
18 Kemarahan Farhan
19 Teguran Dokter
20 Gelisah
21 Di ruang operasi
22 Sebuah kebohongan
23 Telpon dari istri muda
24 Bersama Galih
25 Berkemas
26 Tangis seorang ibu
27 Mengecewakan
28 Pergi ke istri ke dua
29 Luka batin Amira
30 Kedatangan ibu ke rumah
31 Kemarahan ibu mertua
32 Kekecewaan ibu mertua
33 Kesal
34 Obrolan Galih dan ibunya
35 Ketiduran
36 Pergi diam-diam
37 Sekali kecewa akan tetap kecewa
38 Cekcok
39 Kedatangan ibu dan kakak
40 karma
41 Ceraikan saja Zia
42 Ditinggal pergi lagi
43 Drama queen
44 Jebakan Zia
45 Berubah
46 Abi lebih mentingin istri barunya
47 Kebohongan Zia
48 Macet
49 Bisik-bisik tetangga
50 Kehilangan uang
51 Kemarahan Amira
52 Kecewa
53 Keinginan Laila
54 Sudah berlalu
55 Kedatangan Zia
56 Basa-basi Zia
57 Makan bersama
58 Dukungan Galih.
59 Teman-teman Laila.
60 Orang ke tiga
61 Sakit parah
62 Sekarat
63 Hamil
64 Izin dari ibu
65 Berkemas
66 Mangga muda
67 Keributan di pagi hari
68 Kebaikan hati Galih
69 Perkara gamis
70 Telpon dari Rachel
71 Kehadiran Dion
72 telpon dari istri pertama
73 Cemburu
74 Istri manja
75 Kesedihan Laila
76 Surat cerai.
77 Talak
78 Pergi ke rumah sakit
79 Kekhawatiran Farhan
80 Kondisi Zia
81 Telpon dari ibu
82 Kerapuhan seorang suami
83 Kedatangan Padhe
84 Siuman
85 Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86 Setelah badai berlalu
87 Penyesalan Farhan
88 Bertemu lagi
89 Kekhawatiran seorang ibu
90 Uang dari Abi
91 Tentang Gus Farid
92 Galau
93 Karma memang ada
94 Keinginan untuk merujuk Amira
95 Di rumah Abi
96 Kedekatan Laila dengan Pade
97 Kedatangan Gus Farid
98 Obrolan bersama Dion
99 Cerita Farhan
100 Rujuklah denganku
101 Dua hati yang tersakiti
102 Keinginan Laila
103 Akhir kehidupan Farhan.
104 Pemakaman
105 Keikhlasan
106 Ekstra part
Episodes

Updated 106 Episodes

1
POV Amira
2
Kejujuran
3
Di rumah mertua
4
Penasaran
5
Demam
6
Gadis miskin
7
Ijab kabul
8
Percaya
9
Pulang
10
Kabar mengejutkan
11
Kepergian anak lelaki
12
Kejutan di makam
13
Siapa Zia
14
Ceraikan anak ku!
15
Siuman
16
Tangisan Laila
17
Kekhawatiran kakak ipar
18
Kemarahan Farhan
19
Teguran Dokter
20
Gelisah
21
Di ruang operasi
22
Sebuah kebohongan
23
Telpon dari istri muda
24
Bersama Galih
25
Berkemas
26
Tangis seorang ibu
27
Mengecewakan
28
Pergi ke istri ke dua
29
Luka batin Amira
30
Kedatangan ibu ke rumah
31
Kemarahan ibu mertua
32
Kekecewaan ibu mertua
33
Kesal
34
Obrolan Galih dan ibunya
35
Ketiduran
36
Pergi diam-diam
37
Sekali kecewa akan tetap kecewa
38
Cekcok
39
Kedatangan ibu dan kakak
40
karma
41
Ceraikan saja Zia
42
Ditinggal pergi lagi
43
Drama queen
44
Jebakan Zia
45
Berubah
46
Abi lebih mentingin istri barunya
47
Kebohongan Zia
48
Macet
49
Bisik-bisik tetangga
50
Kehilangan uang
51
Kemarahan Amira
52
Kecewa
53
Keinginan Laila
54
Sudah berlalu
55
Kedatangan Zia
56
Basa-basi Zia
57
Makan bersama
58
Dukungan Galih.
59
Teman-teman Laila.
60
Orang ke tiga
61
Sakit parah
62
Sekarat
63
Hamil
64
Izin dari ibu
65
Berkemas
66
Mangga muda
67
Keributan di pagi hari
68
Kebaikan hati Galih
69
Perkara gamis
70
Telpon dari Rachel
71
Kehadiran Dion
72
telpon dari istri pertama
73
Cemburu
74
Istri manja
75
Kesedihan Laila
76
Surat cerai.
77
Talak
78
Pergi ke rumah sakit
79
Kekhawatiran Farhan
80
Kondisi Zia
81
Telpon dari ibu
82
Kerapuhan seorang suami
83
Kedatangan Padhe
84
Siuman
85
Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86
Setelah badai berlalu
87
Penyesalan Farhan
88
Bertemu lagi
89
Kekhawatiran seorang ibu
90
Uang dari Abi
91
Tentang Gus Farid
92
Galau
93
Karma memang ada
94
Keinginan untuk merujuk Amira
95
Di rumah Abi
96
Kedekatan Laila dengan Pade
97
Kedatangan Gus Farid
98
Obrolan bersama Dion
99
Cerita Farhan
100
Rujuklah denganku
101
Dua hati yang tersakiti
102
Keinginan Laila
103
Akhir kehidupan Farhan.
104
Pemakaman
105
Keikhlasan
106
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!