Ahh! Ketemu juga!
"Nona! Nona Vallice!!!" teriak Miranda dari kejauhan.
Miranda akhirnya menemukan Vallice yang duduk di pinggiran sungai, Vallice tidak merespon panggilan dari Miranda.
Eh kenapa Nona diam saja? Dia menyender di pohon besar itu? Ada apa dengan Nona!
Miranda tanpa pikir panjang langsung berlari mendekati Vallice.
"Nona! Nona!" teriak Miranda sekali lagi.
Miranda memegang Vallice dan menggoyang goyangkan Vallice, Vallice tersadar. Ternyata Vallice hanya tertidur.
Ayam, ayam.
"Aa-apa, eh Bibi Miranda...." Vallice.
Miranda langsung memeluk Vallice dengan erat, dia menangis dan tampak sangat khawatir.
"Huhu... Nona... apa yang Nona lakukan di tempat seperti ini? Ini sudah petang Nona... tolong jangan seperti ini lagi ya Nona, saya sangat sangat khawatir." Miranda sesenggukan.
Andaikan Bibi tau... akulah yang telah membuat Bibi pingsan tadi....
"Maaf ya Bi...." Vallice menurunkan nada bicaranya.
"Sekarang... mari kita kembali Nona... hari sudah gelap, pasti Nona kedinginan kan?" Miranda khawatir.
"Tidak mau! Aku akan menunggu kakak disini! Bibi sebenarnya tau kan kalau kakak itu kabur?" Vallice menggertak Miranda.
Ahh!
"Ma-maafkan saya Nona... saya hanya tidak ingin anda merasa sedih...." Miranda.
Vallice menangis didalam pelukan Miranda, Vallice dengan erat memeluk Miranda dan mengatakan.
"Aa-aku tak mau pulang... aku mau menunggu kakak pulang Bibi... aku ingin pulang bersama kakak...."
Nona Vallice menangis... aku tidak tega melihatnya....
"Vallene akan segera ditemukan kok Nona... Nyonya Fred dan para penjaga lain telah mencarinya sejak tadi pagi... Nona tenang ya...." Miranda menenangkan Vallice.
"Ta-tapi... mama tidak akan melakukan hal kasar kepada kak Vallene kan? Mama kan sangat benci kepada kak Vallene... aku takut kak Vallene kenapa-kenapa...." Vallice.
Miranda mengusap air mata Vallice yang terus mengalir itu, dia sekali lagi meyakinkan Vallice untuk pulang.
"Berdoa saja ya? Mari kita pulang terlebih dahulu, disini gelap dan dingin. Nanti kalau ada ular atau hewan lain bagaimana? Nanti Vallene jadi sedih jika Nona terluka." Miranda.
Vallice akhirnya mau menuruti Miranda, dia bangun dari duduknya dan mengangguk. Sambil menghapus air matanya sendiri dia mengulurkan tangannya untuk membantu Miranda.
Miranda tersenyum bahagia melihat Vallice, Miranda pun merangkak hendak berdiri.
"Ahh!!!" Miranda.
Tangan kanan Miranda terluka karena terkena duri dari bunga racun yang Vallice tumbuhkan.
"Bibi... Bibi tidak apa apa kan?" Vallice khawatir.
"Tidak apa apa Nona, memang gelap jadi saya tidak begitu bisa melihat jelas." Miranda tersenyum.
Aku tertusuk duri apa? Kok rasanya perih dan panas sekali!
"Ayo Bibi, kita pulang...." Vallice.
"Baik, Nona...." Miranda.
***
"Bagaimana perasaan mu setelah melakukan hal itu? Apakah kamu tau berita tentang... sekarang mereka yang telah menganggu mu itu... sudah mati?" Vallene menatap Cicaline.
"Iya! Hahaha! Aku mengetahui hal itu, dan aku sangat, sangat, sangat, sangat senang!!! Ahaha!" Cicaline tersenyum riang dan bahagia, dia bahkan bertepuk tangan.
"Ka-kau sangat... bahagia?" Vallene.
"Tentu saja! Sejak hari itu, kehidupan ku disekolah menjadi normal kembali! Aku bisa mempunyai beberapa teman!" Cicaline.
"Ba-bagaimana dengan seseorang yang mendatangi mu di hari itu?" Vallene.
"Hmm, entahlah... aku tidak tau dia berada dimana sampai sekarang. Setelah aku membunuh mereka, aku sadang ke tempat dimana aku bertemu dengan dia.
Tentunya untuk mengucapkan terimakasih dan ingin berteman dengannya, tapi setelah ku tunggu beberapa jam dia tidak kunjung datang.
Begitupun dihari selanjutnya dan selanjutnya lagi, aku menunggunya berjam jam setiap harinya. Tapi tidak tidak muncul, dan itu sampai saat ini masih ku lakukan kok! Menunggunya!" Cicaline.
Pasti orang itu adalah Yeire yang sebenarnya, Yeire yang membuat Cicaline menjadi Yeire juga.
"Tapi seseorang itu tidak melukai mu kan?" Vallene.
"Tidak kok! Meskipun dari tingkah laku dan nada bicaranya seperti orang jahat dan aneh, tapi dia tidak melukai ku." Cicaline terbangun.
Hmm... membingungkan.
...
"Eh Nona Cicaline sudah sadar... ini saya telah membuatkan kalian teh hijau hangat. Silahkan di minum... ini hari sudah malam, kalian istirahat ya." Jane.
"Baik Bi, apakah ibu belum kembali?" Cicaline.
"Ah, tadi Lady menelpon saya dan Lady mengatakan dia agak sedikit terlambat untuk pulang." Jane.
"Ah begitu ya... baiklah." Cicaline.
"Terimakasih ya Bi, selamat beristirahat." Vallene.
"Iya Nona, saya keluar...."
Jane meninggalkan kamar Cicaline.
"Vallene! Kamu ikut aku ya! Kita tinggal dan sekolah di Shopillia barat!" Cicaline.
"Aa-apa? Kenapa begitu tiba tiba!!!?" Vallene terkejut.
Bersekolah???
Vallene tersipu saat mendengar Cicaline ingin mengajaknya sekolah.
"Eh! Kebetulan sekali aku besok pagi aku akan pulang ke rumah nenek dari ayahku yang berada di Shopillia barat. Aku akan tinggal dan bersekolah disana!
Kamu tau tidak aku akan sekolah di Academy Junior High School of Phillia!"
Academy Junior High School of Phillia?
"Itu kan sekolah menengah pertama terbaik di dunia! Phillia itu nama resmi dari Shopillia barat kan?"
Mata Vallene berbinar binar.
"Iya! Bagaimana? Kamu ikut ya... aku tak punya teman... ya meskipun nanti aku bisa bergaul dengan murid murid disana. Tapi, Vallene yang terbaik!"
Vallene makin tersipu, wajahnya memerah dan dia menjadi begitu malu-malu.
"Apa nanti nenekmu mau menampung ku? Itu kan sekolah mahal... dan biaya hidup di negara maju seperti itu kan juga banyak...." Vallene.
"Jangan khawatirkan itu! Orang tuaku adalah orang kaya kok! Uang mereka tidak akan habis!" Cicaline.
"Sebanyak apa?" Vallene.
"Aku tidak tau! Pokoknya banyak sekali! Bagaimana? Kamu mau kan!"
Cicaline memasang muka memelas.
"Emm, sebenarnya aku tidak pernah sekolah selama ini... tapi aku bisa membaca dan menulis kok!" Vallene.
"Ah benarkah? Maka dari itu, ini kesempatan bagus untukmu! Disekolah itu sebenarnya sangat menyenangkan bila kamu bertemu dengan teman yang cocok dengan mu.
Disana kamu bisa belajar dan bermain bersama teman teman mu, melakukan aktivitas lain dan mempelajari banyak hal lain." Cicaline.
"Wah! Menyenangkan ya sepertinya!" Vallene.
"Benar! Kecuali jika kamu bersekolah di Luria seperti aku dulu, itu menyiksa." Cicaline meringis.
"Ba-baik! Aku ingin ikut bersama mu!" Vallene.
"YEY!!!!" Cicaline bersorak.
"Nanti disana akan aku tunjukkan bagaimana cara menikmati hidup dengan benar! Kita akan nonton konser, belanja di mall, menonton bioskop dan naik bianglala di taman malam!" Cicaline.
"Aku tidak tau beberapa hal yang kamu sebutkan, tapi aku tau bianglala! Itu seperti roda yang berputar putar, dan kita bisa menaikinya! Saat kita berada di atas kita bisa melihat pemandangan kota Philia dari atas!
Wah!!! Kelihatannya seru banget!" Vallene.
"Benar! Ayo ikut aku berkemas! Aku sudah menyiapkan separuhnya tadi, kurang sedikit lagi."
Vallene mengangguk.
***
"Hari sudah gelap Nyonya, dan sepertinya kuda kuda kita... lemas. Kita sedang berada di kota saat malam hari, disini cukup ramai. Dan saya khawatir kita akan menjadi pusat perhatian.
Karena kita terlihat seperti berkuda dimalam hari...." Malvech.
"Benar Malvech, kita butuh mobil. Kamu tunggu disini dengan Damian, aku akan pergi membeli mobil." Franschine berfikir.
Damian dan Malvech terkejut seketika.
Membeli? Memangnya selama ini Nyonya bawa uang?
"Ba-baiklah Nyonya... saya dan Damian akan pergi sebentar ke restoran dan membeli minuman." Malvech.
"Emm! Emm! Emhh!!!" Damian.
Hei bagaimana aku mau meminum minuman jika mulut ku saja tidak bisa dibuka!
Franschine menjentikkan jarinya, dan seketika Damian bisa membuka mulutnya. Karena mereka terlalu sibuk dengan terbukanya mulut Damian, saat mereka menoleh ke arah Franschine. Franschine seperti hilang tiba tiba diantara ramainya pengunjung.
"Menyeramkan..." Malvech.
"Hei ayolah kita beli minum! Tenggorokan ku sudah mengering!" Damian.
"Iya! Iya!" Malvech.
"Kau yang traktir!" Damian.
Malvech mengerutkan dahi, dan Damian tidak peduli. Mereka pun pergi membeli minuman, sebelum itu Malvech menoleh ke arah belakang kembali.
Dia itu sebenarnya... apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments