Tentu saja Dinda merasa semaki tak karuan. Mana ada kata lagi yang terdapat dalam ucapan Ilya barusan. Yang langsung membuat Dinda semakin bertambah malu lagi dan lagi.
"It-- itu ... maafkan aku, kak. Aku ... beneran gak sengaja kok. Aku ... gak sadar. Maaf." Dinda berucap pelan karena merasa tidak nyaman juga terlalu canggung.
"Sudah aku katakan sebelumnya, bukan? Bukan masalah besar kok. Gak papa."
"Oh iya, ayo turun! Kita udah tiba di rumahku."
"Hah? Udah sampai?" Dinda berucap sambil mengalihkan pandangannya dari Ilya.
Dia pun langsung sibuk dengan apa yang baru ia lihat untuk yang pertama kalinya. Rumah itu cukup indah. Layak di sebut rumah mewah karena keadaan rumah itu yang luar biasa.
"Ini ... rumah kamu?"
"Iya. Ini rumah aku. Kenapa? Gak percaya atau gak sesuai sama yang kamu harapkan?"
"Eh, ng-- nggak kok. Nggak. Bukan dua-duanya. Rumah ini indah. Bahkan, sangat indah dan terlalu besar."
"Hm ... nggak untuk ukuran orang kaya, bukan? Ah, ya sudah. Tidak perlu di pikirkan lagi. Ayo masuk! Kamu bisa langsung istirahat sekarang."
"Istirahat? Aku kan ... udah tidur tadi. Masa iya aku kamu suruh istirahat lagi, kak."
"Ya aku lihat, kamu sepertinya masih cukup lelah sekarang. Karena itu aku suruh kamu istirahat, Dinda."
"Eh, hehe ... nggak kok. Aku udah gak capek."
Mereka pun langsung masuk ke dalam sambil sesekali mengeluarkan suara untuk saling menjawab kata. Tapi, sepertinya, Dinda lebih banyak diam saat ini. Karena apa yang ia lihat membuat ia merasa tertarik untuk memperhatikan.
Tiba di kamar utama, Ilya langsung mengatakan kalau itu adalah kamar dia yang akan menjadi kamar mereka sekarang. Dinda pun dengan langkah pelan berjalan masuk ke dalam kamar tersebut.
Sangat luar, kamar itu begitu besar karena mungkin sengaja di desain seperti itu agar Ilya merasa nyaman. Ukuran ranjangnya pun lebih besar dari yang biasa ia pakai di rumah tantenya di kota.
Tapi, di dalam kamar itu juga ada meja. Mungkin, kamar itu satu ruangan dengan ruangan kerja milik Ilya. Kalo begini, Dinda langsung merasa kurang nyaman dengan keadaan kamar tersebut.
Raut tidak nyaman itupun langsung bisa Ilya baca. Ia pun langsung menjalankan kursi rodanya untuk mendekat. "Kenapa? Apa ada yang bikin kamu merasa nggak nyaman, Dinda?"
"Eh, ng-- nggak kok. Nggak. Aku merasa ... ya biasa saja. Namanya juga baru, ya wajar kan kalo merasa aneh."
"Mm ... benar juga apa yang kamu katakan itu. Ya sudah, jika ada yang tidak nyaman, katakan saja langsung. Karena aku tidak ingin memberatkan kamu selama kamu tinggal di rumahku. Dan, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, lakukan sesuka hati kamu aja saat kamu tinggal di sini. Aku tidak akan keberatan selagi itu tidak mengganggu aku."
Kebebasan yang terang-terangan itu membuat Dinda langsung memberikan Ilya tatapan lekat. Ingin rasanya mengatakan kata terima kasih karena sudah berbaik hati padanya. Tapi itu tidak bisa Dinda lakukan. Karena bibirnya terasa cukup berat untuk ia ucapkan.
...
Waktu berjalan cukup cepat. Satu minggu pun sudah Dinda lalui dengan baik-baik saja. Kehidupan barunya ini terasa cukup membuat Dinda nyaman. Karena Ilya, cukup bersahabat dan juga hangat ketika dia kenali lebih dekat.
Mereka menghabiskan waktu bersama dengan tenang dan bahagia. Dinda yang bisa melakukan apapun membuat dia begitu bersemangat untuk merawat taman yang ada di samping rumah.
Setiap hari, Dinda akan menyibukkan diri dengan mengurus taman itu dengan sepenuh hati. Tentunya, setelah membantu merawat Ilya terlebih dahulu.
Sementara Ilya, sekarang ia juga sangat merasa bahagia. Selain punya orang merawat dengan sepenuh hati, ia juga punya teman yang bisa menghilangkan rasa sepi yang sebelumnya ia rasakan. Karena sejak kecelakaan itu, dia jarang bergaul dengan orang yang ada di luar sana. Karena itulah ia merasa sangat kesepian.
Ingin rasa berteman seperti sebelumnya. Tapi kondisi tidak mengizinkan. Ia merasa minder terlebih dahulu sebelum ia mencoba. Karena pada kenyatannya, dia bukan pria yang normal seperti dulu lagi. Teman-temannya pasti akan mengolok-olok dia jika ia ingin bergaul dengan mereka.
Karena itulah, ia sangat bahagia setelah kehadiran Dinda. Karena Dinda adalah orang pertama yang begitu dekat dan membuat hari-harinya menjadi berwarna setelah kecelakaan itu terjadi.
"Din, kamu suka banget sama bunga ya? Aku lihat, tiap hari kamu gak pernah lupa buat merawat juga bahkan kamu terus saja menanam bunga setiap harinya tanpa lelah."
Dinda langsung tersenyum sambil menoleh ke arah Ilya yang ada di sampingnya. "Aku emang suka bunga. Mm ... tepatnya, aku suka sama bunga setelah tinggal di rumah tante. Karena sepupu aku sangat suka dengan bunga. Jadi, aku juga ikut ketularan dia deh setelah tiap hari menikmati indahnya bunga bareng dia."
"Sepupu kamu ... lelaki atau perempuan, Din?" Pertanyaan yang terasa seperti orang yang sedang di bakar api cemburu itu membuat Dinda langsung menatap lekat wajah Ilya. Sedangkan Ilya yang mendapat tatapan itu, berusaha memikirkan alasan untuk mengubah pokok pembicaraan karena merasa kalau apa yang sudah ia tanyakan itu sedikit tidak nyaman setelah ia pikirkan lagi.
"Mm .... "
"Eh, hehehe ... itu ... aku hanya penasaran aja kok sama sepupu kamu itu, Dinda. Gak mungkin kalo pria suka bunga, iyakan? Udah jelas dia wanita. Ah, aku ini ada-ada aja mikirnya." Ilya berucap cepat memotong perkataan Dinda.
Ulah memotong omongan itu semakin terlihat aneh saja. Karena semakin ia berusaha menjelaskan, maka semakin terlihat pula kalau dia seperti orang yang sedang menahan api kecemburuan agar tidak terlihat.
'Ya Tuhan, Ilya. Kamu ngomong apa sih? Ish! Bukannya memperbaiki keadaan, malah memperburuk suasana.' Ilya mengumpat dalam hati karena kesalahan yang telah ia timbulkan sendiri.
Dinda yang merasakan hal aneh itu malah merasa geli. Ilya yang begitu ingin suasana baik-baik saja malah menimbulkan kesal lucu saat dia tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Wajahnya pun terlihat kusut seperti kain yang masih belum di setrika.
"Dia perempuan kok, kak Ilya. Mm ... pikiran kamu itu benar, kak. Pria gak suka bunga. Buktinya saja rumah ini, bukan? Gak ada satu bunga pun yang tumbuh di sini." Dinda bicara sambil tersenyum.
Dia juga ingin membuat Ilya tenang. Karena itu, ia berusaha mengalihkan pembicaraan mereka dari apa yang sudah terasa sangat canggung sebelumnya.
Pada akhirnya, suasana diantara mereka berdua pun kembali membaik. Dinda sedikit-sedikit mengalihkan pikiran Ilya dengan bercerita tentang masa lalunya saat tinggal di rumah tantenya. Hingga cerita tentang pernikahan perjodohan yang sepupunya jalani pun ia keluarkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Hari Dunddung
cemburu tanda cinta......
2023-05-25
3