"Aku tahu kampus itu. Kampus yang paling terkenal di kota tersebut. Bisa lulus dengan nilai terbaik adalah hal yang paling membanggakan. Tapi sayang, kamu harus menikah dengan pria cacat seperti aku. Pria lumpuh yang tidak bisa apa-apa selain duduk di atas kursi roda."
Ucapan itu membuat hati Dinda sedikit bergetar. Bukan karena ia dipuji oleh Ilya. Melainkan, karena ucap Ilya yang merendahkan dirinya sendiri membuat Dinda merasa sedikit tidak nyaman dengan hatinya.
"Ke-- kenapa ngomong gitu?"
"Karena itulah kenyataannya, Dinda. Aku pria lumpuh. Kamu juga sudah pasti sering mendengar gosip buruk tentang aku di desa ini, bukan? Aku yakin kamu pasti sangat terpaksa menerima pernikahan ini."
Dinda tidak tahu mau menjawab apa. Yang jelas, ucapan Ilya memang benar adanya. Ia memang sangat terpaksa menerima pernikahan ini.
"Kamu diam. Aku tahu apa yang aku katakan itu benar."
"Aku .... "
"Tidak perlu menyanggah. Karena sudah lumrahnya manusia menginginkan yang sempurna untuk pasangan hidup mereka. Di tambah, kita berdua yang tidak saling kenal apalagi jatuh cinta. Bagaimana bisa kamu tidak terpaksa menikah dengan aku?"
Dinda lagi-lagi hanya bisa diam. Soalnya, apa yang Ilya katakan itu benar. Ingin ia akui secara terang-terangan, tapi hati nuraninya masih berfungsi dengan baik. Tidak mungkin ia menyakiti pria itu secara langsung dengan mengakui apa yang pria itu katakan.
Sementara Ilya yang melihat Dinda tidak menjawab apa yang ia katakan, kini langsung angkat bicara kembali. "Untuk itu Dinda, aku minta maaf. Karena sejujurnya, aku juga tidak bisa menolak permintaan ayahku untuk menikah dengan kamu. Ayah bilang, kamu adalah perempuan yang tepat untuk aku. Karena itu, dia memaksa aku untuk menikah dengan kamu."
Penjelasan itu membuat Dinda cukup tertarik.
"Ayahmu ... bilang begitu? Bu-- bukannya pernikahan ini karena ayahmu ingin menarik hutang dari ayahku?"
"Itu hanya alasan saja, Dinda. Karena tujuan utama ayahku memang ingin menjadikan kamu sebagai istriku."
"Kok ... kok bisa? Kenapa ayahmu memilih aku untuk kamu? Bukankah aku datang dari keluarga yang tidak berpunya?"
"Aku juga tidak tahu. Yang pasti, ayah sangat bersikeras agar aku setuju menikah dengan kamu. Sampai, orang tua itu mengancam aku dengan ancaman tidak akan membiarkan aku tinggal di kota jika aku tidak mau menikah dengan kamu."
"Tinggal di kota? Maksud kamu?" Dinda semakin bingung sekarang. Setiap penjelasan yang Ilya berikan cukup membuat ia sulit untuk mencerna inti dari pokok permasalahan yang sedang ia hadapi. Karena itu, ia terlihat terus-terusan seperti orang yang di serang penyakit pusing.
"lho, orang tuamu tidak bilang kalo setelah menikah, kamu akan ikut aku tinggal di kota?"
Dinda menjawab dengan gelengan pelan saja. Karena memang, dia tidak di beritahukan apapun kecuali hari pernikahan mereka saja. Dia bahkan tidak tahu seperti apa Ilya sebelumnya. Karena tidak ada yang bercerita tentang Ilya.
Sebenarnya, bukan tidak ada. Hanya saja, Dinda dan Ilya sama-sama tidak menetap di kampung selama beberapa tahun terakhir.
Dinda sudah tinggal di kota bersama tantenya sejak ia menginjak bangku sekolah menengah atas (SMA). Lalu, ia terus berada di sana setelah ia lulus sekolah. Itu karena orang tua Dinda menginginkan Dinda untuk melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan di kota yang sama pula.
Sementara Ilya pula, dia bahkan sudah tidak tinggal di desanya sejak ia lulus sekolah dasar. Sekolah menengah pertama, juga pendidikan lanjutan lainnya ia lanjutkan di kota.
Di kota tersebut, ia di sediakan rumah mewah dengan sepasang suami istri tanpa anak sebagai pengurusnya. Pasangan suami isteri itu adalah orang kepercayaan ayah Ilya. Karena itu ayah Ilya bisa tenang saat anaknya jauh dari dia.
Sebenarnya, Ilya adalah anak yang baik sebelum bundanya pergi. Karena setelah pergi, ayah Ilya terus memanjakan Ilya secara berlebihan. Ia tidak pernah mendidik, melainkan mengikuti semua yang Ilya mau. Karena itu, Ilya dewasa jadi pria yang kurang baik.
Tapi, pendapat itu malah langsung di singkirkan oleh keadaan setelah Dinda melihat sendiri, kalau apa yang digosipkan malah sangat jauh berbeda dari apa yang sedang terjadi.
Ilya tidak terlihat seperti pria nakal yang selama ini ia pikirkan. Malahan, pria itu lebih mirip pria berhati besar dengan siap merendahkan diri di depan lawan bicaranya.
'Uh .... Dinda, jangan terpengaruh kamu sekarang. Jangan lupa kalau dia adalah pria playboy yang punya banyak banyak wanita. Jadi, jika ia baik dan lembut sekarang, itu adalah hal yang wajar. Buaya sedang mencari mangsa.' Dinda bicara dalam hati.
"Ah, jika tidak ada lagi yang mau kamu bicarakan, apakah aku bisa istirahat sekarang, Il-- Ilya?" Sungguh, saat ingin memanggil nama Ilya membuat Dinda merasa agak gugup sehingga ia berucap dengan nada gelagapan.
"Jangan panggil aku nama, Dinda. Gak enak di dengar orang. Panggil aku dengan embel-embel mas, atau ... kak. Mungkin akan lebih baik."
"O-- oh. Ba-- baiklah. Aku ... akan panggil kamu kakak saja."
"Terserah kamu. Asal terdengar manis di telinga saja."
"Oh iya, apa kamu siap kembali ke kota bersama aku, Din? Mm ... karena tadi kamu belum kasi aku jawaban maka aku ulangi pertanyaan yang tadi lagi. Jadi, tunggu sebentar jika mau istirahat yah."
"Itu ... kenapa kita harus tinggal di kota?"
"Karena aku punya usaha di sana."
"Usaha?" Saat alasan dari pilihan itu Ilya katakan, Dinda malah terlihat tidak yakin. Karena yang ada dalam pikirannya masih hal buruk tentang kehidupan Ilya sebelumnya.
"Iya. Usaha kecil-kecilan yang aku bangun beberapa waktu yang lalu. Tapi, hasilnya sudah terlihat kok, Din."
"Mm ... karena kita akan selalu dekat mulai dari sekarang. Aku akan bercerita sedikit soal usahaku padamu. Sebenarnya, aku sudah membangun sebuah usaha atau ... lebih tepatnya perusahaan. Namun, baru berjalan beberapa tahun."
"Apa? Kamu ... sedang membangun perusahaan?"
"Hem." Ilya berucap sambil mengangguk pelan. "Iya. Aku sedang membangun perusahaan. Eh, bukan sedang, tapi baru belajar. Namun, bukan aku yang menjalankannya. Aku hanya menggerakkannya lewat layar saja. Sedangkan yang menjalankan semuanya adalah orang kepercayaan ku."
Penjelasan itu sungguh membuat Dinda kagum. Yah, meskipun ada sedikit keraguan. Tapi sepertinya, keraguan itu mendadak sirna karena keyakinan dari apa yang Ilya katakan.
"Jadi ... karena itu kamu ingin tetap tinggal di kota, kak Ilya? Mm ... apa papa kamu tahu soal usaha yang sedang kamu bangun?"
"Nggak. Tidak ada yang tahu selain orang-orang yang paling dekat dengan aku. Karena aku tidak ingin mereka mencemooh aku saat mereka tahu kalau aku gagal melakukan apa yang sedang aku kerjakan. Karena ... aku punya nama yang sangat buruk di mata banyak orang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Hari Dunddung
ternyata Illas Ng seburuk yg orang bicarakan.....
2023-05-25
4
pristi wantini
nanggung bacanya thoorr
2023-05-16
2
Liswati Angelina
lanjut thoorrr
2023-05-16
2