Meskipun Dinda mungkin tidak akan bisa menerima dia dengan baik. Tapi setidaknya, dia sudah menunjukkan kalau dia bisa berubah meskipun sudah terlambat. Tapi, itu lebih baik dari pada tidak sama sekali.
"Aku tahu kamu pasti tidak suka dengan aku sekarang, Dinda. Atau, mungkin rasa tidak suka itu sekarang sudah berubah menjadi benci padaku, kan? Karena aku yang dulu, begitu buruk sampai tidak bisa tertolong lagi."
Sejauh ini, Dinda masih diam. Tidak ada yang ingin ia katakan pada Ilya. Karena itu, Ilya kembali melanjutkan ucapannya.
"Namun, sebelum kecelakaan itu terjadi, aku sadar akan segalanya. Aku sadar semua yang sudah aku lakukan adalah hal yang buruk. Lalu, aku ingin memperbaiki diriku sendiri agar tidak terus-terusan terjerumus dalam lembah hitam yang tidak punya arah tujuan. Saat itulah, aku bertemu Diana."
Nama Diana langsung menarik perhatian Dinda. Meskipun ia tidak ingin berkomentar, tapi rasa penasaran akan siapa Diana yang sebenarnya membuat Dinda harus mengeluarkan kata-kata. Entah karena apa? Tapi, yang jelas hatinya merasa tidak nyaman saat nama itu Ilya ucapkan.
"Diana?"
Respon kecil barusan membuat Ilya sedikit bersemangat untuk melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan. Karena itu, dia berusaha lebih keras untuk membuat Dinda yakin dan percaya jika ia bisa berubah menjadi yang terbaik meskipun dengan ketidaksempurnaan yang ia miliki saat ini.
"Iya, Diana. Kamu ingat dengan gadis yang pernah datang ke rumah kita beberapa waktu yang lalu, bukan?"
Pertanyaan itu langsung membuat air wajah tidak enak terlihat dengan jelas di wajah Dinda. Meskipun sudah berusaha Dinda sembunyikan dengan sangat baik agar Ilya tidak melihatnya.
"Tentu saja aku ingat. Perempuan yang datang, lalu marah-marah pada aku dan juga mbok Yah. Yang bilang kalo kamu gak akan nikah sama perempuan yang tidak mirip dengan wajah ... Diana." Dinda pun langsung menatap serius wajah Ilya.
"Diana itu .... "
Belum sempat Dinda menyelesaikan apa yang ingin ia katakan, Ilya langsung memotong ucapan Dinda dengan cepat. "Diana adalah kakak dari gadis itu. Nama gadis itu Diani, Dinda."
"Ke-- kenapa kamu jelaskan padaku? Bukannya itu tidak penting buat aku?" Dinda berucap sambil membuang muka ke samping. Sepertinya, usaha untuk terlihat baik-baik saja sedikit berantakan alias gagal.
"Yah ... mungkin bagi kamu itu tidak penting, Dinda. Tapi bagi aku, itu sangat penting. Karena aku ingin kamu tahu kisah masa laluku dengan jelas. Tanpa ada campur tangan dari orang lain yang mungkin akan menambah buruk cerita hidupku yang memang sudah buruk adanya."
"Ya tapi itukan tidak penting, kak Ilya. Aku ini ...."
"Kamu istriku. Meskipun kamu tidak menganggap aku sebagai suami seutuhnya, tapi kita tetaplah pasangan suami istri yang sah di mata hukum, juga sah di mata agama. Karena itu, aku ingin kamu tahu dengan jelas semuanya. Agar tidak ada rasa tidak nyaman di antara kita."
Dinda terdiam. Tidak ada kata yang bisa ia ucapkan saat ini. Lidahnya terasa berat untuk ia gerakkan. Kata istri yang Ilya ucap, seolah mengeluarkan pancaran ketenangan yang menghangatkan hati. Entah kenapa, ia merasa sedikit nyaman dengan kata itu. Meski kata selanjutnya membuat ia merasa sedikit sedih dan ada rasa bersalah. Karena itu, ia tidak tahu harus berucap apa selain diam dengan tatapan serius melihat ke arah Ilya.
"Dinda. Sebelumnya, aku sempat ingin menikah dengan Diana. Tapi .... "
Ilya lalu menceritakan semua yang sudah ia lalui bersama Diana. Cerita yang sangat detail sampai Dinda sendiri tidak tahu mau menyela seperti apa. Yang bisa Dinda lakukan hanyalah diam dan menjadi pendengar yang baik.
"Begitulah ceritanya, Din. Aku tanpa sengaja berkata kalau aku hanya ingin menikah dengan perempuan yang mirip dengan Diana saat pemakaman Diana usai. Tapi, beberapa waktu berlalu, aku jadi yakin kalau aku bukan hanya ingin menikah dengan wajah orangnya saja. Melainkan, aku ingin orang yang baik. Sebaik Diana."
"Tapi ... kemudian aku sadar lagi. Sebenarnya, aku tidak mencintai Diana. Ingin bersama dengan Diana hanyalah obsesi hatiku untuk berubah saja. Karena dia datang setelah aku berubah, karena itu aku ingin menikah dengannya sebagai bukti jika aku benar-benar berubah saja."
Dinda pun hanya bisa melongo tak karuan saja mendengarkan cerita Ilya yang langsung membuat ia menimbulkan banyak rasa. Entahlah, di satu sisi, ia kesal akan Ilya yang masih ia cap sebagai playboy tukang main perempuan. Tapi di sisi lain, ia bisa merasakan keseriusan dari cerita Ilya barusan.
Dinda mendadak bingung harus berucap apa. Karena hatinya masih tidak mengerti dengan jelas jalan cerita Ilya. Entah iya yang sengaja tidak ingin memahami cerita itu, atau mungkin juga karena memang ia belum menemukan titik terang yang bisa membuat ia kerasa paham. Tapi yang jelas, hatinya masih belum bisa mempercayai Ilya sepenuhnya.
"Dinda."
"Hah! Iy-- iya." Dinda kaget dengan panggilan barisan. Sebelumnya, ia malah sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia mengabaikan Ilya yang jelas adalah lawan bicaranya sekarang.
Sementara Ilya, karena Dinda terus terdiam, dia pun langsung memanggil sambil menyentuh tangan Dinda yang kebetulan ada di atas meja. Karena panggilan disertai dengan sentuhan itu tentu saja membuat Dinda langsung terkejut dan langsung menimbulkan perasaan gugup seketika.
"Kamu mikir apa sih? Kok kaget gitu saat aku panggil?"
"Eh, ngg-- nggak kok, Kak Ilya. Aku gak mikir apa-apa. He ... sedang mendengarkan cerita kamu tuh aku barusan." Dinda bicara sambil nyengir tak enak.
"Mendengarkan cerita aku, atau memikirkan apa yang aku ceritakan?"
"E ... dua-duanya sama aja sih."
"Gak sama, Adinda Manohara. Mendengarkan, kamu akan langsung merespon saat aku selesai bercerita. Tapi, ketika kamu memikirkan, maka kamu akan sibuk dengan apa yang kamu pikirkan sendirian. Lengkap dengan pendapat dari kamu sendiri tentang apa yang aku ceritakan. Contohnya, seperti yang kamu lakukan barusan. Saat aku panggil, kamu baru merespon dengan tanggapan kaget seperti aku yang tiba-tiba datang dari arah belakang ketika kamu fokus dengan sesuatu yang membuat kamu lupa akan dunia sekeliling."
Penjelasan panjang lebar itu membuat Dinda langsung bungkam akibat tidak tahu apa yang harus ia katakan. Dan satu-satu hal yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah, nyengir kuda karena apa yang Ilya katakan membuat ia benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik.
Tanggapan yang Dinda berikan malah membuat Ilya merasa gemes akan wajah sang istri. Ia pun hanya menggelengkan kepalanya saja dengan gelengan pelan. Lalu, tak lupa ia perlihatkan senyum kecil khas miliknya.
"Hm ... kamu ini, Din. Terkadang, aku merasa kalau kamu adalah gadis kecil yang ayah pilih untuk aku. Tapi, ada kalanya kamu berubah. Berubah menjadi seseorang yang aku sendiri kerasa minder untuk menjangkau mu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Patrick Khan
.lanjut kak
2023-05-21
3