"Ah susah sekali!" desah Cicaline.
"Iya... sa-sangat susah! Huh." Vallene.
Mereka menyerah dan duduk menyender ke agar.
"Jika saja, hahh... kamu tau dimana kunci itu disembunyikan." Vallene.
"Ehh?" Cicaline berdiri, sepertinya dia mendapatkan ide.
Apa lagi?
Vallene dengan muka sebal.
"Hei! Dengar dulu dong!" Cicaline.
"Iya, iya... katakan." Vallene.
Ish, menyebalkan banget mukanya.
"Kunci... kalau tidak salah, aku tau dimana itu di simpan! Ruang sempit tempat menyimpan sapu dan alat pembersih lain." Cicaline.
"Hah? Jadi... kita harus masuk ke... dalam lagi?" Vallene.
"Iya." jawab Cicaline dengan ragu.
"Tapi, keadaan disana... aku tidak bisa! Bibi Jane...." Vallene murung.
Sebenarnya....
"Aku juga... takut." Cicaline.
Mereka berdua sama sama ragu.
"Ahaha! Maksudku... emm...." Cicaline.
Vallene menepuk pundak Cicaline.
"Aku tau, aku sadar jika tadi kamu sengaja melihat lurus untuk menghindari melihat hal itu kan?" Vallene.
Cicaline meringkuk, ia berjongkok dan menyembunyikan wajahnya.
"Cica, maafkan aku ya...." Vallene menyesal.
"Tidak... ini semua bukan salah mu, atau salah siapapun kok." Cicaline tersenyum kepada Vallene.
Melihat hal itu Vallene menjadi terharu dan menangis.
Hmm.
"Ngomong ngomong... bagaimana tadi? Keadaan Bibi... Jane?" Cicaline.
"Bi Jane... mati...." Vallene.
Ekspektasi Cicaline menjadi sedikit terkejut.
"Hmm, begitu ya... bagaimana?"
Cicaline sepertinya sedih dan merasa kehilangan atas kematian Bi Jane.
Cica...
"Tergeletak dilantai, dadanya robek dan terbuka... dan, ada pedang yang menancap ke perutnya. Organ tubuhnya, ada di mana mana...." Vallene sedih.
"Andai saja Bibi tidak melawan." Cicaline.
"Hmm, aku juga melihat dua mayat laki laki. Aku mengenal salah satunya, dia adalah Damian. Pengawal pribadi Franschine, dan yang satu lagi... aku tidak tau. Dari baju yang dia kenakan, sepertinya prajurit kerajaan." Vallene.
"Sakit, wanita gila itu memang sakit! Dia bahkan membunuh pengawalnya sendiri!" Cicaline kesal.
"Dia bahkan membunuh saudara perempuan kandungnya sendiri, demi kekuasaan." Vallene.
Vallene memeluk Cicaline.
"Maaf, mungkin jika aku tidak datang tidak terjadi hal seperti ini." Vallene.
"Cukup jika Vallene masih bisa berteman dengan ku." Cicaline.
Vallene tersenyum pahit.
"Yakin? Ingin masuk ke dalam...?" Vallene.
"Tidak! Karena aku bisa...."
*Prangggg
"Membuka gembok bodoh ini!" Cicaline.
Cicaline berubah menjadi Yeire kembali, dan memukul dengan keras sekali gembok gerbang itu.
"Cica! Kau...." Vallene.
"Sheshh! Aku memerlukannya untuk mendapatkan benda dan tenaga yang kuat untuk memukul dan membuka gembok ini tau!" Cicaline.
Vallene tidak bisa berbicara apapun.
"Ba-baiklah...." Vallene.
Jangan sampai aku yang dia pukul.
Mereka menarik gerbang untuk membukanya, entah kenapa rasanya gerbang terlihat susah sekali untuk ditarik.
"Ini be-berat sekali...!" Vallene.
"Aneh, padahal ehh aku menggunakan tenaga ku...!" Cicaline.
Mereka menyerah dan merasakan sesuatu hal yang aneh, Cicaline dan Vallene saling menatap memberi sinyal bahwa masing masing dari mereka merasakan hawa aneh yang membuat merinding.
*Aa-ada apa ini? Cicaline juga dapat merasakannya.
Kenapa tiba tiba... Vallene bahkan....
*Druakkk*!!!!
Gerbang yang tadinya sedikit terbuka tiba tiba tertutup lagi dengan keras dan mengagetkan mereka.
Aa-apa...?
"Ci-cica...." Vallene gagap.
Ke-kenapa?
"Aa-apa?" Cicaline merinding.
Cicaline bingung dengan ekspresi Vallene yang ketakutan itu, mata Vallene hampir tidak bisa berkedip dan mengeluarkan banyak keringat.
"Ekh!!!" Cicaline.
Cicaline dicekik oleh seseorang dari belakang, dan ya... itu Franschine. Franschine dengan bentuk anehnya, dia mencekik dan menekan leher Cicaline. Cicaline terus bergerak dan memberontak, tetapi itu sia sia saja....
Melihat ekspresi Vallene yang ketakutan seperti itu, Franschine makin menjadi dengan mengangkat Cicaline seolah olah seperti di gantung. Vallene semakin lemah dan gemetaran melihat hal tersebut.
Aa-aku... Cica... Cica!!!
"Le-lepas!!!!! LEPASKAN DIA!!!" teriak Vallene.
Franschine hanya hanya tertawa mendengar itu, semakin lama Cicaline kehilangan energi dan dia mulai lemas.
"Ini, yang kau mau kan? Tch...." Franschine menyeringai.
Cica! Cica....
"Lihat teman mu ini bodoh, dia kehilangan kesadaran... lihat dia sekarang, menyedihkan bukan?" Franschine.
Vallene marah melihat hal itu, tetapi dia tidak bisa melakukan hal apapun.
"Ka-kamu... dasar kamu wanita jahat!" teriak Vallene sambil menangis.
"Jika bukan karena kau bocah ******, aku tidak akan mendapatkan penghinaan dari rakyat jelata tadi!!!" Franschine kesal.
"Aku, tidak peduli!" teriak Vallene.
Franschine menggertakkan giginya, dia semakin kesal dengan tingkah laku Vallene. Franschine yang terbawa emosi itu kemudian melempar Cicaline dihadapan Vallene.
Vallene yang melihat Cicaline tersungkur di hadapannya menjadi khawatir dan mencoba menyadarkan Cicaline.
Cicaline tak kunjung sadar, Franschine mulai mendekati mereka. Vallene dengan terpaksa harus mundur.
"Lihat, bajingan kecil ini tadi awalnya sangat berani. Sekarang mungkin dia ini terlalu lelah, sampai tidak sadarkan diri sendiri ini... oh, tapi... jika teman mu ini mati di hadapanmu...." Franschine.
Vallene langsung berhenti dari jalanya, dengan nafas yang berat dan mata yang terbuka lebar, dia tidak berani melawan Franschine untuk keselamatan Cicaline.
Hahaha... dia menyerah.
"Bagus, aku suka jika kamu menurut begini... ah, kenapa tidak dari tadi saja?" Franschine.
"Tapi, jangan sakiti dia!" Vallene.
"Hmm... berani sekali membuat kesepakatan tanpa persetujuan ku, tapi baiklah... temanmu ini tidak akan mati, hanya sedikit terluka. Sedikit saja...!" Franschine.
Franschine menginjak kepala Cicaline yang tergeletak itu dengan kaki kirinya yang berbentuk aneh itu. Dia semakin menekan dan menekan, suara Cicaline terdengar merintih kesakitan.
"Cukup, cukup!" Vallene.
Hahaha! Menyenangkan sekali melihat anak mu menjadi seperti ini....
"Baik...." Franschine.
Franschine menendang kepala Cicaline hingga Cicaline menabrak kaki patung yang mengenai kepalanya. Disana Cicaline tidak bergerak dan darahnya mengalir.
Cica! Darahnya banyak sekali....
"CICA!" Vallene.
"Tenang, dia tidak akan mati... mungkin hanya sekarat." Franschine.
Hanya ada mereka bedua sekarang, Vallene bingung ingin melakukan hal apa lagi. Dia terlalu lemah dan stress untuk memanggil kupu kupu kecil.
"Sekarang giliran mu...!" Franschine.
***
"Ehh, Pak Zient... anda baru saja kembali ya, bagaimana dengan pencarian kakak?" Vallice.
"No-nona Vallice... anda belum istirahat? Ini sudah malam Nona." Pak Zient.
"Aku tidak bisa tidur... bagaimana dengan kakak?" Vallice khawatir.
Pak Zient terlihat ragu dan menghindari pertanyaan Vallice.
"Saya...." Pak Zient berusaha mencari alasan.
Ah, sudahlah....
"Nona Vallene, saya tidak bisa menemukannya...." Pak Zient dengan ekspresi bersalah.
Kakak!
"Kakak tidak ditemukan? Bagaimana bisa?" Vallice khawatir.
"Maafkan saya Nona, tapi untuk sekarang ini sebaiknya Nona istirahat saja karena hari sudah malam, besok juga Nona ada ulangan pagi kan...." Pak Zient.
Vallice murung, kemudian dia berlari menuju kamarnya.
Sepertinya dia benar benar kecewa....
Kemudian ada satu pelayan yang terburu buru menghampiri Pak Zient.
"Pak kepala Zient, Nyonya Fred baru saja kembali... dan sepertinya, Nyonya... Nyonya... membawa mayat Vallene...." mengucap dengan gagap.
Pak Zient langsung terkejut mendengar hal itu, dia sangat panik dan memaksa pelayan itu mengatakan sesuatu
"Dimana? DIMANA DIA SEKARANG!!!!!" Pak Zient.
"Sekarang... saya melihatnya keluar sendirian dari mobilnya yang sengaja di tabrakannya secara keras ke gerbang utama, mobil itu rusak cukup parah... dan terlihat sekilas dari tempat duduk samping supir ada seseorang, yang terluka parah."
"Dan ternyata, itu adalah Vallene dengan keadaan yang... yang.... Sudah mati kurasa... Nyonya langsung turun dan masuk, membiarkannya begitu saja dari dalam mobil itu, kami juga tidak berani mendekat...."
Pak Zient sangat marah dan dia langsung menuju gerbang utama.
Hah... apa apaan wanita gila itu!!! Mayat? Mayat Nona Vallene...?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments