Permintaan Adam agar dirinya berhenti bekerja di tempat Joshep tentu saja menjadi permasalah pelik yang baru bagi Paula, bagaimana cara dia menyampaikan hal itu pada Joshep, sementara dirinya sudah terikat kontrak dengan mantan suaminya itu, belum lagi hutang-hutangnya yang barang tentu harus di bayar lunas dulu sebelum dirinya meminta resign dari pekerjaan yang Joshep berikan padanya, tidak mungkin kan, jika dia tiba-tiba meminta resign tanpa angin tanpa ujan.
"Kenapa? Apa kau memikirkan suami mu di rumah? Kau merindukannya? Kau ingin pulang menemuinya di rumah? Jangan mimpi, kita punya kontrak perjanjian dan kau sudah menyepakatinya." Sinis Joshep malam itu saat dia mendapati Paula tengah melamun sendirian di teras rumah setelah dia selesai memasak makan malam untuk joshep.
"Tidak, aku hanya gerah dan ingin mencari udara segar saja." Kilah Paula.
"Masuklah, temani aku makan!" Ajak Joshep.
Tanpa banyak perlawanan, Paula mengekor dengan patuh di belakang Joshep, pikirannya kini tidak karuan karena terlalu banyak yang harus dia pikirkan, sehingga kepalanya terasa panas dan seperti akan meledak, namun Paula mencoba untuk tetap tenang di tengah kekalutannya itu.
"Setelah ini kau siapkan beberapa baju ku ke dalam koper, dan kau juga siapkan beberapa baju mu," kata Joshep di sela makan malamnya.
"Kenapa saya harus menyiapkan baju saya juga?" Tanya Paula kaget.
"Pagi ini aku ada seminar di luar kota, banyak hal yang harus aku persiapkan, jadi aku minta kamu ikut untuk membantu ku di sana selama dua hari." Terang Joshep masih terlihat datar dan cuek.
"Tapi---" ragu Paula.
"Kenapa, kau tidak mau? Kau bekerja pada ku, dan kau harus mengurus keperluan ku, sia-sia aku membayar mu dengan sangat mahal jika keperluan ku saja aku harus mengurusnya sendiri, atau kau tidak mau karena ingin melepas rindu dengan suami mu?" Sinis Joshep.
"Bu-bukan seperti itu, aku hanya---"
"Hanya apa? Hanya ingin melepas rindu dengan suami mu?" Joshep menjatuhkan sendok dan garpunya dengan di atas piring sehingga terdengar bunyi dentingan kaca yang keras.
"Kalau aku pergi dua hari dengan mu, bagaimana dengan Kevin? Aku tidak bisa meninggalkannya." Jawab Paula.
"Paula, selama ini kau tidak kurang-kurang menjaga anak mu, mencari nafkah untuk kehidupan mu dan juga anak mu, di sana ada ayahnya, apa salahnya jika dia menjaga Kevin selama dua hari saja? Bukankah itu juga tugasnya? Kau tak harus membebankan semua tanggung jawab di atas bahu mu sendiri, biarkan suami mu bergantian menjaga anak mu, lagi pula,,, bukankah anak mu sangat merindukan ayahnya? Lakukan perintah ku sekarang, aku tidak ingin di bantah!" Joshep meninggalkan meja makan dengan marah.
Paula terdiam, 'Andai kamu tau Kevin yang selalu kamu sebut putra mu, putra mu itu, adalah darah daging mu sendiri, apa kamu masih sanggup mengatakan hal-hal seperti yang kamu ucapkan tadi?' Batin Paula.
Sakit rasanya setiap kali Joshep menyebut Kevin dengan sebutan 'putra mu' seolah Kevin adalah bocah yang lahir dari sebuah kesalahan yang pernah Paula lakukan, seolah Kevin adalah sesuatu hal yang sangat di benci Joshep.
Mungkin bukan sepenuhnya kesalahan Joshep, dia bersikap seperti itu terhadap Kevin, karena memang dia tidak tahu kebenarannya jika bocah yang sering dia panggil dengan sebutan "putra mu" itu adalah putranya.
Paula menghubungi Adam dan meminta izin untuk pergi sekalian menitipkan Kevin selama dua hari pada pria baik hati itu, berat memang meninggalkan Kevin yang dalam keadaan sakit seperti itu, namun kembali lagi dia harus profesional dan komit pada kontrak kerja yang sudah di sepakatinya bersama Joshep.
Untunglah Adam bisa memahami dan akhirnya mengizinkan Paula pergi meski sebelumnya terjadi sedikit perdebatan di antara mereka karena Adam merasa Joshep di anggapnya tidak punya empati, jelas-jelas Paula harus menunggui Kevin yang sedang sakit, malah di ajak pergi untuk menemaninya dinas ke luar kota.
Namun Paula mampu memberikan pengertian dan penjelasan yang akhirnya membuat Adam luluh, lagi pula prote Adam ini bukan karena dia tidak mau menjaga Kevin, tanpa di minta pun dia pasti akan menjaga Kevin, hanya saja dia masih merasa tidak begitu suka dengan Joshep, di matanya Joshep bukan orang yang tulus dalam memberi bantuan pada Paula.
"Ayo cepat, kita tidak boleh kemalaman, besok pagi aku harus sudah menghadiri seminar." Teriak Joshep dari dalam mobil saat Paula masih sibuk dengan barang-barang bawaannya.
Mereka menggunakan jalan darat, entah apa pertimbangan Joshep, memilih perjalanan menggunakan mobilnya yang akan menghabiskan waktu sekitar 4 sampai 5 jam perjalanan yang harus di tempuh, padahal dia bisa memilih perjalanan lewat udara yang penerbangannya hanya di tempuh sekitar tiga puluh lima menit saja.
Sepertinya Joshep memang ingin menikmati kebersamaannya dengan Paula agar terasa lebih lama meski resikonya dia harus merasakan lebih lelah karena harus menyetir sepanjang malam.
Sesekali bibir Joshep tanpa di sadari tersenyum saat dia melirik Paula yang terlelap di bangku sebelahnya, pemandangan yang membuatnya flashback ke lima tahun yang lalu dimana dia selalu senang menatap Paula saat sedang terlelap, di matanya kecantikan Paula terpancar seribu kali dari biasanya saat Paula sedang tidur seperti itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga dini hari saat mobil yang Joshep kemudikan akhirnya berhenti di depan sebuah resort.
Paula masih betah terpejam saat Joshep mengulurkan tangannya dan menyapukan telapak tangannya di atas pipi Paula yang kini terlihat sangat tirus akibat terlalu kurus.
"Kenapa kau memilih jalan menyedihkan seperti ini Pau! Tubuh mu bahkan seperti tengkorak hidup." Gumam Joshep.
Joshep masih ingat bagaimana pipi Paula yang cubby, yang selalu membuatnya gemas dan ingin menggigitnya, tubuhnya yang proposional bak model, membuat banyak pria yang tergila-gila dengan kecantikan Paula saat sekolah dulu, belum lagi Paula juga merupakan siswi populer karena dia selalu mendapat juara umum, sehingga saat itu Joshep memutuskan untuk menikahi Paula selepas mereka lulus SMU karena tidak ingin Paula di ambil pria lain saat dirinya kuliah di luar negeri, namun ternyata takdir berkata lain, hubungannya dengan Paula kini justru harus berakhir seperti sekarang ini, padahal cintanya untuk Paula masih sama besarnya seperti dulu.
Merasa ada yang bergerak-gerak di wajahnya, Paula sepertinya merasa terusik dan akhirnya bangun dari tidurnya.
"Apa kita sudah sampai?" Paula mengusap-usap pipinya yang sejak tadi di belai Joshep.
Joshep yang segera menjauhkan tangannya dari pipi Paula saat tahu dia akan terbangun terlihat gelagapan, "I-iya, kita baru saja sampai, cepat turun! Suruh nemenin malah ngorok!" ketus Joshep menyembunyikan rasa gugupnya.
"Kenapa?" Tanya Joshep yang melihat Paula bukannya turun tapi malah bercermin mengamati wajahnya di spion mobil.
"Sepertinya tadi ada semut merayap di pipi ku," ujar Paula sambil mengusap-usap pipinya dan memperhatikan pantulan wajahnya di spion.
"Kau mengada-ada," gerutu Joshep, karena yang di kira semut oleh Paula dalah tangannya yang sejak tadi nakal membelai ppi wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
octa❤️
aih babang joseph..
2023-06-06
1