Hati Yang Selalu Sakit

"Nai, tungguin Mai!" Teriakan dari Mairaline terdengar. Anak itu berlari menghampiri saudaranya, senyuman di bibirnya terpatri sempurna pagi itu. 

Kediaman Atmajaya kembali diisi tawa yang selama ini hilang. Mai berjalan bersisian dengan Nai, kedua anak itu saling bergandeng tangan. Hari itu semua tampak sempurna menurut Mairaline. 

"Mai!" 

Mairaline menatap Nairaline di sampingnya, kedua tatapan itu bertemu. Wajahnya tersirat penuh tanya. 

Sedang Nairaline tampak begitu jujur dengan setiap katanya. "Nai seneng deh Papa nggak pulang. Nai bisa main sama Mai lagi kayak dulu!" 

Mairaline terpaku atas setiap kata yang keluar dari mulut Nairaline yang tengah tersenyum itu. Dalam keadaan jujur, dia juga senang bila Papa mereka lebih banyak berada di kantor. Namun, Mai juga tidak bisa menampik kekhawatiran hatinya saat Papa mereka tidak dirumah. 

5 September 2019, 

Mairaline menatap lekat surat di tangannya. Diamnya menjadi kasat mata di tengah ramai suara-suara penuh kegembiraan dari teman-temannya. 

"Mai?"

Alat pendengar miliknya bisa menangkap gelombang suara dari saudaranya. Mai mendongak mengalihkan tatap menatap Nairaline. 

"Iya, Nai. Kenapa?" 

Tanpa melihat wajah saudaranya Nairaline berkata seraya memasukan surat miliknya ke dalam tas. "Nggak apa-apa, nanti kita minta tanda tangannya bareng-bareng, ya!" Nairaline mendongak tanpa sadar menatap wajah murung yang sekarang berubah senang dari Mairaline. 

"Mau!" 

Pekikan dan binar bahagia itu menyeruak dalam pupil caramel Mairaline. Laksanakan mentari di tengah awan mendung bibir itu kembali mengambangkan senyumannya. Iya, jika dia meminta tanda tangan dengan Nai pasti Erald akan menandatangani surat miliknya juga. Pikir Mairaline. 

"Iya, nanti kalo Papa udah pulang!" Nai menggandeng tangan saudaranya, membawa Mairaline berjalan bersisian dengannya meninggalkan gedung sekolah. 

Mai bisa merasakan kehangatan itu, rasa senang tidak bisa ditutupi. Memiliki Nairaline sebagai saudaranya adalah takdir yang paling baik untuknya. 

Dalam perjalanan pulang kedua anak itu saling berbincang dengan senangnya. Apa saja yang akan mereka lakukan di pemukiman Camp menjadi topik utama dalam perjalanan itu. Mairaline dan Nairaline membuat banyak rencana-rencana apa saja yang akan mereka lakukan nanti. 

"Mai, kita main boneka, yu!" 

Mairaline memutar 180° kepalanya menatap Nairaline, mengurungkan niatnya membuka pintu mobil. Ajakan dari saudaranya terdengar menggiurkan di kedua telinga-Nya. 

"Ayo, tapi Mai mau ganti baju dulu!" Mairaline menatap seragam yang masih melekat di tubuhnya. Tidak mungkin dia bermain dengan masih mengenakan seragam. 

"Nai juga mau ganti baju dulu!" Nai mengangguk, kemudian anak itu turun dari mobil diikuti Mai setelahnya. 

Brak… 

"Upss…! Maaf, Nai nggak sengaja!" Cengir Nairaline cengengesan tanpa rasa bersalah menutup pintu dengan keras sesaat setelah Mai keluar. 

"Mai jangan marah,ya!" 

"Nggak, Mai nggak marah. Ngapain Mai marah?" Ucap Mairaline terheran-heran.  

"Soalnya kalo Nai gitu Mama suka ngomelin!" Ucap Nariraline merenggut.  

"Kenapa?" 

"Katanya biar telinga Mai nggak kaget." Nai menatap alat pendengar yang terpasang di telinga kanan Mairaline. 

"Gitu, ya?" 

"Iya. Udah ah, Nai pengen cepet-cepet main!" Nairaline menarik tangan Mai mengikutinya. Anak itu membawa saudaranya ke kamar miliknya. 

"Mai tungguin Nai ganti baju, ya!" 

Mairaline mengangguk pelan saat Nairaline membuka pintu kamarnya, membuat Mai bisa melihat isi kamar saudara kembarnya. Pelan pelan anak itu berjalan mengikuti langkah Nairaline, dan duduk di atas ranjang merah jambu milik saudaranya, menunggu Nairaline berganti pakaian. 

Pupil caramelnya terpaku, menatap nanar boneka beruang yang Papa mereka ambil kembali darinya. Boneka yang tidak akan pernah menjadi milik-Nya. 

"Boneka nya mirip, ya. Kayak boneka yang Nai kasih sama Mai. Papa bilang dia beli bonekanya lagi." 

Mairaline bisa merasakan pergerakan di sampingnya. Tanpa melihat pun dia tahu Nairaline ikut menatap boneka beruang yang dia sangka boneka kedua pemberian Erald. Boneka yang sempat hinggap dalam pelukannya. 

"Ayo, katanya mau main?" Mai mengalihkan pandang menahan sesak, kemudian berdiri mengabaikan tatapan dalam dari saudaranya.

"Mai kenapa?" Nairaline ikut berdiri menatap mata caramel saudaranya yang memerah. 

"Nggak apa-apa." Geleng Mairaline berjalan lebih dulu, diikuti Nairaline dalam diam menatap punggung saudaranya. 

Tiba di kamar Mairaline, atensi Nai jatuh pada celengan ayam jantan milik Mai. Celengan yang selalu saudara kembarnya itu masuki uang dari Papa mereka.  "Mai, celengan sudah penuh?" 

"Iya. Uang yang Nai kasih dari Papa semuanya Mai masukin kesana!" Mairaline melirik celengan ayam jantan miliknya. Celengan yang Mbok Minah berikan sebelum kepergiannya. Omong-omong bagaimana kabar Mbok Minah? Mai rindu. 

"Nai juga mau celengan!" 

"Apa? Nai mau apa?" Ucap Mairaline tersadar dari lamunannya. 

"Celengan. Nai mau celengan Babi!" 

Mai mengeriyat. "Celengan Babi?" 

"Iya, celengan Babi. Biar banyak kayak celengan Beruang di film Marsha and The Bear." Nai mengangguk polos. Membayangkan adegan beruang memecahkan celengan Babi nya. 

"Iya. Tapi Mai gak mau celengan Babi. Hidungnya besar." Mai menggeleng tak setuju, mengenyahkan bayangan di dalam kepalanya.

"Nggak apa-apa. Lucu tahu hidungnya besar kayak gini." 

Alis Mai menukik, menatap saudaranya menarik puncak hidungnya ke atas, benar-benar mirip. Tapi Mai tidak suka, terlihat jelek. 

"Mai coba deh!" Pinta Nai masih tak melepaskan tangan nya. 

"Nggak mau!" Tolak Mai.

"Ayo!"  

"Nggak!"  

Kedua bersaudara itu kukuh dengan pilihan mereka masing-masing. Satu ingin saudara nya melakukan yang ia minta, satu nya merasa enggan melakukan hal yang saudaranya minta.

"Kalo nggak mau, coba deh Mai niruin suaranya. Nai nggak bisa." Pinta Nai penuh permohonan. 

Mai mendelik, tak urung anak itu melakukan apa yang diminta saudaranya. 

Ngrok…! ngrok…!

"Ya Ampun…! Non Mai, Non Nai, jangan kayak gitu!"  Bola mata Mimin membola, menatap kedua anak majikannya frustasi. Yang satu menirukan suaranya, dan yang satunya menirukan hidung nya. 

"Kenapa?" 

Mimin tergugu menerima pertanyaan tak terduga itu. "Jangan!" ucap Mimin putus asa. 

"Kenapa Mbak?" 

"Nggak baik. Mendingan sekarang kita makan siang, yuk!" Ucap Mimin menyakinkan. 

Nai memegang perut kecilnya, "Iya, Nai belum makan." 

"Kalo gitu ayo! Makan siangnya udah Mbak siapin." 

"Sama apa Mbak?" Tanya Nairaline tampak penasaran. 

"Kejutan!" 

Mimin, pekerja rumah itu menarik tangan Mairaline dan Nairaline menyamai langkahnya. Mereka berjalan diselingi tawa karena candaan Mimin yang menggelitik perut. 

"Nah, ini makanannya!" Ucap Mimin menghidangkan makanan buatannya. Membuat senyuman Mairaline merekah lebar. Berbanding terbalik dengan saudaranya.  

"Ayam kecap?!" Ucap Nairaline menatap makanan di depannya tidak suka. 

"Iya, kemarin Nona Mai bilang mau makan ayam kecap. Jadi Mbak buatin mumpung ayam nya masih ada!" 

Perkataan Mimin menyulut api dalam hati Nairaline. Menjadikan anak kecil itu enggan memakan makananya. 

"Tapi Nai, kan nggak suka ayam kecap. Kenapa Mbak bikin?!" Decak Nairaline. 

"Maaf Non, Mbak lupa! Kemarin kan Mbak bikinin makanan kesukaan Non. Sekarang giliran Non Mai!"  Bela Mimin.

"Tapi, Nai nggak suka Ayam dikecapin Mbak!" Balas Nairaline. 

Mai hanya bisa menatap kemarahan Nairaline dalam diam. Rasa bersalah hinggap dalam hatinya, Mai menatap hampa makanan di depannya, dia kehilangan selera. 

"Mbak minta maaf, Non. Besok Mbak bikinin makanan kesukaan Non lagi, ya!" Bujuk Mimin.

"Iya." 

"Sekarang Non mau makan apa?" 

"Sama telur dadar, aja. Tapi besok harus janji buatin makanan kesukaan Nai?!" Tekan Nairaline masih dengan kekesalan yang sama, anak itu bahkan tidak menyadari tatapan bersalah dari saudaranya. 

"Nai!"  Mai minta maaf, ya!" Mairaline dengan penuh rasa bersalahnya meminta maaf. Anak itu menjadi segan memakannya.

 

Nai mendongak, rasa sesal terlihat dalam wajah kesalnya. "Nggak apa-apa. Mai makan aja, Nai besok-…." 

"Papa…!" Nairaline berseru senang melihat Erald dengan pakaian kantornya. Segera, anak itu berlari menyambut uluran tangan sang Papa. Dalam sekian detik Nai sudah berada dalam pelukan Erald. Mengabaikan tatapan iri dari saudaranya. 

Erald membawa Nai dalam gendongannya ke meja makan. "Anak Papa, Nai udah mau makan?"  Pertanyaan Erald membuat kerutan di dahi Nairaline. Anak itu menatap wajah Papanya dengan cemberut. 

"Iya, tapi makannya sama telur dadar aja." 

"Kenapa telur dadar? Mbak nggak masak yang lain?" Tanya Erald meletakan Nairalne di kursinya, kemudian pria itu duduk dengan mengabaikan keberadaan Mairaline, anak yang sekarang duduk dengan tatapan penuh damba kepadanya. 

"Nggak. Soalnya hari ini Mbak masak makanan kesukaan Mai, aja. Nai nggak suka ayam kecap, Papa!" Rengekan Nairaline mengalun syahdu, anak itu sama sekali tidak menyadari bagaimana tundukan takut saudaranya ketika ditatap tajam oleh Papa mereka. 

"Kenapa nggak masak makanan kesukaan putri, Papa?"

"Katanya hari ini giliran Mai yang dimasakin, Papa!" 

Ucapan Nairaline membuat para pekerja rumah disana menduga-duga, apa yang akan dilakukan oleh Tuan mereka. Dan tanpa ada yang menduga, pria itu melempar mangkuk besar berisi ayam kecap tepat di samping Mairaline.

PRANGGG…!  

"Buang semua makanan itu…! Dan jangan pernah memasak apapun makanan yang bukan kesukaan putriku!" Desis Erald mengeratkan rahang, menatap tajam para pekerja rumahnya yang menggigil takut. 

Mairaline sendiri hanya bisa mematung dengan tubuh gemetar. Pupil caramel itu memanas, Mairaline menggigit bibir menahan suara tangis. tetesan air mata keluar bercucuran melewati pipi tembem miliknya. Hati nya berdenyut sakit, sampai Mai tidak akan pernah mau merasakannya lagi. 

5 September 2019, 

Waktu itu, Mairaline tidak akan pernah mau merasakan ketika hatinya berdenyut sakit lagi. Tapi, seperti tepi pantai yang jauh dari ombak namun terus diterpa deburan ombak. Seperti itulah Mairaline sekarang. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!