1 Juli 2019,
Seorang anak berumur 7 tahun sudah terlihat manis di depan cermin besar di samping ranjangnya. Mairaline sesekali memutar tubuh kecil nya, tawa renyah itu terdengar memenuhi kamar bernuansa biru laut.
Pagi-pagi sekali Mai bersiap-siap, seragam berwarna biru navy itu terlihat manis bertengger begitu pas di tubuhnya. Terlihat kontras dengan kulit putih susu miliknya.
Puas menatap dirinya di depan cermin, Mai berjalan mengambil tas biru laut pemberian Erald. Barang pemberian Papanya sekian lama setelah kepergian Relin, tanpa tahu bila Erald membeli tas biru laut itu karena permintaan dari Nai saudara kembarnya. Bukan karena Erald benar-benar ingin membelinya untuk Mai.
"Mbok, Mai cantik nggak?!" Tanya Mai memutar tubuh.
"Cantik Non, persis seperti Nyonya!" Mbok Minah bertepuk tangan, terkesima dengan kecantikan Mairaline.
"Makasih Mbok." Ucap Mai duduk riang di meja makan, menunggu Erald dan Nai sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah. Bibirnya bersenandung, senyumannya mengembang manis. Rasa bahagia tidak bisa Mai tutupi pagi ini.
"Mbok, mana Papa sama Nai?" Tanya Mai menatap resah pintu kamar Erald. Mengapa Papa nya tidak kunjung turun? Jam di dinding sudah menunjukan angka 07:00. Apa Papa nya lupa jika sekarang ia dan saudarinya sekarang sekolah?
"Ada Non. Biar Mbok panggilkan Tuan dan Nona Nai dulu!"
Mbok Minah bergegas, tubuh gempalnya berjalan cepat. Menghampiri kamar majikannya, berkali-kali tangan gemuk itu mengetuk pintu kamar utama kediaman Atmajaya. Lama menunggu, namun sama sekali tidak terdengar sahutan dari dalam. Mbok Minah bergegas berjalan ke tujuan selanjutnya. Kamar putri kedua majikannya, Nairaline Atmajaya.
Dengan sedikit tak sopan Mbok Minah mengintip celah pintu Nairaline. Hati Mbok Minah mencelos menatap Ayah dan anak di atas ranjang merah jambu itu. Melihat bagaimana perlakuan lembut Tuan nya menguncir rambut panjang Nairaline membuat tenggorokan wanita paruh baya itu tercekik. Bagaimana jadinya perasaan anak majikannya yang lain bila melihat pemandangan menyesakan ini?
Tak ingin membuang-buang waktu Mbok Minah melenggang pergi. Hatinya sesak melihat Mai di meja makan, anak itu duduk termenung memandangi sarapan di depannya tanpa berniat untuk memakannya.
"Non kenapa sarapannya nggak di habisin?"
"Papa sama Nai masih ada Mbok?" Tanya Mai mengalihkan pertanyaan Mbok Minah.
"Ada Non. Sebentar lagi Tuan dan Nona Nai turun. Tuan menyuruh Non sarapan lebih dulu!" Mbok Minah sedikit meringis merutuki kebohongannya.
Mai mengangguk pelan, di makannya nasi goreng buatan Mbok Minah tanpa minat. Semangatnya meredup ditelan gundah gulana, apa Papa nya tidak ingin sarapan dengannya?
Mai menyisakan sarapannya pagi itu. Selera makannya benar- benar hilang, apalagi saat melihat Papanya berjalan dengan Nai dalam gendongannya. Mai lupa, kapan terakhir kali Papa nya menggendongnya? Rasanya sudah lama sekali.
"Papa, turunin Nai!"
Nai memberontak ketika mata hitamnya menatap Mairaline saudara kembarnya. Erald dengan terpaksa mengurai gendongannya, membiarkan Nai menghampiri Mai.
"Mai, kamu cantik sekali. Iya, kan Pa?"
Suasana hati Mai membaik, "Nai juga!" Mai tersipu malu mendapat tatapan penuh kagum saudara kembarnya.
"Ayo kita berangkat!"
Nai menarik tangan Mai. Kedua anak itu berjalan beriringan tepat di depan Erald yang menatap tak suka Mairaline putrinya sendiri.
Mai masih senang saat Erald menyuruh Mai duduk di belakang. Mau bagaimana pun yang terpenting adalah bisa satu mobil dengan Papa nya lagi.
"Papa, Mai cantik mirip Mama?" Nai menatap Mairaline di balik kaca spion di dalam mobil. Erald terdiam menatap lekat-lekat Mairaline di balik kaca spion. Sayang sekali anaknya yang begitu mirip dengan mendiang istrinya Relin bak pinang dibelah dua adalah Mai. Sementara Nai, anak itu fotocopy-an nya sekali.
"Lebih cantikan Nai." Erald menatap tajam Mai lewat kaca spion, membuat tubuh kecil itu menciut dibawah tatapan Erald.
Nai diam mendengar jawaban Papanya. Tanpa punya niatan lagi untuk bertanya anak itu memilih menatap gedung-gedung di sepanjang jalan, sementara Mai masih dengan ciutan takutnya dibawah tatapan Erald.
"Sudah sampai Papa?" Antusias Mai tanpa sadar bertanya kepada Erald. Membuat pria itu berdecih tak suka.
Jakarta Intercultural School, Adalah rekomendasi sekolah internasional terbaik di kota elite Jakarta yang pertama adalah JIS.
Level pendidikan yang ada di JIS adalah early years, elementary, middle, dan high school. Terdapat lebih dari 2.300 murid yang berasal dari 70 kewarganegaraan yang berbeda.
Tempat yang luas dengan fasilitas berkualitas nomor 1 disediakan JIS dalam mendukung pendidikan terbaik untuk anak.
Saat Mai sibuk melihat betapa megahnya sekolah tempatnya mengenyam pendidikan. Nai malah sibuk dinasihati oleh Erald. Membuat beberapa orang dewasa yang juga mengantar buah hati mereka mulai melihat perbedaan yang mencolok dari keduanya.
"Nai, nanti di sekolah belajar yang bener, anak Papa harus pinter. Nanti siang Papa jemput, Nai jangan kemana-mana tunggu Papa di depan sekolah!" Nai mengangguk-ngangguk di nasehati Erald tak henti-hentinya.
Sementara Mai mulai menyadari perbedaan mencolok diantara keduanya. Jemarinya meremas rok kotak-kotak sekolahnya kuat, ingin sekali Mai menumpahkan air mata di pelupuk matanya.
"Papa, cium Mai juga dong!" Pinta Nai tak terima saat hanya dirinya yang mendapat kecupan kening. Hatinya merasa sakit saat kembaran nya sendiri hanya menatap ia dan Papa nya penuh damba.
"Tidak perlu. Cepat masuk, sebentar lagi bel masuk berbunyi!"
Tanpa peduli tatapan kasihan orang-orang di sekitar mereka. Mai lebih peduli dengan denyutan sakit di dadanya saat Erald dengan gamblang nya mengucapkan itu di keramaian, membuat orang-orang berbisik tentangnya. Dengan tangan bergetar Mai menonaktifkan alat bantu pendengaran di telinganya. Meninggalkan saudara kembarnya. "Papa_!" Nai menatap kaki kecil Mairaline yang mulai menjauhinya.
Nai tahu dia tidak begitu pintar seperti Mai yang mempunyai kepintaran seperti Papa mereka. Dia terlahir sempurna, seperti apa yang dikatakan orang-orang mengenainya. Namun dia sama sekali tidak mengerti atau Nai tidak pernah tahu mengapa semuanya menjadi berantakan. Mengapa dia dan saudaranya tidak pernah sama seperti dulu?
1 Juli 2019,
Saat itu Mai tahu, bahwa Papa nya sudah tidak mencintainya. Cinta Pertama Mai tenggelam di tengah lautan lepas, menyisakan buih-buih lautan. Tanpa pernah membawa kembali jasad cinta yang telah hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Fenti
aku sedih, gak sabar menunggu Mai besar
2023-07-30
1
Fenti
suatu saat nanti kamu akan menyesal erald memperlakukan anakmu tidak adil
2023-07-30
1
Allaric Rudi Syahputra
selalu menantimu Thor 😍😍
2023-05-31
1