"Ah Nona sudah turun terlebih dahulu? Hidangannya belum matang semua Nona!" Miranda.
"Tidak apa apa Bibi, aku hanya ingin menemui kakak... emm, aku akan ke lantai tiga untuk memanggil kakak makan siang bersama. Biasanya waktu begini kakak sedang tidur siang." Vallice.
Mencari kakak? Gimana jika Nona tau kakaknya gak ada alias menghilang. Eh, lebih cocok kabur.
"Ehh! Eh... ehm... Nona, Nona, Nona! Lebih baik Nona tunggu saja saya sampai selesai masak hehe, duduk saja ya di meja makan. Nanti kakak anda saya saja yang panggilkan." Miranda.
"Tapi kan...." Vallice merasa aneh.
"Eh! Tidak apa apa! Tidak apa apa! Yang benar saja saya membiarkan Nona kelelahan, anda baru saja turun tangga dan mau naik tangga lagi. Kemudian naik tangga lagi untuk ke lantai tiga. Lagipula lantai tiga kan gudang kan! Banyak debunya! Tidak sehat!
Emm... lagipula Nona barusan ganti baju kan, nanti kotor bagaimana hayo... sudah! Sudah! Saya aja ya? Sekarang Nona duduk saja ya, temani Bibi memasak hehe." Miranda berperilaku aneh.
Haish....
Vallice memegang kepalanya dia pusing mendengar omongan Miranda yang secepat kilat itu. Meskipun Vallice menggeleng gelengkan kepalanya, dia lebih memilih menurut kepada Miranda.
"Hash... baiklah...." Vallice.
Padahal aku ingin membicarakan tentang bunga ini kepada kakak. Kakak pasti bisa menjelaskan semua ini, dia cukup mengerti dan pandai dalam hal sihir.
***
"Aku rasa enggak deh, soalnya warna rambut ibuku kan coklat tua. Rambutku ini mirip dengan ayah ku!" Cicaline.
"Wah jadi yang mengecat rambut itu ayahmu ya, ternyata meskipun pria tidak bisa melahirkan tapi bisa menurunkan warna cat rambut kepada keturunannya." Vallene.
Ajaib sekali, apakah penemu cat rambut adalah seorang penyihir hebat?
"Apakah penemu cat rambut adalah seorang penyihir hebat? Menurut mu bagaimana?" Vallene bertanya.
"Aku tak tau lebih, tapi aku benci apapun soal sihir. Ayolah... itu bukan pelajaran yang menyenangkan, kedua setelah matematika!
Kadang aku bertanya-tanya kenapa sekolah di Luria tidak menyediakan ekskul atau kursus musik, menyanyi, dan menari." Cicaline
Cicaline cemberut dan merasa kesal, dia melipat tangannya.
"Yang benar saja kamu ini Cica, kamu berada di Luria. Kamu gak akan bisa menemui hal hal yang seperti itu, karena disini wanita di tuntut selalu lemah lembut, santun dan tetap kalem." Vallene.
"Hei, itu nggak adil tau!" ucap Cicaline.
"Memang... wanita juga memiliki cita cita, selera dan kepribadian mereka masing masing. Tidak mungkin mereka selamanya terus menjadi begini, di haruskan menurut kepada suami mereka kelak.
Dilarang berkerja dan menduduki jabatan, karena mereka bilang seharusnya pria lah yang memimpin." Vallene.
"Negara ini benar benar kuno! Ini lebih ke mengurung harapan masyarakat. Kalau di Shopillia barat sih ini sudah berkaitan dengan hukum, mana boleh membatasi orang lain! Memangnya wanita tidak boleh berekspresi?" Cicaline.
Cicaline sepertinya sangat kesal?
"Kenapa kamu kesal? Kamu baru tau tentang hal seperti ini telah biasa di Luria?" Vallene.
Cicaline langsung membuang muka, lalu dia memegang tangan Vallene dan mengajak Vallene duduk di sofa.
"Seperti ini lebih nyaman...." Cicaline.
Dia capek berdiri....
Batin Vallene.
"Vallene sebenarnya aku adalah korban bully di sekolah...." Cicaline.
Vallene terkejut dan memegang erat tangan Cicaline.
"Bagaimana bisa? Karena apa?"
"Aku dari kecil tinggal dan tumbuh di Shopillia barat, aku, ayahku dan ibuku. Kita semua awalnya keluarga lengkap. Memang aku lebih dekat dengan ayahku, ayahku dan aku seringkali menghabiskan waktu bersama.
Dari kecil hingga aku berusia 8 tahun aku tumbuh besar bersama ayahku, aku memang tidak begitu dekat dengan ibuku karena dia sibuk. Ayahku memutuskan untuk berhenti berkerja untuk menjagaku, dan ibu yang akhirnya menggantikan mengurus bisnisnya.
Setelah itu disaat aku berumur 9 tahun tepat setelah hari perayaan ulang tahunku, ayahku dikabarkan sakit dan masuk rumah sakit. Aku sangat sedih, karena melihatnya terbaring lemas di kasur setiap hari. Aku selalu menjaga dan merawatnya, setiap hari aku tidur bersama ayahku. Aku menemaninya setiap saat.
Ayah selalu mengatakan dia baik baik saja dan dia bilang dia akan cepat sembuh. Ternyata semua itu bohong! Hari demi hari... keadaannya semakin memburuk. Tahun berikutnya saat aku akan berulang tahun yang ke 10. Ayahku... meninggalkan ku untuk selamanya....
Dia mengingkari janjinya! Aku akhirnya merayakan ulang tahun ku tanpa ayahku untuk selamanya!" Cicaline.
Tatapan Cicaline tiba tiba seperti kosong dan hampa. Vallene khawatir dengan kondisinya, dia mencoba menenangkan Cicaline.
"Cicaline... aku tau itu pasti berat bagimu untuk kehilangan sosok yang paling berharga dalam hidupmu. Tapi kamu harus tau adanya People Come dan Go. Berat ya menerima kenyataan ini?
Kalau kamu terus terjebak berada di zona nyaman, bagaimana kamu bisa menghadapi dunia yang kejam dan tidak adil ini?
Siap atau tidak kamu harus siap, dewasa itu tidak hanya usia kok. Memangnya kamu mau jadi anak manja yang terus bergantung kepada ayahmu sedangkan kamu tau di dunia ini tidak ada yang abadi.
Pasti ayahmu disana sangat bangga melihat mu bisa hidup mandiri dan bahagia bersama ibumu. Jika kamu saat ini tidak mempunyai ayah untuk menemani mu, maka kamu masih punya ibu yang bisa kamu peluk. Yakinlah kepadaku, dihari nanti kamu akan menemukan sosok seperti ayahmu.
Yang menyayangi mu dan membanggakan mu seperti putri raja, seperti ayahmu bukan berarti dia adalah pria yang lebih tua. Tapi sebagai kekasih yang akan bersumpah untuk mencintai mu dan menjagamu sampai maut pun tak bisa memisahkan." Vallene.
Kamu masih punya harapan Cica, sayangilah ibumu selagi ada. Kamu masih punya harapan dan tempat untuk bersandar... jika kamu tau betapa beratnya hidup tanpa mereka, kamu akan tau juga betapa dinginnya kehidupan.
Cicaline memeluk Vallene dengan erat dan dia sesenggukan menangis dalam pelukannya.
"Bagaimana kamu bisa merangkai kalimat seperti itu? Bagaimana kamu bisa memberikan nasehat terbaik seperti itu? Seakan akan kamu sudah merasakannya sendiri!" Cicaline.
Vallene tersenyum dan mengelus elus kepala Cicaline.
"Seseorang yang sangat ku sayangi, yang sangat menyayangi ku selalu memberikan ku kalimat seperti itu. Aku bersyukur sekali bisa mengenal seseorang sepertinya, lingkungan mu juga berperan penting dalam membentuk karakter mu.
Maka pilihlah lingkungan yang baik dan sehat ya! Karena tidak semua orang bisa berpikiran terbuka disaat mereka hidup dilingkungan yang menyedihkan.
Emm, apakah ini yang membuat mu menjadi pendiam dan alasannya kamu di bully?" Vallene.
Aduh, sepertinya bajuku jadi basah.....
Cicaline masih diam dan menangis sesenggukan. Dia terus memeluk Vallene dengan erat, dan sepertinya Vallene merasa sesak.
"Aduh... putri ayah sepertinya tidak bisa move on dari kehidupannya yang di ratu kan sama ayahnya yang menyayanginya ya...." Vallene.
"Bukan hanya itu sih... ada hal lain lagi.... Pada intinya aku benci tempat ini, dan orang orang disini!" Cicaline.
Akhirnya dia mau bicara dan bangun dari pelukan, langsung terasa dingin.
"Mereka bilang aku ini aneh! Mereka bilang aku adalah gadis liar tidak beretika! Mereka terus menerus berbicara hal buruk tentang ku!
Hanya... hanya karena... aku berbeda dari mereka! Aku dikatai seorang pemuja iblis karena aku... aku... menguncir rambut ku menjadi pigtail hairstyle.
Apa mereka semua orang bodoh? Tidak pernah melihat gaya rambut di kuncir dua?" Cicaline.
Cicaline terlihat sangat marah dan wajahnya tiba tiba menjadi agak menyeramkan bagi Vallene, seperti melihat sifat lain yang dimiliki Cicaline.
Cicaline... kenapa dia berubah seperti ini... padahal beberapa waktu lalu dia terlihat seperti anak yang ceria. Cicaline yang sekarang sangat berbeda....
"Dan... dan... aku membunuh mereka Vallene... aku membunuh mereka! Mereka semua!" gelisah Cicaline.
"A-APA!" Vallene terkejut bukan main.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments