"Ah luka Bibi ternyata separah ini!!!" Vallice
Kenapa bisa? Aku rasa tadi cuma tergores duri saja. Kenapa jadi separah ini?
"Bibi juga tidak tau Nona, ahahah. Aku rasa Bibi tadi bukan tertusuk duri biasa, mungkin ranting tajam atau lainnya." Miranda.
Kulit disekitar luka Bibi menjadi membiru... maafkan aku Bi, sebenarnya Bibi terkena duri beracun karena aku....
"Bi, duduk disini ya! Aku akan mengobatinya...." Vallice merasa bersalah.
Vallene membahasi sebuah kain dengan air hangat untuk di kompres ke luka Miranda. Setelah luka Miranda di seka dan diobati seadanya.
Kenapa aku menjadi pusing dan menggigil begini ya, pandangan ku juga tidak jelas....
"Vallice Bibi izin untuk tidur dan beristirahat ya... Bibi rasa efek dari obat ini membuat Bibi mengantuk...."
Vallice semakin khawatir melihat Miranda yang menjadi pucat dan semakin lemas.
"Bibi yakin tidak apa apa? Panggil dokter saja ya Bibi... Vallice takut terjadi apa apa...." Vallice.
"Emm, tidak perlu Nona... Bibi hanya perlu istirahat saja kok! Tenang saja, tujuan Bibi masih besar! Yaitu menemui idola Bibi!" Miranda berusaha ceria.
Dia menyembunyikan rasa sakitnya... tapi aku harap dia tidak apa apa.
"Berjanji ya! Bibi akan sembuh besok... lalu suatu hari ini saat aku sudah masuk Academy Junior High School di Shopillia barat nanti, aku akan mengajak Bibi dan kakak!
Kita akan menonton konser Hazelle Shi bersama! Dan aku akan berusaha menyakinkan Hazelle Shi untuk bertemu langsung dengan Bibi!" Vallice.
Miranda terkekeh mendengar apa yang Vallice katakan, sepertinya itu sangat menghibur Miranda.
"Baiklah Nona! Janji ya!" Miranda.
"Iya!" Vallice tersenyum.
Vallice pun keluar dari ruangan istirahat Miranda, sebelum dia menutup pintu, Vallice sempat menoleh lagi ke arah Miranda. Miranda benar benar langsung tertidur, dan Vallice pun menutup pintunya.
Vallice pun menyenderkan tubuhnya di pintu itu, dia merasa sangat bersalah dan berdoa agar Miranda baik baik saja.
Tuhan... semoga Bi Miranda baik baik saja... ini semua salahku ya Tuhan, tolong jangan libatkan Bi Miranda.
***
"Nah!!! Sudah siap!!!" Cicaline.
"Uhh, akhirnya ya...." Vallene.
Aku heran kenapa dia bisa tetap menerimaku dan mau berteman dengan ku, padahal kan Vallene sudah tau aku ini... tapi aku sangat bersyukur sih!
Cicaline tersenyum lebar kepada Vallene, Vallene mengacungkan jempol kepada Cicaline.
Pertama, agar aku tidak disakiti oleh mu. Dan kedua, berteman denganmu memiliki banyak keuntungan.
"Terus apa yang harus kita lakukan lagi?" Vallene.
Cicaline berbaring diatas kasur, dan mengatakan.
"Tidur untuk menunggu pagi datang!" Cicaline.
Vallene juga ikut terbaring di kasur.
"Pejamkan matamu, maka nanti jika kamu sudah membuka matamu, kamu akan disambut dengan hangatnya mentari pagi." Vallene.
"Baiklah, baiklah...." Cicaline terkekeh.
***
*Srukk!!!
Saking terkejutnya sampai minuman yang ada di mulutnya tersembur keluar.
"Aa-apa...." Damian melotot.
"Wow!!!" Malvech tidak berkedip.
"Wa-wanita yang berada dipinggir jalan i-itu..." Damian.
"Dan wa-wanita yang sedang menunggu diluar mobil mewah itu..." Malvech.
"Adalah Nyonya!" Mereka mengatakan secara bersamaan.
Mereka terdiam dan menganga lebar, seperti tidak percaya.
"Ba-bagaimana Nyonya bisa dengan mudah mendapatkan mobil... secepat ini, dan... dan itu adalah mobil baru." Damian.
"Aku tidak heran dengan seberapa cepat dia mendapatkan mobil, tapi yang aku tidak sangka... dia mendapatkan mobil mewah merek xxx. Dan dibeli hanya satu kali proses!
Bahkan gajiku selama lima tahun tidak kan mampu membeli mobil itu." Malvech.
Benar benar...
Franschine kesal saat melihat mereka malah bengong seperti itu.
Dua orang itu kenapa terdiam disana?
Melihat tatapan tajam dari Franschine mereka langsung tersadar dan cepat cepat mendekati Franschine.
"Ma-maafkan saya Nyonya... saya tadi hanya sedikit terkejut heheh." Damian
Sedikit dalam jumlah banyak maksudnya.
Franschine tidak menjawab dan tidak peduli, dia langsung naik di kursi supir. Mereka awalnya merasa konyol dan malu, tapi disaat mesin mobil dinyalakan, mereka bergegas masuk.
Suasana menjadi hening dan sesak, Damian dan Malvech merasa tidak nyaman dan gugup dalam suasana dalam mobil ini.
"Emm, ehh... sekarang kita akan memeriksa kemana lagi Nyonya?" Damian.
"Kediaman Werren." Franschine menjawab dengan tegas.
Astaga, ditanya begitu doang galak sekali jawabnya.
"Kediaman Werren? Untuk apa? Apakah tiba tiba ada urusan mendadak dengan Lady Olivia?" Damian bertanya.
Ihh! Damian ini! Apa dia mau bisu untuk kedua kalinya?
Isi hati Malvech.
"Iya, untuk menjemput anak itu." jawab Franschine dengan muka datar.
Ehh, aku kira masalah politik.
"Ba-bagaimana Nyonya bisa tau? Maksud ku kenapa Nyonya bisa memikirkan hal...." Damian kebingungan.
Lady Olivia... Vallene... memangnya apa hubungannya? Huh, ini... membuat otakku berkerja lebih keras, aku ngantuk.
*Brukk.
Damian tertidur seketika, Malvech melihat dari spion yang ada di dalam mobil. Franschine melirik sinis ke arah Damian, dan sejak itu pula Damian tiba tiba tertidur.
"Karena, anak itu berada di rumah Olivia saat ini." Franschine.
Malvech yang satu satunya masih sadar hanya bisa menelan ludah dan tidak berani berbicara satu kata pun. Susana kembali sunyi dan menegangkan.
Mobil yang di kendarai melaju dengan cepat, dan seperti biasa... Franschine berekspresi dingin dan kaku.
Sampai kapan aku akan terbiasa dengan sikapnya yang selalu begini, bayaran yang besar bisa didapatkan jika kalian berkerja dengan berbahaya.
Batin Malvech.
***
"Baiklah! Kamu tidur sebelah sini ya Vallene. Semua sudah siap! Saatnya kita menunggu hari esok!" Cicaline bersemangat.
"Iya." Vallene tersenyum bahagia.
Mereka sudah terlentang, tetapi mereka tidak bisa terpejam dan tidur.
"Hei Cica, kok Bibi Olivia belum pulang ya?" Vallene.
"Emm, tidak tau. Mungkin sebentar lagi?" Cicaline.
"Hmm, langit langit dikamar mu indah ya." Vallene.
"Benarkah, aku tidak melihatnya karena aku menutup mataku." Cicaline.
"Hei, kok kamu bisa berubah seperti itu tadi? Gerak gerik mu sangat menakutkan, aku rasa kamu tadi seperti ingin membunuh ku tau." Vallene.
"Memang sih, tapi karena kamu mau melanjutkan pertemanan dengan ku, dan kamu... aku rasa kamu orang yang baik kok! Aku suka!" Cicaline.
"Terimakasih, kurasa. Tapi kenapa kamu bisa menjadi seperti itu?" Vallene penasaran.
"Entahlah, jika seseorang mengatakan "Kamu aneh" atau seseorang berperilaku seperti mengatakan "Dasar aneh" kepadaku, itu membuat ku tidak nyaman dan marah." Cicaline menjawab.
Sepertinya Cica mengalami semacam trauma, pasti mereka yang sering membully Cica yang memberikan ketakutan ini kepadanya.
"Hei kenapa kamu menjadi diam?" Cicaline.
"Tidak apa apa, hanya ingin memahami mu saja." Vallene.
"Emm, kenapa ya perasaan ku menjadi tidak enak... seperti ada energi yang sangat jahat dan gelap sedang mendekat." Cicaline.
"Apa itu maksudnya? Kamu bisa menjadi sensitif kepada hal seperti ini... apakah kamu sadar kalau kamu telah menjadi Yeire?" Vallene.
"Ehh, bagaimana kamu bisa tau? Tapi jujur, itu benar! Aku adalah Yeire... ta-tapi jangan bilang siapa siapa ya! Kumohon... a-aku bisa menahan nafsu membunuh ku kok!" Cicaline.
"Emm, baiklah... tapi janji ya! Kamu harus menahan nafsumu itu! A-aku tidak mau kamu menjadi lebih jahat." Vallene.
"Iya hehe, aku janji!" Cicaline.
Karena sebenarnya aku mendengar percakapan kalian dan Bi Jane tadi.
Mereka melakukan janji kelingking.
"Emm, Vallene... aku rasa energi itu semakin dekat deh. Energi gelap dan kental ini... dia lebih kuat dariku. Seperti iblis, tapi bukan sepenuhnya iblis." Cicaline.
"A-apa? Iblis?" Vallene.
"Iya, mungkin sekarang jaraknya dua kilometer dari sini, tapi sudah tercium sampai sini. Dari yang awalnya 7 kilometer sekarang semakin mendekat." Cicaline.
"Apakah kamu tau seperti apa bentuk dia?" Vallene khawatir.
Aku curiga kalau itu adalah Franschine....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments