Karen sungguh tak habis pikir mengapa Fressia selalu mewarnai rambutnya dengan warna coklat, padahal Karen sendiri sangat menyukai warna rambut merah Fressia. Akhirnya karena semakin lama semakin penasaran, ia pun kembali bertanya.
"Fre, sebenarnya mengapa kamu terus mewarnai rambutmu, hnm? Rambut merahmu sangat cantik," ucap Karen.
Fressia tersenyum, "Aku lebih suka rambut dengan warna yang natural."
"Ishh kamu ini, warna merah itu seksi tau!"ujar Karen lagi.
Fressia hanya bisa tertawa mendengar ucapan Karen. Sahabat sekaligus saudara angkatnya itu memang lucu dan selalu membuatnya tertawa.
"Tristan juga memiliki rambut merah dan ia sangat tampan," ucap Fressia.
"Anak asuhmu?" Fressia pun mengangguk.
"Apa majikanmu juga memiliki rambut merah? Pasti ia juga tampan," ucap Karen.
"Tidak, Tuan Aiden memiliki rambut berwarna coklat."
"Berarti istrinya yang memiliki rambut merah. Ia pasti cantik sekali, sama sepertimu," puji Karen.
Mereka menikmati pelayanan yang diberikan oleh salon milik Donny tersebut. Sesekali mereka menggoda Donny, membuat sang empunya merubah raut wajahnya cemberut, tapi kembali lagi tertawa bersama.
Setelah selesai melakukan perawatan, Karen dan Fressia juga meminta bantuan Donny untuk merias wajah mereka dengan natural tapi tetap elegan.
"Beres, sayang. Donny pasti akan memberikan hasil yang luar biasa," ucap Donny dengan bangga.
Karen dan Fressia pun mempercayakan semuanya pada Donny. Mereka juga mengenakan gaun yang tadi mereka bawa untuk menghadiri pesta.
"Ah kalian cantik sekali! Sungguh aku jadi ingin memeluk kalian," ucap Donny yang membuat Karen merentangkan kedua tangannya.
"Dengan hasil yang sangat memuaskan seperti ini, aku dengan senang hati memberimu izin untuk memelukku," ucap Karen.
"Ah senangnya, aku jadi ingin menangis," ucap Donny lagi.
Hal itu membuat Karen dan Fressia terkekeh. Mereka pun mengakhiri acara di salon itu dengan foto bersama.
"Simpanlah fotoku baik baik, siapa tahu nanti aku menjadi artis, ya kan?" Ucap Karen.
"Kalau gitu aku penata riasnya," ucap Donny yang membuat tawa kembali pecah di salon itu.
"Sudah, sudah, nanti kalian terlambat. Dari pada kalian memesan taksi, biar aku saja yang mengantarkan kalian, okay? Aku tak ingin mahakarya ku rusak di jalan," ucap Donny sambil tertawa.
Mereka berdua menerima inisiatif Donny dan masuk ke dalam mobil Donny yang terparkir tepat di depan salon. Donny mengendarai mobilnya dengan sangat hati hati. Ia pernah mengalami kecelakaan dan tak ingin hal itu terulang lagi.
Karen menyebutkan tempat acara pesta diadakan dan Donny pun langsung tahu tempat itu.
"Bukankah itu tempatnya pengusaha pengusaha kaya?" tanya Donny masih sambil mengemudikan mobil.
"Temanku berulang tahun dan kekasihnya memang seorang pengusaha kaya raya," jawab Karen.
"Wah kalau gitu seharusnya aku ikut dengan kalian. Siapa tahu aku juga bisa mendapatkan seorang pengusaha kaya yang akan memberiku modal untuk membesarkan usaha salon ku," ucap Donny.
"Sepertinya itu sulit, Don. Yang terpenting sekarang adalah meluruskan jalanmu dulu. Kamu masih kadang kiri, kadang kanan," ucap Karen, dan sekali lagi membuat semua yang ada di dalam mobil kembali tertawa.
Mobil Donny berhenti di sebuah hotel bintang lima di kota itu. Karen dan Fressia pun membuka seatbelt.
"Selamat bersenang senang ya, sayang! Kalau bisa, rekomendasikan salonku pada semua teman temanmu , biar salonku semakin ramai," ucap Donny sebelum Fressia dan Karen turun.
"Jangan khawatir, salonmu akan ramai tanpa aku harus berkoar koar," Karen dan Fressia pun turun dari mobil. Mereka tersenyum pada Donny serta melambaikan tangan, lalu masuk ke dalam hotel tersebut.
Mereka berdua memasuki sebuah koridor lebar dengan bunga di sebelah kanan dan kiri, yang sudah seperti acara resepsi pernikahan saja.
"Ini cantik dan mewah sekali, Kay," ucap Fressia. Kay adalah sapaan untuk Karen karena terasa lebih mudah saat memanggilnya.
"Ya, Lucia memiliki kekasih seorang pengusaha, jadi wajar saja ia mendapatkan perlakuan istimewa bak seorang putri, meski masih berstatus kekasih," ucap Karen.
"Ayo masuk," ajak Karen saat melihat sebuah pintu di mana ada foto Lucia yang sangat cantik, sambil memegang sebuah kue berukuran kecil.
"Kita tak membawa kado?" tanya Fressia yang baru teringat akan hal itu. Langkahnya pun terhenti karena tak enak jika masuk ke dalam tanpa membawa apa apa.
"Tidak perlu, aku sudah patungan dengan teman teman yang lain. Biar lebih murah," bisik Karen.
Ya, kalau ia harus membeli hadiah untuk Karen secara pribadi, ia tak tahu apa yang akan dibeli dan tentu saja ia akan mengeluarkan uang dengan nominal fantastis.
Masuk ke dalam sebuah ballroom dengan hiasan bunga bunga berwarna cerah, menampakkan kesan seorang wanita yang pasti memiliki sifat anggun serta ceria.
"Lihatlah begitu banyak makanan. Kita harus kenyang saat pulang nanti," bisik Karen.
"Tapi kita tak akan membungkusnya untuk dibawa pulang kan?" tanya Fressia.
Pletakkk
"Tentu saja tidak! Aku tidak bawa plastik soalnya," lanjut Karen.
Karen menggandeng Fressia dan mengajaknya menemui Lucia. Namun Fressia berusaha menahannya.
"Aku tidak usah ke depan ya? Aku tidak kenal, malu! Nanti disangka aku hanya datang karena ingin makan," ucap Fressia.
"Ishhh kamu ini ... alasan kita datang ke sini kan memang untuk makan gratis, meski aku sudah membayarnya di muka dengan membelikannya hadiah. Jadi, kita harus menikmati semuanya."
"Iya, aku mengerti. Tapi aku tak ingin ke depan, Kay. Kamu saja ya," pinta Fressia.
"Baiklah kalau begitu, aku ke depan dulu ya. Aku bahkan harus antri hanya untuk mengucapkan selamat padanya. Kamu cari makan saja dulu, nanti tunggu aku di dekat meja minuman," ucap Karen dan diangguki oleh Fressia.
Fressia berjalan mendekati meja yang penuh dengan makanan. Banyak sekali makanan di sana yang membuat ia menelan salivanya. Sungguh, makanan di sana terlihat begitu enak dan menggugah selera. Itu baru tampilan, bagaimana dengan rasanya? Pasti luar biasa, demikianlah pikir Fressia.
Ia mengambil piring dan mulai mengambil beberapa makanan di sana. Ia mengambil sedikit sedikit agar bisa mencoba banyak jenis makanan.
Fressia melihat ke kiri dan ke kanan, suasana pesta terlihat sangat ramai tapi tak ada satu pun yang ia kenal. Ia bahkan tersenyum pada Karen yang masih terlihat mengantri di dekat panggung untuk memberikan ucapan selamat.
Setelah mengambil beberapa makanan, Fressia berjalan menuju meja yang berisi banyak sekali minuman. Ia sampai terpesona karena minuman tersebut disusun berdasarkan warna, sangat indah.
Fressia menyuapkan makanan yang ada di atas piringnya ke dalam mulut. Ia tersenyum senang karena merasakan rasa yang enak.
"Sesuai perkiraanku, ini memang enak," gumam Fressia.
Namun, baru saja ia mau menyuapkan makanan lagi ke dalam mulutnya, seorang pria mencekal pergelangan tangannya.
"Nona!"
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments