MEMBUKA PENYAMARANMU

Tristan mengerjapkan matanya, melihat Fressia yang kini ada di sampingnya dan terus saja memandanginya.

"Aunty kenapa?" tanya Tristan.

"Aunty tidak apa apa. Aunty hanya merasa senang kamu sudah ada di sini. Maafkan Aunty ya Tris, karena membiarkanmu sendirian dalam bahaya," Fressia sedikit menitikkan air matanya. Tristan langsung mendekat dan menghapus air mata Fressia dengan jari jemarinya.

"Aunty jangan menangis, aku sudah tidak apa apa. Uncle Ivan sudah menolongku," ucap Tristan.

"Apa mereka menyakitimu? Apa mereka memukulmu? Kami diberi makan atau tidak?" Serentetan pertanyaan dilontarkan oleh Fressia karena ia membayangkan Tristan mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakkan.

"Mereka tidak menyakitiku, Aunty. Mereka hanya menutup mataku, lalu mengikat tangan dan kakiku."

"Kamu tidak makan?" Sekali lagi Fressia bertanya.

"Makan, tapi hanya roti saja," jawab Tristan.

Fressia memberi pelukan pada Tristan, kemudian memegang bahu anak asuhnya itu, "sekarang kita mandi, lalu makan ya."

"Okay, Aunty," Tristan menuruti semua perkataan Fressia karena ia tak mau Fressia bersedih lagi. Mereka berdua sama sama sedih jika salah satunya sedih ataupun tersakiti.

Sementara itu Aiden yang telah mengetahui apa yang terjadi, kini sudah berada di dalam pesawat. Ia bersyukur kedua orang tuanya sudah berangkat ke Munich, sehingga ia tak perlu mengatakan apapun mengenai kepergiannya kembali Washington DC.

"Di mana Tristan sekarang, Grey?" tanya Aiden, saat mereka masih ada di dalam pesawat.

"Di rumah, Tuan. Nona Fressia yang menjaganya," jawab Grey.

"Tidak becus! Wanita itu tidak becus menjaga Tristan. Apa aku sebaiknya mengganti pengasuh untuk Tristan?" tanya Aiden pada dirinya sendiri. Grey yang mendengar itu pun akhirnya memberikan sarannya.

"Sebaiknya jangan, Tuan. Tristan sudah sangat dekat dengan Nona Fressia. Ia bahkan sangat penurut. Kalau diganti, tentu akan perlu penyesuaian lagi."

"Tapi ia tidak becus menjaga Tristan, Grey."

"Kejadian kemarin itu sangat mendadak sekali, Tuan. Saya rasa mereka memilih anak secara random dan terlihat Tristan yang begitu tampan dan sehat, mereka pasti memilihnya tanpa banyak berpikir lagi."

"Kalau begitu, tingkatkan penjagaan untuk putraku, Grey. Aku tidak ingin hal semacam ini terulang kembali," perintah Aiden.

"Baiklah, aku akan segera mengaturnya."

Setelah hampir satu setengah jam di dalam pesawat, akhirnya mereka tiba kembali di Kota Washington DC. Seorang supir telah siap di sana untuk menjemput Aiden dan Grey.

Grey bisa melihat kegelisahaan pada sikap Aiden yang tak tenang selama di dalam pesawat tadi dan sekarang di dalam mobil.

"Ia sudah baik baik saja, Tuan," ucap Grey berusaha menenangkan Aiden.

"Ya, aku tahu. Oya, di mana senjataku, Grey?" tanya Aiden.

"Senjata? Untuk apa, Tuan?" tanya Grey yang tidak mengerti maksud Aiden menanyakan hal itu.

"Berikan saja padaku," ucap Aiden.

Grey membuka sebuah laci khusus di bawah jok mobil, lalu memberikan senjata itu pada Aiden. Aiden memasukkan senjata itu ke bagian dalam jas yang ia kenakan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dari bandara, akhirnya mereka sampai di Kediaman Aiden. Grey bisa melihat wajah Aiden yang tampak dingin dan sepertinya dipenuhi oleh amarah. Hal itu membuat Grey tampak berjaga jaga karena tak ingin atasannya itu berbuat hal di luar kendali.

Sementara itu di dalam rumah, tepatnya di ruang keluarga, tampak Tristan sedang duduk di atas karpet bersama dengan Fressia. Fressia sedang menemani Tristan menggambar sambil sesekali tertawa.

"Aunty, di mana orang tua Aunty?" tanya Tristan tiba tiba.

"Aunty sudah pernah cerita kan kalau orang tua Aunty sudah tiada?" Fressia sedikit balik bertanya.

"Hmm ... tapi apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aunty tidak terlalu ingat," jawab Fressia singkat.

Bagaimana aku mau tahu apa yang terjadi, ingat pun tidak. Bahkan siapa diriku saja aku tidak ingat. - batin Fressia.

"Aunty tidak sedih?"

Fressia terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Ia tak bisa berbohong bahwa ia sedih, tapi memang ia tak merasakan apapun. Mungkin itu semua karena ia tak mengingat kenangan apapun. Ia memiliki Mom Roxane dan Karen, yang mungkin jika mereka pergi meninggalkannya, baru akan membuatnya sedih.

"Sedih," jawab Fressia datar. Ia tak ingin Tristan berpikiran buruk tentangnya.

"Kalau aku, aku pasti akan sangat sedih jika tak ada Daddy. Aku bahkan tak memiliki foto Mommy. Aku belum pernah melihatnya, tapi aku sudah sangat sedih sekali," ujar Tristan yang tiba tiba mengalirkan air matanya.

"Hei, Tris. Jangan menangis. Ada Aunty di sini yang menemanimu, okay. Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar? Kamu istirahat dulu ya," Fressia mengajak Tristan masuk ke dalam kamar tidur.

Setelah itu, ia pun keluar dari kamar tidur Tristan dan berniat merapikan barang barang yang tadi mereka gunakan di ruang keluarga.

Mata Fressia membulat ketika melihat keberadaan Aiden di sana. Kapan majikannya itu datang?

"Selamat sore, Tuan," ucap Fressia menyapa.

"Duduk!" Perintah Aiden.

Fressia pun duduk di atas karpet. Ia tak berani duduk di atas sofa jika tak ada Tristan di sampingnya. Tatapan tajam yang diberikan Aiden membuat Fressia sedikit takut dan membuat tubuhnya gemetar.

Wanita ini seperti tak punya perasaan. Ia bahkan tak merasa sedih ketika berbicara tentang kedua orang tuanya yang telah tiada. Apa dia tak punya hati? Atau jangan jangan .... - batin Aiden yang mulai berpikiran negatif pada Fressia.

"Kamu tidak becus menjaga putraku, hmm?!" tanya Aiden dengan sedikit penekanan.

Fressia tak berani mengangkat kepalanya. Ia kembali teringat apa yang terjadi pada Tristan. Asisten pribadi atasannya itu pasti sudah menceritakan apa yang terjadi.

"Maafkan saya, Tuan. Kejadian itu terjadi begitu cepat dan saya ....," Fressia menghentikan ucapannya karena suara Aiden kembali terdengar.

"Kalau kemarin Ivander tak menemukannya, apa kamu tahu apa yang akan terjadi pada Tristan?!" teriak Aiden lagi.

Sungguh, Fressia saat ini sudah mulai ketakutan. Ia bahkan semakin menundukkan kepalanya dan menutup telinganya. Sekelebat ingatan hadir dalam pikirannya.

"Tidak becus menjaga putraku. Apa kamu berada di sini karena ingin hidup nyaman? Atau kamu berada di sini karena memiliki maksud tertentu?" tanya Aiden dengan ketus.

"Bu-bukan seperti itu, Tuan."

"Semua hal yang kamu ceritakan pada putraku pasti mengandung kebohongan! Aku tidak suka itu. Cerita mengenai kematian orang tuamu juga pasti hanya tipu muslihatmu agar terlihat menyedihkan. Cerita mengenai rambut merahmu pun itu pasti bohong! Kamu hanya ingin membuat putraku dan orang orang di sekitarmu menjadi simpati padamu, hah?!"

Mendengar ucapan Aiden, Fressia yang awalnya menunduk kini menatap Aiden dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apa yang kamu lihat?! Apa kamu merasa kebohongan dan tipu muslihatmu sudah terbongkar? Aku juga yakin bahwa kejadian pada Tristan kemarin ada campur tanganmu! Kamu ingin melukai keluargaku kan?!"

Sebuah pistol Aiden keluarkan dari bagian dalam jasnya dan langsung diarahkan ke dahi Fressia. Aiden pun tanpa ragu sudah menarik pelatuknya.

Cletekkk

Aku akan membuka penyamaranmu. Hanya dirimu yang tahu selain putraku dan orang orang kepercayaannku, bahwa aku memiliki seotang istri berambut merah. Ini semua pasti ada hubungannya denganmu. - batin Aiden.

🧡 🧡 🧡

Terpopuler

Comments

Patrish

Patrish

jangan nyesel ya Aiden...

2025-01-15

0

Ita rahmawati

Ita rahmawati

istri yg mana yg kamu maksud aiden

2024-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!