Setelah lama Zia menunggu suaminya, akhirnya Farhan masuk juga ke dalam kamarnya. Zia menatap Farhan lekat.
"Kenapa kamu lama sekali ke kamar mandinya Mas?" tanya Zia.
"Maaf Zi. Perutku mules banget tadi. Mungkin aku kebanyakan makan pedas."
"Mas, ada telpon nih buat kamu," ucap Zia sembari menyodorkan ponsel Farhan.
"Telpon dari siapa?" tanya Farhan.
Zia mengedikan bahunya.
"Aku nggak tahu. Nomer baru tadi yang nelpon. Kamu telpon balik aja Mas! siapa tahu penting."
"Iya."
Farhan mengambil ponselnya dari tangan Zia. Dia kemudian menelpon balik nomer yang menelponnya itu.
"Halo..."
"Halo, ini benar nomernya Nak Farhan?"
"Iya, benar. Ini siapa ya?"
"Saya Pak Supri. Saya ingin memberitahu Nak Farhan. Kalau tadi Nak Galih kecelakaan di jalan."
"Apa! Kakak saya kecelakaan? terus bagaimana kondisinya?"
"Tadi Nak Galih bersama seorang wanita membawa anak kecil, di larikan ke rumah sakit. Sementara motornya rusak parah."
Deg.
Jantung Farhan seakan mau keluar dari tempatnya saat mendengar ucapan Pak Supri. Setetes air mata Farhan jatuh begitu saja dari pelupuk matanya.
Mas Galih kecelakaan. Terus bagaimana dengan istri dan anakku, batin Farhan.
Farhan syok bukan main saat mendengar kabar mengejutkan dari Pak Supri tetangga dekat rumahnya. Ponsel yang ada di tangannya dia jatuh kan begitu saja saking syok nya.
Zia juga tampak syok saat mendengar kabar itu. Zia menatap Farhan lekat.
"Mas Farhan, ada apa?" tanya Zia.
Farhan diam. Tubuhnya sudah melemas tak berdaya saat mendengar kabar mengejutkan itu. Dia terduduk di sisi tempat tidurnya.
"Halo... halo..."
"Halo... halo..."
Suara Pak Supri dari balik telpon masih terdengar. Zia menatap ponsel Farhan dan mengambilnya dari lantai.
"Mas, ini ponsel kamu," Zia menyodorkan kembali ponsel itu di depan suaminya.
"Kakak, istri dan anakku barusan kecelakaan. Dan mereka sudah di bawa ke rumah sakit," lirih Farhan sembari mengusap air matanya kasar.
"Ya Allah, kenapa bisa jadi begini Mas."
Farhan mengambil ponselnya yang ada di tangan Zia. Dia kemudian melanjutkan obrolannya dengan Pak Supri.
"Halo Nak Farhan..."
"Iya halo Pak. Terus sekarang bagaimana kondisi kakak, anak dan istri saya?"
"Kalau itu saya tidak tahu. Saya cuma lihat mereka di jalan. Sepertinya kecelakaannya cukup parah. Kalau Nak Farhan mau lihat sendiri, Nak Farhan bisa datang ke rumah sakit. Karena barusan mereka dibawa ke rumah sakit oleh orang-orang dan polisi."
"Makasih ya Pak. Sudah memberi tahu saya soal ini."
"Iya. Kalau begitu, sudah dulu ya Nak Farhan. Saya mau pulang."
"Iya. Assalamualaikum."
"Wa'alakiumsalam."
Setelah menutup telponnya, Farhan bergegas untuk mengambil jaketnya. Sebelum pergi, dia menghampiri Zia dan menatapnya lekat.
"Zi. Aku harus pergi ke rumah sakit sekarang," ucap Farhan.
Sebenarnya Zia tidak rela Farhan harus meninggalkan malam pertamanya. Namun karena keadaan darurat, tidak ada pilihan lain untuk Zia, kecuali Zia mengizinkan suaminya pergi.
"Iya Mas. Silahkan kalau kamu mau pergi. Tapi, apa aku boleh ikut?" tanya Zia.
"Jangan Zi. Udah malam. Kalau kamu ikut, ibu nanti nyariin. Ibu sekarang pasti sudah tidur. Kamu di sini saja, jagain rumah dan jagain ibu."
"Iya Mas."
Sebelum pergi, Zia mencium tangan Farhan. Setelah berpamitan pada istrinya, Farhan kemudian pergi meninggalkan rumahnya.
Farhan mengambil kunci motornya. Setelah itu dia meluncur pergi dengan motornya.
Setelah menempuh beberapa menit perjalanan sampai ke rumah sakit, Farhan akhirnya sampai juga di depan rumah sakit. Farhan memarkirkan motornya di parkiran motor. Setelah itu, Farhan pun melangkah masuk ke dalam rumah sakit itu.
Sebelum masuk ke dalam, Farhan menghampiri suster penjaga.
"Suster, apa di rumah sakit ini ada pasien atas nama Galih dan Amira?" tanya Farhan.
"Tunggu ya, saya cek dulu," ucap suster itu sembari membuka buku daftar pasien.
"Amira dan Galih, bukannya pasien kecelakaan yang barusan ya?"
"Iya Sus. Sekarang mereka ada di mana?" tanya Farhan.
"Mereka saat ini masih ada di ruang UGD. Mereka masih dalam penanganan dokter."
"Oh di mana ruang UGD nya?"
"Bapak lurus aja ke sana. Setelah itu bapak belok kiri dan di situ ruangannya."
"Baiklah kalau begitu. Terimakasih banyak ya Sus."
Farhan kemudian buru-buru melangkah ke ruang UGD. Di mana anak, istri dan kakaknya berada.
Farhan duduk sembari menunggu dokter keluar. Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang UGD.
"Apa itu, dokter yang menangani istriku," ucap Farhan..
Farhan kemudian mendekat ke arah dokter.
"Dokter, bagaimana kondisi Amira dan Mas Galih?" tanya Farhan pada dokter.
"Anda siapa ya? apa anda keluarga pasien?'
"Iya Dok. Nama saya Farhan. Saya suaminya Amira. Dan Galih adalah kakak kandung saya. Dan anak bayi yang bersama mereka, itu anak saya Dok."
"Pak Farhan, sabar ya. Banyak-banyak saja berdoa, mudah-mudahan istri, anak dan kakak anda, bisa melewati masa kritisnya. Karena mereka sekarang dalam keadaan kritis."
Farhan terkejut saat mendengar ucapan Dokter.
"Kritis?" Farhan menatap dokter lekat.
"Iya Pak Farhan. Mereka bertiga sekarang dalam keadaan kritis. Dan kami sedang berusaha semaksimal mungkin untuk menangani mereka."
"Dokter, tolong lakukan yang terbaik untuk istri, anak dan kakak saya. Saya belum siap kehilangan mereka Dok."
"Iya Pak Farhan. Kami akan berusaha. Kalau begitu bapak tunggu di sini saja dulu."
"Apa saya boleh melihat mereka? saya khawatir banget sama mereka Dok."
"Maaf Pak Farhan, untuk saat ini,mereka belum bisa dijenguk. Mungkin setelah kondisi mereka membaik, anda bisa menemuinya."
Setelah berpamitan pada Farhan, Dokter pun kemudian pergi meninggalkan ruangan itu. Sementara Farhan bingung dengan apa yang harus dia lakukan saat ini.
Farhan kembali duduk di ruang tunggu. Dia kemudian mencoba untuk menghubungi keluarganya. Termasuk mertuanya.
"Duh, kenapa semua orang nggak ada yang bisa dihubungi. Aku mau hubungin ibu, kasihan dia baru tidur dan ibu pasti syok saat mendengar semua ini," ucap Farhan.
Sejak tadi, dia masih mencoba untuk menghubungi keluarga istrinya, namun tidak ada yang mengangkat panggilannya. Sepertinya mereka semua sudah tidur karena waktu saat ini sudah malam.
"Aku telpon Zia aja deh, siapa tahu dia belum tidur," ucap Farhan.
Farhan kemudian menelpon Zia untuk memberi tahu kondisi Amira dan Galih.
"Halo..."
"Halo Zi. Kamu belum tidur?"
"Belum Mas. Bagaimana aku bisa tidur, aku aja masih mengkhawatirkan kondisi Mas Galih dan Mbak Amira. Bagaimana kondisi mereka Mas? mereka baik-baik saja kan?"
"Mereka masih kritis Zi. Sepertinya kecelakaannya parah banget Zi. Katanya motor Mas Galih juga sampai hancur."
"Kritis? kasihan banget kalau begitu Mbak Amira, Fauzan dan Mas Galih. Terus sekarang motornya di mana?"
"Mungkin masih ada sama polisi Zi."
"Ya ampun. Ya udah Mas. Kamu tungguin aja mereka. Besok aku ke sana sama ibu. Ibu sekarang udah tidur. Dan aku nggak bisa tidur Mas. Aku masih kefikiran aja."
"Zi. Kamu harus tidur Zi. Maafkan aku, aku nggak bisa menemani kamu tidur malam ini."
"Nggak apa-apa Mas. Yang penting Mbak Amira dan Mas Galih dulu. Nggak usah fikirin aku."
"Makasih banyak ya Zi, untuk pengertiannya. Udah dulu ya Zi. Kamu tidur, nggak usah mikirin apa-apa. Kalau besok ibu bangun, kamu ajak saja ibu ke sini. Aku benar-benar lagi butuh support dari kalian."
"Iya Mas."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments