Berbekal informasi yang dia dapatkan dari staf bagian administrasi, Joshep mendatangi kawasan tempat di mana Paula tinggal saat ini, kebetulan dirinya sedang mendapat jatah libur karena dokter senior yang sejak beberapa hari yang lalu ke luar kota dan tugasnya di gantikan olehnya kini telah kembali, sehingga dia mempunyai waktu luang yang lumayan panjang untuk mencari tahu kehidupan Paula sekarang ini.
Beberapa kali Joshep melihat ke arah titik map di ponselnya, dia merasa kurang yakin dengan ke akuratan peta digital yang kini malah membawanya ke suatu perkampungan yang sangat kumuh.
"Oh realy? Apa dia benar-benar tinggal di daerah seperti ini?" gumamnya berdialog dengan dirinya sendiri.
Rumah di daerah itu rata-rata bangunannya terbuat dari papan sebagai dindingnya dan atap menggunakan asbes, tidak ada satu pun rumah yang di bangun dengan tembok, hampir semuanya rata seperti itu penampakannya, ini terlihat seperti kawasan kumuh di pinggiran ibu kota, hanya saja ini terletak di desa teepencil sebuah pulau yang bisa di katakan terpencil di antara pulau besar lainnya.
Joshep menepikan kendaraanya, beberapa penduduk menatapnya dengan tatapan asing, jalan yang masih di penuhi bebatuan dan belum di aspal itu sepertinya jarang di lalui mobil pribadi, hanya beberapa angkutan umum berupa bis kecil yang lewat setiap beberapa jam sekali di sana, sehingga saat melihat Joshep menggunakan mobil di sana langsung terlihat mencolok, apalagi penampilan Joshep yang terlihat bersih, rapi, sudah bisa di simpulkan jika dia adalah seorang pendatang di sana.
"Maaf apa anda kenal dengan bocah laki-laki sekitar umur 5 tahun bernama Kevin?" Tanya Joshep pada seorang ibu muda yang sedang menemani bocah se-usia Kevin, logikanya mungkin bocah itu salah satu teman bermain Kevin di sana, lagi pula dia memang sengaja menanyakan Kevin dari pada Paula, baginya itu akan lebih mudah untuknya beralasan, tinggal bilang saja kalau Kevin adalah salah satu pasiennya yang harus dia kunjungi, sementara jika dia menanyakan Paula, dia tidak punya alasan kenapa dirinya harus mencari Paula.
"Kevin Hill? Putra dari Adam Hill yang bekerja di luar kota itu?" Ibu itu balik bertanya.
Joshep terdiam, karena dia tidak tahu mengetahui mengenai suami Paula, namanya pun baru dia dengar dan ketahui sekarang ini.
'Adam Hill? Itu nama suami baru mu Pau?' Batin Joshep.
"Tuan? Apa kevin itu yang anda maksud?" Tanya perempuan itu lagi karena tidak mendapat respon dari Joshep.
"Ah, iya,, itu sepertinya, apa ada Kevin lain selain itu?"
"Tidak, tapi kalau Kevin yang anda maksud adalah Kevin Hill, rumahnya di ujung jalan sana yang berwarna putih," Tunjuk wanita itu.
"Baik, terimakasih." Ujar Joshep sambil seraya mengangguk sebagai tanda hormat.
Tidak jauh dari sana, rumah berdinding papan seperti yang lain berwarna putih sudah terlihat, hanya satu-satunya rumah bercat putih di ujung jalan sana, sehingga Joshep yakin jika itu adalah rumah kediaman Paula, terlebih samar-samar terlihat Kevin yang sedang duduk di teras rumahnya menonton anak-anak lain yang sedang bermain berlarian.
Entah keberanian dari mana, Joshep turun dari mobilnya dan berjalan mendekat ke arah di mana Kevin duduk sambil menatap teman sebayanya yang asik bermain, beberapa kali dia ikut tertawa sat di rasa ada kejadian lucu yang teman-temannya lakukan.
"Kevin!" Panggil Joshep, membuat bocah laki-laki lima tahun itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya, saking asiknya dia sampai tidak sadar jika Joshep telah beriri di dekatnya.
"Oh, tuan Dokter!" Sapa Kevin, bocah itu masih mengenali wajah Joshep meski baru sekali berjumpa, biasanya dokter lain yang menangani dia jika penyakit bocah itu kebetulan kambuh.
"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Joshep seraya ikut mendudukan diri di teras rumah di sebelah Kevin.
"Baik Tuan Dokter!" Jawabnya dengan polos.
"Jangan panggil aku Tuan, cukup Dokter saja." Pinta Joshep merasa agak sedikit risi dengan panggilan yang baginya terlalu berlebihan itu.
"Di mana orang tua mu? Aku ingin bertanya mengapa mereka memulangkan mu secara paksa, sementara seharusnya kau masih dalam perawatan kami." Mata Joshep memindai sekeliling mencari keberadaan Paula yang tidak terlihat sejak tadi.
"Keadaan ku sudah membaik, Ibu ku hanya bekerja di mini market, kadang-kadang dia juga menjadi buruh cuci di rumah orang kaya, sementara ayah ku, bekerja di kebun sawit di luar pulau, yang pulangnya setiap tiga bulan sekali, mereka tidak punya uang untuk biaya rawat inap, aku tidak mau menyulitkan mereka." Terang bocah itu menceritakan tentang orang tuanya.
Hati Joshep terasa perih mendengar cerita Kevin mengenai bagaimana sulitnya mereka menjalani hidup, namun balik lagi toh itu sudah menjadi pilihan Paula, dia lebih memilih hidup susah di banding hidup bersamanya dulu.
"Di mana ibu mu sekarang?" Tanya Joshep lagi.
"Ibu di mini market di dekat pasar, hari ini ibu shift siang, jadi jam 10 malam nanti baru akan pulang ke rumah." jawab Kevin, bocah yang di dewasakan karena keadaan itu seperti sudah terbiasa menjalani hidupnya yang sulit ini.
"Lantas kau bersama siapa di rumah?"
"Sendiri, aku sudah terbiasa dan itu baik-baik saja, aku seorang laki-laki dan aku sudah cukup besar, Dok. Jadi aku tidak pernah merasa takut sendirian." Terangnya dengan santai.
Joshep tersenyum getir melihat ketegaran bocah laki-laki yang mempunyai manik mata berwarna biru seperti dirinya, sementara mata Paula berwarna coklat terang.
"Baiklah Kevin, aku datang ke sini hanya untuk memastikan keadaanmu baik-baik saja, tidak usah mengatakan apapun pada ibu mu, agar dia tidak merasa khawatir." Kilah Joshep agar bocah itu tidak memberi tahukan ibunya perihal kedatangannya ke tempat ini, akan lebih baik jika Paula tidak mengetahuinya, pikir Joshep.
"Kau tidak bermain bersama mereka?" tanya Joshep ketika melihat betapa Kevin sangat ingin bermain bersama teman-teman sebayanya.
Kevin menggeleng, "Jantung ku rusak dokter, kata ibu jika aku kelelahan maka penyakit ku akan kambuh, aku tidak mau membuat ibu sedih, jadi melihat mereka bermain saja aku sudah sangat bahagia, ibu berjanji, suatu hari nanti dia akan membelikan ku jantung yang baru untuk ku agar aku bisa bermain lari-larian bersama mereka dan tidak banyak bolos sekolah karena kelelahan, tapi kata ibu harga jantung baru itu sangat mahal, dan aku harus bersabar, tapi ibu ku orang yang tidak pernah ingkar janji, aku percaya dia pasti akan memenuhi janjinya pada ku, dia ibu terhebat yang aku miliki." Ujar Kevin membanggakan ibunya.
Joshep kembali tesenyum perih, seraya berkata dalam hatinya, 'Ya,,, dia memang ibu yang hebat untuk mu, tapi dia bukan istri yang hebat untuk ku.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Azizah az
Kevin sabar ya nak 😭😭
2023-05-28
2