"Tapi ... sayangnya, non Dinda tidak akan melihat sisi lemah dari Den Ilya. Karena Den Ilya adalah tipe pria yang sangat pintar menyembunyikan kelemahan yang dia miliki. Karena itu, Non Dinda gak akan tahu hal itu jika bibi tidak memberitahukan kepada, Non."
Dinda terdiam. Dia memikirkan ulang apa yang baru saja mbok Yah katakan. Dan, perlahan benaknya membenarkan apa yang dikatakan oleh mbok Yah. Selama lebih dari satu minggu ia tinggal satu rumah dengan Ilya, tak sekalipun ia pernah melihat Ilya meminum obat apapun. Padahal, jika menurut perkataan mbok Yah barusan, Ilya pasti harus minum obat dengan teratur karena ia hidup atas ketergantungan obat.
Tapi Ilya sungguh pintar menyembunyikan semua itu. Entah bagaimana caranya ia melakukan hal tersebut sampai Dinda yang tinggal satu rumah tidak pernah sekalipun melihat ia meminum obatnya.
"Non Dinda." Mbok Yah langsung memanggil Dinda karena melihat Dinda bengong.
"Iy-- iya, mbok." Terlihat wajah kaget yang berusaha Dinda sembunyikan dari mbok Yah sekarang.
"Kenapa bengong, Non?"
"Eh, ngg-- nggak kok, Mbok. Nggak bengong. Hanya sedang berpikir soal sesuatu saja."
"Mm ... berpikir soal apa, Non? Soal Den Ilya ya?" Kini, mbok Yah malah menggoda Dinda.
Seketika, Dinda langsung menepis apa yang mbok Yah katakan. Selanjutnya, mbok Yah kembali bercerita tentang kehidupan Ilya. Yang dari cerita itu membuat Dinda semakin prihatin akan nasib yang sudah Ilya alami selama ini.
"Den Ilya itu sebenarnya pria yang baik, Non. Hanya saja ... karena kesepian dan jauh dari orang tua, dia jadi sedikit nakal. Tapi, itu sebelum kecelakaan itu terjadi. Karena setelah kecelakaan itu terjadi, Den Ilya .... "
Belum sempat mbok Yah menyelesaikan apa yang ingin ia katakan. Bel pintu rumah mereka tiba-tiba saja berbunyi. Hal itu sontak mengalihkan perhatian mereka berdua dari apa yang sedang mereka bicarakan.
"Ah, sepertinya Den Ilya dan si mamang udah pulang, Non. Mbok bukain pintu dulu ya," ucap mbok Yah sambil bangun dari duduknya.
Tapi, baru juga ia bagun, dia langsung menoleh ke arah Dinda kembali. "Eh, tapi kan mereka baru aja pergi ya. Kok bisa udah pulang aja sekarang." Mbok Yah terlihat bingung sendiri.
Dinda yang mendengar ucapan itupun jadi ikutan bingung sekarang. "Maksud mbok gimana?"
"Ah, nggak apa-apa, Non. Biar mbok bukain punya sekarang ya."
"Iya, Mbok."
Dinda tiba-tiba merasa tidak enak hati. Entah kenapa, ada rasa yang tidak nyaman seiring perginya mbok Yah dari meja makan tersebut. Sementara si mbok langsung menuju pintu untuk melihat siapa yang sedang berada di depan pintu tersebut.
Ketika pintu terbuka, mbok Yah langsung dikagetkan dengan kemunculan seorang perempuan yang terlihat agak mirip dengan orang yang sebelumnya ia kenali dengan cukup baik. Perempuan yang pernah Ilya ajak pulang ke rumah. Dia adalah perempuan satu-satunya yang pernah mampir selama Ilya tinggal di rumah tersebut.
Kemunculan perempuan yang cukup mirip ini membuat mbok Yah langsung kaget. Sampai-sampai, ia tidak bisa berucap satu patah katapun ketika matanya melihat si perempuan.
Sementara perempuan itu, dia yang melihat mbok Yah langsung mengukir senyum manis yang lebar sampai menampakkan gigi-giginya karena tersenyum. "Mm ... maaf, ini ... rumah kak Ilya, kan? Eh, maksud aku, apa benar ini rumah kak Ilya, Bik?"
Ucapan dengan nada sopan itu langsung membuat mbok Yah sadar dari lamunannya. Dia pun langsung membalas senyum si perempuan dengan senyum kecil yang terlihat sangat dipaksakan.
"Iy-- iya. Ini ... memang benar rumah den Ilya. Non ini siapa ya? Ada perlu apa dengan den Ilya?"
"Saya ... ah, saya ingin bertemu dengan kak Ilya. Apa boleh saya masuk sekarang, bik?"
"Jika ingin masuk, silahkan, Non. Tapi, saat ini, den Ilya sedang tidak ada di rumah. Mungkin, akan pulang setelah beberapa jam ke depan. Jika nona ingin menunggu .... "
"Oh, kalo gitu gak papa kok, Bik. Saya gak keberatan buat nunggu kak Ilya pulang. Karena ada hal yang ingin saya bicarakan." Si perempuan makin terlihat tidak sopan sekarang. Karena ia bisa-bisanya langsung memotong ucapan mbok Yah dengan cepat tanpa memberikan mbok Yah kesempatan untuk menyelesaikan ucapannya terlebih dahulu.
Sementara itu, Dinda yang merasa tidak enak hati sebelumnya, di tambah mbok Yah yang pergi cukup lama itupun semakin membuat Dinda merasa tidak tenang. Karena itu, dia pun memilih untuk segera menyusul mbok Yah.
Beberapa saat berjalan, Dinda pun langsung tiba ke pintu utama rumah mereka. Saat ia mendekati pintu, dia pun langsung bertanya. "Siapa, mbok Yah? Kak Ilya atau siapa sih? Kok nggak masuk juga?"
Sontak, suara itu langsung membuat mbok Yah merasa panik. "Eh, n-- non ... Dinda. In-- ini .... "
"Siapa dia, bik? Kenapa dia bisa tinggal di rumah ini? Apa dia saudaranya kak Ilya?" Perempuan itu pula angkat bicara. Dengan wajah yang sepertinya kurang suka akan keberadaan Dinda, perempuan itu menatap Dinda dengan tatapan sinis.
"Eh ... dia ... dia adalah .... "
"Aku istrinya kak Ilya. Kamu siapa?" Dinda yang kesal langsung saja berucap dengan lantang.
Karena ucapan itu, wajah si perempuan semakin tidak enak untuk dilihat. Dari tatapan sini, kini berubah menjadi tatapan benci dan marah karena terserang api kecemburuan.
"Hah? Kamu istrinya kak Ilya? Yang benar saja, mbak. Kak Ilya itu cinta mati dengan kakakku. Mana mungkin dia mau menikah dengan perempuan lain selain perempuan yang mirip dengan wajah kakakku yang sudah meninggal," ucap perempuan itu dengan nada kesal.
"Maaf, Non. Apa yang non Dinda katakan itu benar. Non Dinda adalah istri sah den Ilya. Karena itu dia ada di sini." Mbok Yah yang merasa kesal akan ucapan perempuan itu langsung angkat bicara untuk membela Dinda.
"Bibi diam aja deh sekarang. Aku gak ngomong sama bibi kok. Jadi, gak usah ikut campur." Si perempuan malah bicara dengan nada sedikit tinggi pada mbok Yah. Hal itu membuat Dinda merasa semakin naik darah atas sikap kasar yang perempuan itu perlihatkan.
"Maaf, adik. Kamu tidak layak bicara dengan orang tua dengan nada seperti itu. Asal kamu tahu saja, kak Ilya aja tidak pernah bicara kasar sama mbok Yah. Tapi kamu yang bukan siapa-siapa malah ngomong kasar. Heran aku sama kak Ilya, kenapa bisa ada hubungan dengan perempuan seperti kamu ya?"
"Eh, maaf deh. Salah mikir aku barusan. Yang ada hubungan itu bukan kamu ya? Melainkan, kakak kamu yang sudah tiada. Karena aku masih percaya, kalau suami aku itu gak akan salah milih orang untuk dia ajak pacaran."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Fi Fin
mulai deh ulet bulu dateng , Ayo Dinda gasak aja ulet bulu jangan lembek yg kuat
2024-06-18
0
Nur Kurniasih
nyimak dulu seru tpi cerita nya udah mulai ada ulet bulu nya 😅
2023-05-20
3
Patrick Khan
.bocil nie ulet bulu nya😅
2023-05-20
2