Dia... sangat mengerikan....
Vallene ketakutan dan berteriak, kemudian Franschine dengan wajah yang menyeramkan itu menggertakkan giginya dengan keras.
Tanpa basa-basi Franschine mencekik Vallene dengan tangan kanannya dengan kuat, kemudian Vallene di keluarkan dengan paksa dan dilempar secara kasar, Franschine membanting Vallene hingga dahi Vallene terluka dan mengeluarkan banyak darah.
Vallene lemas dan perlahan lahan menarik badannya menjauhi Franschine.
"Aahhk... hahaaa.... akh...." Vallene ketakutan.
Menjauh! Menjauh lah!
Melihat Vallene dengan keadaan seperti itu, Cicaline marah. Cicaline bangkit dari persembunyiannya kemudian berteriak kepada Franschine.
"MENJAUH DARINYA WANITA MENYERAMKAN!!! LIAT WUJUDMU!!!" Cicaline marah dan berteriak kepada Franschine, Franschine menoleh kearah Cicaline.
Franschine yang samar samar dikelilingi asap gelap, menatap Cicaline dengan mata hitam. Kukunya menjadi sangat panjang dan tangannya menjadi keriput dan berbulu hitam. Memiliki taring yang sangat panjang melebihi dahi.
Cicaline juga melihat kearah Franschine dengan wajah yang seakan meremehkan Franschine, Cicaline tertawa terbahak bahak dengan menunjukkan gigi giginya yang runcing dan bertaring. Mata Cicaline menjadi kuning, sorot matanya sangat mengerikan.
Entah dari mana asalnya, Cicaline sudah menggenggam sebuah tongkat besi berwarna pink yang telah dipenuhi bercak darah.
"AHAHAHAHAHA!!!!! JANGAN SOK BEGITU DONG!!! SERAM BANGET SIH MUKA MU!!! DUH... SEPERTINYA WARNA TONGKAT KU MULAI LUNTUR... AKU SEPERTINYA MEMBUTUHKAN... CAT BARU....?" Cicaline terus menerus tersenyum dan tertawa secara aneh dan berlebihan.
Franschine tetap diam di tempatnya dan terus menatap Cicaline dengan tajam dan mengerikan. Tanpa bergerak dan berbicara apapun.
"EH? KOK DIAM SAJA SIH? GAK SERU!!! KAMU MEMBOSANKAN HUH... SINGKAT SAJA DEH, BERSIKAP BAIK YA... AKU PELAN PELAN AKAN MEMUKUL KEPALA DAN TULANG TULANG MU DENGAN LEMBUT.
SAMPAI KAU MENGELUARKAN CAT MERAH YANG AKU BUTUHKAN UNTUK... MEWARNAI TONGKAT KU INI, AHAHAHA!!!" Cicaline lagi lagi tertawa.
Vallene yang melihat hal itu, merasa takut dan khawatir dengan Cicaline. Vallene berharap agar Cicaline tidak melawan Franschine.
Cicaline!!! Ku mohon hentikan!!! Kau, kau tidak tau siapa yang kau lawan sekarang!!!
"Uhh... emhh...." Vallene mendesah kesakitan.
Vallene tidak bisa bergerak karena seluruh badannya merasakan sakit akibat Franschine melemparnya ke lantai dengan keras.
Vallene mulai menangis dan menyalahkan dirinya.
Andai saja aku tidak datang ke rumah ini... mungkin keluarga Werren akan baik baik saja, Bibi Jane tetap hidup dan Cicaline mempunyai kehidupan normal.
Sekarang... aku merusak semuanya! Rumah Bibi Olivia dirusak dan berantakan. Bi Jane kehilangan nyawanya dengan di siksa secara mengenaskan.
Cicaline terus terusan mengubah dirinya menjadi Yeire, aku takut bahwa sisi kejam dari Yeire itu bangkit dan menguasai tubuh Cica!
Dan... dan aku, hanya tergeletak disini... tidak bisa melawan dan selalu meminta bantuan dan belas kasihan.... Dimana pun dan bagaimanapun, aku tidak akan bisa kabur darinya. Apakah aku... harus menerima takdirku sebagai... budak yang malang?
Vallene menyesali kehidupan yang dia miliki, dia terus menangis. Melihat Cicaline yang saat ini seluruh badannya dan pikirannya dikendalikan oleh Yeire.
"Aku tidak punya waktu untuk bermain perang perangan dengan Yeire." Franschine mengatakan hal itu dengan suara yang serak dan sedikit aneh.
Suara Franschine terdengar sangat menakutkan, Cicaline yang mendengarnya menjadi sedikit takut. Tapi Cicaline tidak peduli siapa yang berada di hadapannya sekarang.
Dia melompat dan mengayunkan tongkatnya dengan sepenuh tenaga.
"HHHAHA!!!" Cicaline dari atas hendak memukul langsung kepada Franschine.
Franschine melihat ke atas dengan emosi, sebelum tongkat itu mendarat ke kepalanya Franschine sudah menghadang dan memegang tongkat Cicaline.
Apa?
Cicaline mengerutkan dahi dan semakin marah, dia menarik tongkatnya dari genggaman Franschine.
"MENURUT DONG!" teriak Cicaline dengan geram.
"CUKUP!!! CUKUP!!! HENTIKAN... HENTIKAN!!! AKU MENYERAH! AKU AKAN IKUT BERSAMA NYONYA! JIKA... NYONYA TIDAK MENYAKITINYA." Vallene.
Keadaan yang awalnya sengit menjadi hening, Cicaline dan Franschine masing masing menoleh ke arah Vallene.
Apa dia serius...?
Cicaline yang sepertinya tidak suka dengan apa yang dilakukan Vallene pun emosi dan menunjukkan otot mukanya.
Franschine tersenyum melihat Vallene menyerah.
"Jika kau masih hidup, kau pasti akan melihat betapa pedihnya kehidupan putrimu."
Franschine berbisik pelan, lalu Franschine berjalan menuju Vallene dengan pincang karena kaki Franschine sekarang berbentuk kaki hewan dan berbulu.
Cica! Cica! Pukul dia, aku akan mengecoh nya.
Vallene menatap Cicaline dengan harapan, tetapi Cicaline tidak paham dengan itu. Dan muncul kupu kupu yang dilepaskan Vallene di awal keadaan, kupu kupu itu mengeluarkan suara, suara Vallene.
Kupu kupu itu seperti berbisik dan berkata kepada Cicaline, Cicaline telah mendengar apa yang kupu kupu itu katakan. Saat Franschine mulai mendekati Vallene, Cicaline juga berjalan pelan menuju Franschine.
Tangan Franschine mengayun dan hendak menyentuh pipi Vallene. Vallene memejamkan matanya dan merintih ketakutan. Disaat kuku yang tajam dan panjang milik Franschine itu berhasil menyentuh pipi Vallene....
*Brakkkk!!!
"Hahahaha! Habis kau!" Cicaline dengan nada puas.
Mendengar keributan itu Vallene membuka matanya dan mendapati Franschine telah tergeletak sujud di hadapannya, kemudian ia menoleh ke arah Cicaline. Disana Cicaline tersenyum lebar kepada Vallene.
Meskipun senyum Cicaline sangat menakutkan tetapi Vallene tidak merasa aneh lagi. Vallene bangun dari posisinya dan melangkahi tubuh Franschine. Dia berlari ke arah Cicaline dan memeluk Cicaline yang berlumuran darah itu.
"Cica!" kata Vallene dengan gemetaran dan menangis.
"Hei, sudah sudah jangan menangis. Kamu sebegitu takutnya?" Cicaline meledek.
"Iya... sangat...." Vallene.
"Bau darah bajingan ini sangat amis, ayo Vallene! Kita pergi!" Cicaline.
Mereka berlari keluar, Cicaline menggandeng tangan Vallene. Saat mereka sampai di lantai bawah, mereka menemukan kekacauan disana. Ada tiga mayat, yang masing masing organ tubuhnya sudah berserakan.
Itu? Bibi Jane dan Damian... dan siapa lagi pria satu itu?
Cicaline tetap berlari ke arah luar tanpa melihat keadaan di lantai bawah, berbeda dengan Vallene yang sejenak mengamati keadaan di lantai bawah.
Sampailah mereka di gerbang luar, disana mereka kelelahan dan memilih istirahat sejenak.
"Hah... hash... hash... apa sebaiknya kita telfon polisi Cica?" Vallene.
"Percuma, polisi tidak akan percaya menganggap kita aneh!" Cicaline.
"Hmm, benar juga. Apalagi kita berurusan dengan Perdana Menteri Luria." Vallene.
Vallene membungkuk sambil menyentuh lututnya, sampai dia menoleh ke Cicaline.
"Kamu sudah normal?" Vallene.
"Aku lupa mengatakan padamu kalau... ya, kau tau... dua wujudku ini bisa ku kendalikan, jangan khawatir." Cicaline.
"Apakah kau yakin jika kita keluar dengan keadaan lusuh dan berlumuran darah seperti... ini?" Vallene.
"Benar juga ya, sialan! Kemejaku berwarna putih lagi... huemmm...." Cicaline.
"Hah, padahal gaun ini baru diberikan Bibi...." Vallene.
"Ngomong ngomong, Bibi kok belum kembali?" Vallene ragu.
"Aku juga tidak tau, tumben sekali ibu pulang di keesokan harinya." Cicaline juga merasa aneh.
"Emm tapi, kamu yakin jika... dia benar benar... mati?" Vallene
Bagaimana jika iya, apakah Vallice akan bersedih nanti jika mengetahui bahwa aku yang membunuh ibunya?
"Tidak tahu, hehe. Mungkin iya! Karena darah yang muncrat banyak sekali." Cicaline.
"Hmm, aku harap begitu." Vallene dengan ekspresi bersalah.
Maaf Vallice.
Cicaline menyadari kalau Vallene seperti bimbang.
"Ah, Vallene... ayo kita buka gerbang ini!" Cicaline.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments