Kemarahan Farhan

Beberapa saat kemudian, suster menghampiri Galih dengan membawa kursi roda. Suster kemudian membantu Galih untuk naik ke atas kursi roda itu.

Setelah itu, suster mendorong Galih sampai ke depan ruang rawat Amira. Di depan ruang rawat Amira, tampak Laila sedang duduk menunggu ayahnya.

"Laila," ucap Galih.

Laila tersenyum saat melihat Galih.

"Pade," ucap Laila sembari mendekat ke arah Galih.

Sejak ada di rumah sakit, Laila tidak menjenguk Galih, Laila sampai lupa kalau Padenya juga ada di rumah sakit ini juga.

"Laila, di mana Umi kamu?" tanya Galih.

"Ada di dalam Pade," jawab Laila.

"Dia di dalam sama siapa? nenek Aminah ada nggak di dalam?"

Laila menggeleng.

"Nggak ada siapa-siapa di dalam Pade."

"Ayah kamu kemana?"

"Ayah lagi sholat di mushola."

Suster menatap Laila.

"Dek, tolong antarkan pade kamu untuk ketemu ibu kamu ya di dalam, soalnya suster masih banyak kerjaan," ucap suster.

Laila menatap suster lekat.

"Iya Sus. Makasih ya Sus, udah ngantar pade ke sini."

Suster mengangguk. "Iya."

Laila kemudian membuka pintu ruangan ibunya. Setelah itu dia mendorong Padenya masuk ke dalam ruangan ibunya.

Laila masuk ke ruangan ibunya sembari mendorong kursi roda Galih sampai mendekati ranjang tempat ibunya berbaring.

Galih menatap Amira yang saat ini masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Entah kenapa, Galih merasa iba dan tidak tega saat melihat Amira.

Amira saat ini masih tertidur. Dia merasakan mengantuk setelah minum obat. Mungkin itu pengaruh obat yang di minumnya tadi.

"Bagaimana kondisi ibu kamu?" tanya Galih pada Laila.

"Kata dokter, besok bunda mau di operasi."

Galih terkejut saat mendengar ucapan Laila. Galih kemudian menatap Laila lekat.

"Di operasi? kenapa harus di operasi."

"Kata ayah, ke dua tulang di kaki bunda patah."

"Apa! patah? dua-duanya?"

"Iya. Makanya bunda mau di operasi. Dan ada keretakan di tulang bagian lehernya. Makanya bunda nggak bisa bergerak."

Galih mengusap wajahnya kasar. Merasa bersalah dengan apa yang sudah terjadi pada adik iparnya.

"Maafkan pade. Ini semua salah pade."

"Pade jangan menyalahkan diri Pade. Semua ini sudah musibah Pade. Tidak ada yang bisa menolak takdir yang sudah digariskan Allah pada kita."

Setetes air mata Galih mengalir begitu saja dari pelupuk matanya. Galih meraih tangan Amira dan menggenggamnya erat.

"Mir, maafkan Mas Galih ya Mir. Mas Galih sudah membuat kamu seperti ini. Seandainya Mas Galih lebih berhati-hati lagi menyetirnya, pasti kejadiannya tidak akan seperti ini," ucap Galih.

"Assalamualaikum," ucap Farhan setelah sampai di dalam ruangan Amira.

Galih menoleh ke belakang di mana adiknya berdiri.

"Wa'alakiumsalam," ucap Galih dan Laila bersamaan.

"Farhan, kenapa kondisi Amira bisa seperti ini Farhan. Benarkah kalau Amira besok mau di Operasi?" tanya Galih.

"Iya Mas."

"Dan benarkah kalau ke dua kaki Amira patah."

"Iya. Tapi Mas Galih tenang saja. Aku akan berusaha untuk mengobati Amira sampai dia sembuh dan dia bisa jalan lagi."

"Ini semua gara-gara aku Farhan. Maafkan aku ya Farhan," ucap Galih penuh penyesalan.

"Mas Galih jangan menyalahkan diri sendiri. Semua ini sudah takdir Mas."

"Iya. Takdir memang nggak ada yang tahu Farhan. Begitu juga dengan umur manusia juga nggak ada yang tahu."

"Seharusnya aku orang yang paling pantas untuk disalahkan di sini Mas. Kalau seandainya malam itu aku mau mengantar Amira pulang, mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini," ucap Farhan sedih.

"Kamu bilang ini sudah takdir. Gimana sih Farhan. Kamu malah menyalahkan diri kamu sendiri. Kalau takdir itu tidak ada yang harus disalahkan. Seandainya kamu dan Amira yang kecelakaan, siapa yang akan merawat Amira dan menemani Laila di sini," ucap Galih.

"Dan kalau seandainya kamu yang celaka, pasti kamu nggak bisa malam pertama dong dengan istri ke dua kamu," lanjut Galih sekenanya.

Ucapan Galih membuat wajah Farhan memerah. Tidak seharusnya Galih mengatakan kata-kata itu di depan Laila.

"Mas, apa sih maksud kamu."

Galih melirik ke arah ponakannya. Iya, memang tidak seharusnya Galih mengatakan kata-kata itu di depan Laila. Seandainya tidak ada Laila, mungkin Galih sudah menyindir Farhan dengan sindiran yang begitu pedas.

Galih mengalihkan pembicaraannya.

"Di mana ibu? dia nggak ke sini?" tanya Galih.

"Tadi pagi dia ke sini. Orang tua Amira juga ke sini. Tapi cuma sebentar. Karena kami semua harus mengurus pemakaman Fauzan dulu."

Deg.

Jantung Galih hampir lompat dari tempatnya saat mendengar ucapan Farhan.

"Fauzan meninggal Farhan?"

"Iya. Mungkin Fauzan nggak kuat menanggung sakit luka-luka yang ada di dalam tubuhnya. Amira saja yang sudah dewasa, remuk semua tubuhnya. Bagaimana Fauzan yang masih bayi," ucap Farhan.

Galih menghela nafas dalam. Mencoba bersabar untuk semua yang sudah terjadi.

"Mas Galih gimana sih kalau bawa motor. Bisa bawa motor nggak sih?" Farhan tiba-tiba saja berucap ketus pada Galih. Dia sekarang jadi menyalahkan kakaknya.

"Ya bisa lah. Sebenarnya ada masalah di motorku Farhan."

"Masalah apa?" tanya Farhan.

"Sudah lama motor aku belum aku servis Farhan. Aku nggak tahu, kalau rem motornya itu benar-benar blong."

"Gimana sih Mas. Kamu sudah mencelakai istri dan sudah membuat anakku meninggal," ucap Farhan yang tampak kesal dengan kakaknya.

"Kok kamu jadi nyalahin aku. Kata kamu takdir. Biasanya juga aku nggak pernah boncengin istri kamu. Baru kali ini, aku boncengin istri dan anak kamu. Dan namanya juga takdir, jadi nggak ada yang tahu kalau akan seperti ini kejadiannya."

Di sela-sela Galih dan Farhan ngobrol, Laila mendekat ke arah ayahnya.

"Abi, aku mau ke mushola dulu ya. Mau sholat."

Farhan tersenyum dan mengangguk.

"Iya La. Mau Abi antar?"

"Nggak usah Abi. Abi di sini aja jagain Umi."

Setelah berpamitan pada ayahnya, Laila kemudian pergi meninggalkan ruangan ibunya. Setelah Laila pergi, Galih menatap Farhan sinis.

"Seharusnya kamu sekarang itu ada di rumah, dan menikmati malam-malam indah kamu bersama istri baru kamu Farhan. Dan biarkan ibu yang menjaga Amira di sini."

"Kenapa kamu bicara seperti itu Mas? apa maksud kamu?" tanya Farhan yang sudah mulai kesal dengan ucapan Galih.

"Aku nggak ada maksud apa-apa. Cuma apa kamu nggak kasihan sama istri baru kamu. Dia itu baru dinikahi kemarin, kamu malah lebih memilih menjaga Amira di sini. Seharusnya kamu menikmati malam-malam kamu bersama Zia."

Farhan tampak marah pada Galih. Karena Galih selalu menyinggungnya dengan Zia.

"Mas, saya itu cinta sama Amira. Amira jauh lebih membutuhkan aku dari pada Zia."

"Kalau cinta, kenapa kamu nikah lagi dengan wanita lain. Kenapa kamu nggak cukup dengan satu wanita saja."

"Ini sudah takdir Mas. Jodoh , mati, dan rejeki itu sudah ada yang mengatur. Mungkin Allah sudah mentakdirkan saya untuk punya dua istri, dan mentakdirkan Mas, untuk jadi duda," ucap Farhan.

Galih melotot ke arah Farhan. Dia tampak marah saat Farhan menyinggungnya.

"Apa maksud kamu ngomong seperti itu?"

"Nggak ada maksud apa-apa," ucap Farhan santai.

Terpopuler

Comments

Maria Ulfa

Maria Ulfa

bener aku duda,dan duda aku sebelum kamu menikah lagi itu tandanya kamu ngasih peluang aku merebut istri mu .karna aku dak rela istri sebaik dia kau poligami

2023-06-16

3

lihat semua
Episodes
1 POV Amira
2 Kejujuran
3 Di rumah mertua
4 Penasaran
5 Demam
6 Gadis miskin
7 Ijab kabul
8 Percaya
9 Pulang
10 Kabar mengejutkan
11 Kepergian anak lelaki
12 Kejutan di makam
13 Siapa Zia
14 Ceraikan anak ku!
15 Siuman
16 Tangisan Laila
17 Kekhawatiran kakak ipar
18 Kemarahan Farhan
19 Teguran Dokter
20 Gelisah
21 Di ruang operasi
22 Sebuah kebohongan
23 Telpon dari istri muda
24 Bersama Galih
25 Berkemas
26 Tangis seorang ibu
27 Mengecewakan
28 Pergi ke istri ke dua
29 Luka batin Amira
30 Kedatangan ibu ke rumah
31 Kemarahan ibu mertua
32 Kekecewaan ibu mertua
33 Kesal
34 Obrolan Galih dan ibunya
35 Ketiduran
36 Pergi diam-diam
37 Sekali kecewa akan tetap kecewa
38 Cekcok
39 Kedatangan ibu dan kakak
40 karma
41 Ceraikan saja Zia
42 Ditinggal pergi lagi
43 Drama queen
44 Jebakan Zia
45 Berubah
46 Abi lebih mentingin istri barunya
47 Kebohongan Zia
48 Macet
49 Bisik-bisik tetangga
50 Kehilangan uang
51 Kemarahan Amira
52 Kecewa
53 Keinginan Laila
54 Sudah berlalu
55 Kedatangan Zia
56 Basa-basi Zia
57 Makan bersama
58 Dukungan Galih.
59 Teman-teman Laila.
60 Orang ke tiga
61 Sakit parah
62 Sekarat
63 Hamil
64 Izin dari ibu
65 Berkemas
66 Mangga muda
67 Keributan di pagi hari
68 Kebaikan hati Galih
69 Perkara gamis
70 Telpon dari Rachel
71 Kehadiran Dion
72 telpon dari istri pertama
73 Cemburu
74 Istri manja
75 Kesedihan Laila
76 Surat cerai.
77 Talak
78 Pergi ke rumah sakit
79 Kekhawatiran Farhan
80 Kondisi Zia
81 Telpon dari ibu
82 Kerapuhan seorang suami
83 Kedatangan Padhe
84 Siuman
85 Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86 Setelah badai berlalu
87 Penyesalan Farhan
88 Bertemu lagi
89 Kekhawatiran seorang ibu
90 Uang dari Abi
91 Tentang Gus Farid
92 Galau
93 Karma memang ada
94 Keinginan untuk merujuk Amira
95 Di rumah Abi
96 Kedekatan Laila dengan Pade
97 Kedatangan Gus Farid
98 Obrolan bersama Dion
99 Cerita Farhan
100 Rujuklah denganku
101 Dua hati yang tersakiti
102 Keinginan Laila
103 Akhir kehidupan Farhan.
104 Pemakaman
105 Keikhlasan
106 Ekstra part
Episodes

Updated 106 Episodes

1
POV Amira
2
Kejujuran
3
Di rumah mertua
4
Penasaran
5
Demam
6
Gadis miskin
7
Ijab kabul
8
Percaya
9
Pulang
10
Kabar mengejutkan
11
Kepergian anak lelaki
12
Kejutan di makam
13
Siapa Zia
14
Ceraikan anak ku!
15
Siuman
16
Tangisan Laila
17
Kekhawatiran kakak ipar
18
Kemarahan Farhan
19
Teguran Dokter
20
Gelisah
21
Di ruang operasi
22
Sebuah kebohongan
23
Telpon dari istri muda
24
Bersama Galih
25
Berkemas
26
Tangis seorang ibu
27
Mengecewakan
28
Pergi ke istri ke dua
29
Luka batin Amira
30
Kedatangan ibu ke rumah
31
Kemarahan ibu mertua
32
Kekecewaan ibu mertua
33
Kesal
34
Obrolan Galih dan ibunya
35
Ketiduran
36
Pergi diam-diam
37
Sekali kecewa akan tetap kecewa
38
Cekcok
39
Kedatangan ibu dan kakak
40
karma
41
Ceraikan saja Zia
42
Ditinggal pergi lagi
43
Drama queen
44
Jebakan Zia
45
Berubah
46
Abi lebih mentingin istri barunya
47
Kebohongan Zia
48
Macet
49
Bisik-bisik tetangga
50
Kehilangan uang
51
Kemarahan Amira
52
Kecewa
53
Keinginan Laila
54
Sudah berlalu
55
Kedatangan Zia
56
Basa-basi Zia
57
Makan bersama
58
Dukungan Galih.
59
Teman-teman Laila.
60
Orang ke tiga
61
Sakit parah
62
Sekarat
63
Hamil
64
Izin dari ibu
65
Berkemas
66
Mangga muda
67
Keributan di pagi hari
68
Kebaikan hati Galih
69
Perkara gamis
70
Telpon dari Rachel
71
Kehadiran Dion
72
telpon dari istri pertama
73
Cemburu
74
Istri manja
75
Kesedihan Laila
76
Surat cerai.
77
Talak
78
Pergi ke rumah sakit
79
Kekhawatiran Farhan
80
Kondisi Zia
81
Telpon dari ibu
82
Kerapuhan seorang suami
83
Kedatangan Padhe
84
Siuman
85
Kehilangan untuk yang ke dua kalinya
86
Setelah badai berlalu
87
Penyesalan Farhan
88
Bertemu lagi
89
Kekhawatiran seorang ibu
90
Uang dari Abi
91
Tentang Gus Farid
92
Galau
93
Karma memang ada
94
Keinginan untuk merujuk Amira
95
Di rumah Abi
96
Kedekatan Laila dengan Pade
97
Kedatangan Gus Farid
98
Obrolan bersama Dion
99
Cerita Farhan
100
Rujuklah denganku
101
Dua hati yang tersakiti
102
Keinginan Laila
103
Akhir kehidupan Farhan.
104
Pemakaman
105
Keikhlasan
106
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!