"Josh,,,!"
Joshep menghentkan langkahnya untuk mengejar Paula karena panggilan Bella yang tiba-tiba ada di depan ruang prakteknya.
"Bella?" Kaget Joshep, entah sejak kapan kekasihnya itu berada di depan pintu ruang prakteknya.
"Apa yang terjadi, mengapa Paula berlari sambil menangis?" Tanya Bella bingung.
"Ah, itu--- Paula menangis karena aku baru saja mengabarinya jika anaknya mungkin harus menjalani operasi segera karena keadaannya yang mungkin saja semakin memburuk, mungkin dia merasa sedih mendengar hal itu, emhhh,,, ada apa kamu mencari ku?" Tanya Joshep, pikirannya mulai terbagi saat ini, antara ingin mengejar Paula, atau tetap bersama Bella.
"Aku datang ke sini karena aku ingin mengabari mu jika aku harus segera pulang, ada pekerjaan mendadak, tapi sebelumnya, apa boleh aku bertemu dengan putranya Paula?" Pinta Bella.
"Ten-tentu saja, ayo." Ajak Joshep, Kebetulan sekali dirinya juga ingin melihat keadaan Paula setelah tadi di ciumnya dengan paksa, Joshep yakin jika Paula berada di ruang rawat Kevin saat ini.
"Apa ibu baru saja menangis?" tanya Kevin saat Paula datang ke kamarnya.
Padahal Paula sudah menyeka air matanya dan bahkan sudah membasuk mukanya sebelum masuk ke ruangan itu di wastafel depan, namun Kevin sungguh peka, dia tahu ada gurat kesedihan dan sisa-sisa air mata di netra ibunya.
"Tidak, mata ibu tadi terkena debu saat akan ke sini, oh Tuhan ini rasanya perih sekali." Kata Paula sambil berpura-pura mengucek matanya.
Suara ketukan pintu kamar rawat kevin terdengar nyaring, sejurus kemudian Bella dan Joshep muncul dari balik pintu.
"Aku harus pulang karena ada pekerjaan mendadak, jadi aku sempatkan untuk menemui mu terlebih dahulu, aku juga ingin melihat keadaan putra mu," kata Bella ramah.
"Aunty ini siapa bu?" Tanya Kevin.
"Oh, itu kekasihnya dokter Smith." Terang Paula.
Kevin mengangguk tada mengerti, lantas menerima uluran tangan Bella.
"Dokter, mata ibu terkena debu, dia tadi menangis, katanya itu sangat perih, apa dokter bisa mengobati mata ibu ku? Aku sangat sedih melihat ibu ku kesakitan sampai menangis seperti tadi," celoteh Kevin.
Andai saja bocah itu tahu, jika yang membuat ibunya menangis tersedu-sedu itu adalah Joshep.
Joshep melirik ke arah Paula yang kini terlihat serba salah, "Su-sudah sembuh kok, dok!" ujar Paula.
"Jangan abaikan hal sepele, jika tidak di tangani dengan cepat dan tepat, maka itu akan menjadi masalah serius nantinya, cepat obati dulu!" Timpal Bella.
Paula keukeuh menolak, namun Joshep menariknya keluar dari sana.
"Ayo aku periksa dulu, biar Kevin bersama Bella,"
"Mata ku tidak apa-apa!" ketus Paula saat dia berada di depan ruang praktik Joshep, dia menolak untuk masuk ke ruangan itu kembali.
"Aku tau. Aku hanya tidak mau Bella curiga, makanya aku menuruti ucapannya." Ujar Joshep.
Seperti ada ribuan semut yang kini menggigit dada Paula, terasa nyeri bercampur perih, setelah apa yang Joshep lakukan padanya, Paula pikir pria itu akan merasa khawatir atau paling tidak merasa bersalah padanya, namun ternyata hanya ingin menjaga perasaan kekasihnya agar tidak curiga.
"Dia akan merasa curiga jika kita berlama-lama di sini, aku akan kembali ke kamar Kevin!" Sinis Paula meninggalkan Joshep yang hanya bisa mematung.
Sungguh Joshep tidak tau apa yang saat ini tengah di lakukannya, dia selalu berusaha untuk menyakiti Paula dengan cara apapun, menyiksanya dengan sikap kasarnya, memperlakukannya dengan kasar dan semena-mena, namun entah mengapa alih-alih menyiksa Paula, namun rasanya justru Joshep seperti menyiksa dirinya sendiri.
Joshep selalu merasa sakit dan terisksa saat dirinya bersikap kasar dan memperlakukan Paula dengan buruk, rasanya dia tidak seperti sedang menyiksa Paula namun dia seperti sedang menyikasa dirinya sendiri.
Seperti sekarang ini, niat hati ingin melecehkan Paula dengan menciumnya secara paksa, namun ternyata dia sendiri yang merasa tersiksa akibat gairah dirinya timbul kembali, rasa yang telah lama hilang dalam dirinya itu tiba-tiba bangkit.
Lima tahun lamanya dia tidak penah merasakan kelelakiannya bergairah dan bangkit seperti sekarang ini, namun hanya karena mencium Paula secara sekilas, dia bisa merasakan kembali hasrat kelelakiannya yang dia pikir sudah tidak bisa dia rasakan kembali lagi itu.
Sering kali Bella mencumbunya bahkan cumbuannya selalu mengarah ke sana, namun kelelakian Joshep tidak pernah mau terpancing untuk bangkit, sehingga selama dua tahun bersama Bella hubungan mereka tidak pernah melampaui batas, hanya sekedar ciuman itu pun jarang di lakukan, mengingat mereka berpacaran jarak jauh.
**
"Anak Paula tampan sekali, melihat wajah anak itu rasanya aku tidak asing, seperti melihat wajah seseorang," seloroh Bella saat dirinya dan Joshep dalam perjalanan menuju bandara.
Namun Joshep hanya diam saja tidak menanggapi celotehan kekasihnya, apalagi saat ini Bella sedang memuji-muji Kevin, dia sama sekali tidak tertarik untuk menanggapi hal itu, meski memang apa yang di katakan Bella memang benar adanya, para perawat pun sering memuji ketampanan bocah lima tahun itu, namun berat rasanya bagi Joshep untuk mengakui jika anak yang di anggapnya hasil selingkuhan Paula dengan Adam itu memang memiliki wajah yang tampan.
"Josh,, Joshep, apa kamu mendengar ku?" Kata Bella yang merasa jia Joshep mengabaikannya dan hanya fokus pada jalan yang sedang di laluinya.
"Aku dengar, lantas kamu berharap aku menanggapi ucapan mu seperti apa? Pria tidak biasa memuji ketampanan pria lainnya, tidak seperti wanita yang saling memuji kecantikan satu sama lainnya tapi munafik!" Sinis Joshep.
Lagi-lagi Joshep mematikan topik pembicaraan tentang ketampanan Kevin, sehingga Bella tidak melanjutkan pembicaraan tentang itu karena Joshep sepertinya tidak tertarik untuk membahas tentang anak itu.
"Aku mungkin akan lama tidak berkunjung ke sini, karena yayasan sedang mengurus program baru, aku harap jika ada waktu, gantian kamu yang datan ke sana." Ujar Bella.
"Hmmm, bukankah kamu tahu dan lihat sendiri bagaimana kondisi di rumah sakit tempat aku kerja sekarang ini, boro-boro untuk pergi ke luar kota, sedang waktunya libur saja terkadang mendapat panggilan darurat untuk menangani pasien."
"Harusnya kamu terima tawaran papa ku untuk bekerja di rumah sakit miliknya, dengan begitu kita tidak perlu berjauhan seperti ini, lagi pula ayah mu akan segera pensiun, papa ku dan ayah mu sama-sama berharap jika yang akan menggantikan posisinya adalah kamu." Kata Bella panjang lebar.
"Bell, tolong jangan mulai lagi, kita sudah sepakat untuk tidak saling memaksakan dan mencampuri pekerjaan kita masing-masing!" Raut wajah Joshep terlihat tidak senang saat Bella membahas tentang masalah pekerjaannya.
"Aku hanya mengusulkan saja, toh besok atau lusa juga jika kita sudah menikah rumah sakit itu akan menjadi milik mu, lagi pula apa bagusnya di sini, desa terpencil, apa-apa susah, jauh ke mana-mana. Apa sebenarnya yang membuat mu betah dan bertahan di sini, aku heran!" nada bicara Bella mulai agak tidak enak di dengar.
"Bell, aku tidak suka jika ada yang mengatur kehidupan ku, aku ingin menjalani kehidupan ku sesuai dengan apa yang aku mau, tidak ada paksaan dan tekanan dari mana pun, aku tidak suka di kekang, aku tidak suka di atur!" Bentak Joshep.
Jujur saja, salah satu alasan Joshep menolak bekerja di rumah sakit milik ayah Bella meski dirinya di tawari posisi bagus adalah karena dia tidak mau jika nantinya hidup dia di bawah kendali keluarga Bella yang merasa udah memberi posisi dan jabatan penting untuknya, makanya dia lebih memilih untuk berkarir jauh dari tempat tinggalnya.
"Baiklah, terserah kamu saja, mungkin memang benar ada hal lain yang membuat mu bertahan dan betah di tempat seperti ini, dan jangan mengatakan aku jahat atau kejam jika sampai aku tau kamu ada main dengan wanita lain di sini, aku tidak akan melepaskan wanita itu, kamu lihat saja!" ancam Bella .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments