Pernikahan Pelunas Hutang

Pernikahan Pelunas Hutang

*Bab 1

Resepsi pernikahan sederhana telah pun usai di laksanakan. Sepasang anak manusia yang tadinya baru saja sah menjadi pasangan suami istri, kini diam dengan pikiran masing-masing.

Jangan harap bahwa mereka sedang memikirkan malam pertama mereka sekarang. Karena pernikahan itu bukanlah pernikahan atas dasar cinta. Melainkan, atas dasar terpaksa. Bahkan, sebelumnya mereka tidak pernah saling mengenal satu sama lain.

Adinda Manohara. Gadis cantik dengan rambut hitam lurus yang panjang itu sebenarnya punya masa depan yang sangat cerah. Dia lulusan terbaik manajemen akutansi di kota besar. Ia punya mimpi yang tinggi. Ingin menjadi wanita karier yang terkenal di kota besar tempat ia menuntut ilmu sebelumnya.

Tapi sayang, mimpi dan cita-cita itu hanya sebatas harapan yang mungkin tidak akan pernah bisa ia wujudkan. Karena sekarang, ia harus menikah dengan anak tetangga sebelah rumah karena hutang yang ayahnya miliki.

Pria yang terkenal karena sering digosipkan oleh ibu-ibu di desanya. Bukan terkenal karena kelebihan, melainkan, karena keburukan dari pria itu semata. Dia dikabarkan seorang playboy akut yang suka mempermainkan perasaan perempuan. Suka gonta-ganti pasangan dengan mudah.

Ilya Mulyadi namanya. Anak orang paling kaya di desa mereka. Anak orang terpandang yang sejak kecil selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Mungkin, karena faktor itulah si pria jadi playboy dan badboy sekarang.

Wajahnya diakui memang sangat tampan. Ia terlihat indah dipandang mata. Tubuh atletis yang sangat memukau. Dia cukup sempurna untuk diakui sebagai pria tampan dari kota.

Tapi sekarang, pria itu tidak lagi sempurna. Dia sudah lumpuh sejak tiga tahun yang lalu. Katanya, dia mengalami kecelakaan karena memperebutkan seorang perempuan.

Memang, pria ini punya nama yang sangat tidak baik di desa. Karena itu pula, kesan tidak baik langsung terukir dengan mudah di hati Dinda sekarang.

Kesan yang tidak baik itu membuat Dinda sangat enggan untuk bersahabat dengan Ilya. Dia sepertinya sangat ingin menghindar dari Ilya. Sayangnya, itu tidak bisa ia lakukan.

Karena jika ia keluar dari kamar pengantin ini, maka akan banyak tanggapan negatif yang akan beredar. Dia tidak ingin menciptakan masalah buat semuanya. Karena itu, Dinda memilih untuk terap bertahan meski hatinya merasa sangat tidak ingin.

Sementara Ilya, dia malah sibuk dengan urusannya sendiri. Sejak masuk ke kamar pengantin beberapa saat yang lalu, dia terus sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang ia lakukan dengan ponsel tersebut, yang jelas, ia terlihat begitu fokus.

Beberapa jam berlalu. Suasana kamar itu masih sama seperti sebelumnya. Masing terasa hening tanpa ada satu patah katapun yang terucap dari kedua anak manusia yang ada di dalamnya.

Hingga akhirnya, Ilya merasa lelah duduk di atas kursi roda yang menjadi kaki pengganti buatnya selama beberapa tahun terakhir. Dia pun terlihat berusaha untuk berpindah posisi ke atas ranjang.

Awalnya, usaha Ilya ingin Dinda abaikan. Tapi, hati nuraninya tidak menginginkan hal itu ia lakukan. Dengan cepat, ia beranjak dari duduknya di atas sofa yang ada di samping kamar tersebut.

"Boleh aku bantu?" Kata-kata pertama Dinda langsung terdengar sejak pertama kali mereka bertemu.

Hal itu tentu saja membuat Ilya langsung terdiam dengan tatapan lekat melihat wajah perempuan cantik yang ada di dekatnya sekarang. Aroma harum tubuh itu sangat menenangkan buat Ilya. Pikirannya yang berkecamuk, mendadak rileks begitu saja.

Bahkan, niat awal untuk menolak tawaran itupun mendadak sirna. Sedangkan Dinda, tanpa persetujuan dari Ilya pun ia terus saja membantu Ilya buat bangun dari kursi roda dan berpindah ke atas kasur.

Usai membantu Ilya, Dinda ingin langsung menjauh. Tapi Ilya langsung menghentikan niat itu dengan memegang tangan Dinda dengan cepat.

"Bisa bicara sebentar?" Ilya berkata dengan tatapan penuh harap ke arah Dinda.

Seketika, niat untuk menjauh pun hilang begitu saja. Tatapan penuh harap itu seakan meluluhkan hati Dinda dengan mudah.

"Bicara apa?"

"Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan. Yang jelas, semua tentang aku dan kamu."

"Bisa duduk dulu?" Ilya berucap lagi karena saat ini, Dinda sedang berdiri. Gak mungkin dia mengajak Dinda ngobrol dengan posisi yang seperti itu.

Sementara Dinda yang ditawarkan untuk duduk langsung memasang wajah bingung dan tidka nyaman. "Duduk? Di mana?"

"Di sini. Di sampingku. Karena gak mungkin kamu duduk di sofa yang ada di sana. Itu cukup jauh untuk kita saling bertukar obrolan. Dan, gak mungkin juga kalo kamu duduk di situ, bukan?" Ilya berucap sambil melihat ke arah lantai.

Dinda yang mendengar ucapan Ilya barusan tentu merasa sangat canggung. Iya pun berpikir cepat untuk menghindar dari permintaan Ilya barusan. Karena ia merasa, sangat-sangat tidak nyaman sekarang. Jangankan duduk di samping Ilya. Berdiri di depan Ilya seperti saat ini saja dia sudah merasa sangat tidak nyaman.

"Ee ... bagaimana jika aku gunakan kursi meja rias saja? Dengan begitu, kita bisa ngobrol dengan baik dengan jarak yang cukup pas."

Ucapan itu langsung membuat Ilya memberikan tatapan lekat ke arah Dinda.

"Apa duduk di samping aku sangat menyulitkan buat kamu? Sampai-sampai, kamu harus susah payah mencarikan kursi lain agar tidak duduk di dekatku?"

"Ah, bu-- bukan gitu. Maksud aku .... " Dan pada akhirnya, Dinda menyerah. "Baiklah. Aku duduk di sini. Maaf, aku gak niat bikin kamu merasa tidak nyaman. Aku hanya .... "

"Sudahlah. Tidak perlu dipikirkan lagi. Aku gak akan mempermasalahkan hal itu juga kok. Karena aku tahu, kamu menikah dengan aku bukan karena keinginan kamu sendiri. Melainkan, karena terpaksa."

"Lagian, kita juga tidak pernah saling kenal sebelumnya. Jangankan kenal, bertemu aja aku pikir tidak pernah sama sekali." Ilya berucap dengan nada tenang. Sepertinya, ia cukup bersahabat sebagai seseorang yang baru Dinda kenal.

"Oh iya, sebelumnya aku lupa nanya. Mau aku panggilkan apa kamu? Mano? Hara? Atau ... apa? Aku gak tahu apa nama panggilan kamu soalnya." Lagi, Ilya terus bicara dengan suara tenang yang ikut membuat perasaan gugup Dinda sedikit menghilang.

"Panggil aku dengan nama Dinda saja. Karena itu nama panggilanku selama ini." Dinda berucap dengan nada yang masih terdengar cukup canggung.

"Oh, Dinda. Mm ... nama yang bagus. Oh ya, aku dengar, kamu adalah gadis yang pintar. Kamu lulusan terbaik di tempat kamu kuliah, kan?"

"Aku tahu kampus itu. Kampus yang paling terkenal di kota tersebut. Bisa lulus dengan nilai terbaik adalah hal yang paling membanggakan. Tapi sayang, kamu harus menikah dengan pria cacat seperti aku. Pria lumpuh yang tidak bisa apa-apa selain duduk di kursi roda."

Terpopuler

Comments

Sadiah

Sadiah

Baru mampir thoor,, jd masih menyimak 😊

2023-07-01

2

Patrick Khan

Patrick Khan

..hai kak .q mampir nie😁☺

2023-05-19

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!