"Hm ... kamu ini, Din. Terkadang, aku merasa kalau kamu adalah gadis kecil yang ayah pilih untuk aku. Tapi, ada kalanya kamu berubah. Berubah menjadi seseorang yang aku sendiri kerasa minder untuk menjangkau mu."
"Dan ketika saat itu tiba, aku malah merasa sangat ketakutan. Aku takut jika kamu pergi dariku, Dinda. Kamu yang akan meninggalkan aku, membuat aku hilang kendali dan hidup dalam kesepian seperti beberapa saat yang lalu."
Ilya berucap dengan wajah serius. Dinda yang mendengarkan hal itu juga langsung memasang ekspresi yang sama pula. Tentunya, dengan seribu kebingungan yang memenuhi kepala Dinda saat ini.
Bagaimana tidak? Ucapan Ilya barusan mendadak membuat Dinda tidak memahami segalanya. Benak Dinda yang sebelumnya sudah penuh akan cerita Ilya yang cukup membingungkan, kini semakin bertambah bingung lagi dengan ucapan Ilya yang seakan sangat membutuhkan dirinya lebih dari apapun.
"Kak Ilya ... bisa bicara lebih jelas dan santai? Aku sungguh tidak bisa memahami apa yang sedang kamu katakan. Maksud yang ingin kamu sampaikan padaku, sepertinya sangat sulit untuk benakku terima sekarang. Jadi ... tolong bicara dengan kata yang terus terang agar aku mudah memahaminya."
Ilya tidak langsung menjawab. Tangan Dinda yang sebelumnya ia pegang, kini semakin erat lagi ia genggam, seakan takut tangan itu seketika bisa terlepas.
"Dinda ... sebenarnya ... aku mau bilang kalo aku sangat takut kehilangan kamu. Entah kenapa, dan entah sejak kapan. Aku juga tidak tahu akan hal itu. Yang jelas, satu hal yang pasti, aku ingin kamu selalu ada di dekatku. Tak ingin kamu meninggalkan aku dengan alasan apapun."
Ucapan Ilya barusan membuat Dinda membulatkan mata. Sungguh, kata-kata itu membuat hatinya kaget. Tapi, juga ada rasa bahagia yang entah kenapa bisa dia rasakan.
"Dinda, aku terkesan sangat egois, bukan? Ingin menahan kamu agak bisa tetap selalu berada di sampingku. Dengan kata lain, aku terkesan memaksa kamu untuk tetap tinggal di sisiku meskipun kamu tidak suka padaku dan ingin segera menjauh dari aku."
"Aku yang tidak tahu malu ini memang egois, Dinda. Aku ingin memiliki dirimu seutuhnya. Meski aku tahu batasan dan kekurangan yang aku miliki. Tapi aku tetap saja berusaha keras layaknya orang yang sempurna yang berusaha mengejar cinta. Padahal aku .... "
"Cukup, kak! Aku tahu apa yang ingin kamu ucapkan. Jangan teruskan ucapan itu karena aku tidak suka kamu selalu mengatakan kekurangan yang kamu miliki. Sudah berulang kali aku katakan padamu, jangan bawa kekurangan kamu saat bicara denganku. Karena aku tidak pernah melihat seseorang dari kelebihan atau kekurangan, kak Ilya. Jadi, aku tidak ingin kamu terus-terusan jadi pria lemah hanya karena kekurangan yang kamu punya."
"Bahagia itu sederhana. Cukup dengan merasa nyaman saja maka kita akan terasa bahagia. Sedangkan kamu pula, tidak ada yang melarang kamu untuk mengejar cintamu, Kak. Sempurna atau tidaknya seseorang, tetap saja, dia berhak akan cinta. Karena cinta itu bukan fisik, bukan kekayaan, bukan juga kedudukan. Melainkan, perasaan yang halus yang datang dari hati terdalam. Tidak bisa dipaksa, juga tidak bisa memaksa."
Penjelasan yang Dinda berikan dengan penuh semangat itu membuat Ilya merasa seperti mendapatkan cahaya di tengah kegelapan. Dia pun merasa sangat senang akan ucapan Dinda barusan. Sinyal harapan yang sudah bisa dipastikan kalau ia tidak akan di kecewakan oleh Dinda. Karena itu, dia tidak ragu lagi untuk menyatakan cinta dengan sangat jelas sekarang.
"Dinda. Barusan itu ... sinyal jawaban yang pasti, kan? Mm ... kamu akan terima jika aku meminta untuk tetap tinggal di samping selamanya?"
"Eh, it-- itu .... " Dinda mendadak merasa serba salah. Karena di satu sisi hatinya, ia masih ragu akan apa yang sedang terjadi. Langkah selanjutnya seperti apa. Dinda masih tidak bisa melihat dengan jelas.
Pikirannya masih tidak percaya kalau Ilya benar-benar sudah berubah. Ada bisikan kecil yang muncul dalam benaknya, yang mengatakan bagaimana jika itu hanya ucapan belaka. Tidak nyata.
Namun, terlepas dari semua itu. Hati Dinda cukup menginginkan Ilya. Dia yang entah kapan bisa merasa sangat nyaman saat bersama, juga merasakan kehangatan ketika berdua, tentu saja ingin tetap bersama Ilya. Bahkan, sebelumnya ia juga sempat merasa cemburu ketika Ilya bersama perempuan lain. Bahkan, ketika Ilya bercerita tentang perempuan lain pun, Dinda merasa tidak nyaman.
Sementara itu, Ilya yang masih belum menerima jawaban yang pasti dari Dinda, langsung berucap kembali. "Dinda, aku mencintai kamu. Karena itu aku ingin kamu tetap ada di sisiku selamanya."
Ucapan itu langsung membuat mata Dinda membulat sempurna. 'Ya Tuhan, Dinda. Kok malah semakin kaget sih kamu ini? Udah jelas sebelumnya dia bilang ingin kamu ada di samping dia. Itu sudah jelas kalau ia punya rasa sama kamu. Lah sekarang, saat ia benar-benar menyatakan cinta, kenapa malah kaget sih? Dasar kamu ini ... dodol-dodol.' Dinda mengomeli dirinya sendiri dalam hati.
Ilya yang melihat Dinda sedang resah pun merasa tidak nyaman. Dalam hati ia berpikir kalau Dinda mungkin tidak bisa menerimanya karena cacat fisik yang ia derita.
'Apa aku terlalu percaya diri untuk menyatakan perasaan ini? Kenapa aku tidak berpikir kalau apa yang ia katakan hanya sebatas untuk menghibur aku saja. Karena selama ini, aku memang selalu bilang soal kekurangan yang aku punya. Mungkin, karena itu ia selalu merasa bersalah dan kasihan padaku jika harus membuat aku terluka dengan sebuah penolakan.'
'Ya Tuhan ... aku takut akan penolakan. Tapi, aku juga tidak ingin terlalu lama hidup dalam keadaan yang tidak pasti. Aku ingin tahu bagaimana perasaannya padaku. Aku suka dia. Karena itu, aku ingin tahu apa rasa suka itu berbalas atau hanya bertepuk sebelah tangan. Karena jika ia tidak suka, maka aku terpaksa melepaskan dia meski hati ini terasa sangat berat.'
Begitulah keduanya sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing selama beberapa saat. Hingga akhirnya, genggaman tangan Ilya melemah.
"Dinda, jangan paksa hatimu untuk setuju. Karena seperti yang sudah kamu ucapkan sebelumnya. Cinta tidak bisa dipaksa. Karena itu, aku ingin jawaban yang penuh dengan ketulusan."
"Jika memang kamu tidak punya perasaan yang sama. Tolong jangan beri aku harapan palsu yang pada akhirnya akan membuat aku semakin sakit dalam luka. Karena sakit lebih dulu akan terasa lebih ringan dari pada sakit setelah terlalu banyak berharap, tapi hanya sebatas harapan yang tidak nyata saja."
"Kak Ilya. Aku ... aku ingin mencoba untuk hidup bersama kamu."
"Jangan kalau hanya terpaksa. Karena mencoba, tidak akan pasti apa hasilnya, Dinda. Bisa benar, tapi bisa juga salah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments