*Bab 16

"Kak Ilya. Aku ... aku ingin mencoba untuk hidup bersama kamu."

"Jangan kalau hanya terpaksa. Karena mencoba, tidak akan pasti apa hasilnya, Dinda. Bisa benar, tapi bisa juga salah."

"Bagaimana jika aku bilang, aku juga ingin selalu bersama kamu? Mm ... maksudnya, aku ... aku juga punya perasaan yang sama dengan apa yang kamu rasakan, kak Ilya? Aku ingin membangun rumah tangga yang sesungguhnya bersama kamu. Apakah itu baru benar menurut kamu?"

Sontak, ucapan itu membuat Ilya langsung berbinar-binar karena terlalu bahagia. "Ka-- kamu bilang ... Dinda, barusan itu nggak bohong? Bukan hanya mainan, bukan?" Ilya berucap dengan perasaan sangat senang.

Jika saja ia bisa berdiri, mungkin ia akan langsung melompat ke dalam pelukan Dinda yang saat ini ada di hadapannya. Tapi sayang, itu tidak bisa ia lakukan karena gerakannya terbatas.

Dinda pun tidak menjawab dengan kata-kata lagi. Karena saat ini, dia berusaha menyembunyikan rona wajahnya yang sangat terlihat akibat jawaban yang ia berikan barusan. Karena itu, ia hanya bisa mengangguk pelan untuk menjawab apa yang Ilya tanyakan.

"Ja-- jadi ... pernyataan ... pernyataan cintaku kamu terima, Dinda?"

Dinda pun langsung bangun dari duduknya. Dengan berjalan beberapa langkah, ia langsung membelakangi Ilya. "Pernyataan cinta macam apa ini? Gak ada bunga. Gak ada cincin, dan gak terasa ada romantis-romantisnya sedikit pun."

"Kok, mantan playboy nembak cewek kek gini sih? Masa iya, cewek bisa jatuh hati sama pria yang gak ada romantisnya seperti ini," kata Dinda lagi sambil berucap dengan perasaan gugup.

Ilya yang sebelumnya tegang, kini langsung tersenyum lebar. Ia pun bergerak maju untuk mendekati Dinda yang kini sedang berdiri dengan posisi membelakanginya.

Dengan lembut, Ilya menyentuh tangan Dinda.

"Untuk saat ini, gak ada bunga, gak ada cincin, juga gak ada kata romantis yang bisa aku ucapkan. Maafkan aku, karena aku tidak menduga akan hal ini bisa berjalan selancar sekarang."

"Jadi, berilah aku waktu untuk menyiapkan semuanya, wanitaku. Karena kamu tidak sama seperti yang telah lalu, maka kamu jangan berharap aku perlakukan seperti mereka yang hanya masa lalu. Untuk itu, jangan ingat aku pernah memperlakukan wanita lain dengan manis yah. Karena aku merasa sangat malu padamu."

Dinda tersenyum lebar. "Aku bercanda, kak Ilya. Aku gak menginginkan apapun yang spesial dari kamu. Tidak ingin bunga, tidak ingin cincin, dan juga tidak ingin ucapan romantis. Cukup tunjukkan padaku, kalau kamu beneran milikku. Hanya milik aku seorang. Dengan begitu, aku akan merasa sangat bahagia dan tidak akan pernah menyesal karena telah melabuhkan hatiku padamu."

"Meskipun latar belakang atau masa lalu mu sungguh tidak mengenakkan untuk aku ingat. Tapi, itu semua masa lalu. Selagi kamu tidak mengulangi di masa depan. Maka aku akan selalu percaya padamu sepenuhnya, kak. Jangan ragu akan kepercayaan ku. Karena ia tidak akan goyah jika kamu tidak menggoyahkannya dengan ulah mu sendiri."

Ucapan itu langsung membuat Ilya tersenyum lebar. Lalu, dia tarik dengan pelan tangan Dinda yang sekarang ada dalam genggamannya. Sontak saja, tarikan itu membuat Dinda yang tidak tahu akan hal tersebut langsung kehilangan keseimbangan. Dan akhirnya, Dinda terjatuh ke dalam pangkuan Ilya.

Dinda yang kaget tidak bisa berucap satu patah katapun. Dia yang terjatuh, kemudian duduk do atas pangkuan Ilya yang kini ada di atas kursi roda membuat ia tiba-tiba membeku dan tidak tahu harus berbuat apa. Mana pandangan mata begitu dekat sampai hampir tidak ada jarak. Membuat Dinda benar-benar tidak bisa berpikir karena detak jantungnya yang berdetak sangat cepat.

Beberapa saat lamanya mereka saling diam dengan posisi yang sepertinya cukup mengkhawatirkan. Hingga akhirnya, Dinda sadar kalau dia tidak seharusnya tetap berada dalam pangkuan Ilya yang mungkin akan membuat Ilya merasa kesakitan.

Dinda segera bangun. Sementara Ilya membiarkan Dinda melakukan apa yang ingin ia lakukan.

"It-- itu ... kak Ilya. Apa kamu baik-baik saja?" Dinda berucap dengan nada yang masih gugup.

"Apa yang kamu cemaskan, Dinda? Aku gak lemah kok. Jadi, tenang saja. Aku baik-baik saja sekarang."

"Kamu yakin, Kak?"

"Tentu saja."

Ilya berucap sambil mengukir senyum lebar. Setelah itu, Dinda yang masih gugup pun langsung mengalihkan pokok pembicaraan dengan mengajak Ilya masuk ke dalam. Ilya pun tiba-tiba menjadi pria penurut yang mendengarkan apapun yang Dinda katakan.

Awal hubungan yang hangat pun tercipta. Keduanya sama-sama sudah tahu perasaan masing-masing. Dan, mereka sekarang sedang membangun hubungan yang harmonis bersama.

Sementara itu, di sisi lain. Diani dan Lula sedang mengumpulkan barang bukti untuk merusak rumah tangga Ilya dan Dinda. Semua keburukan Ilya yang datang dari masa lalu, mereka kumpulkan selagi mereka bisa mendapatkan dari berbagai sumber. Tak terkecuali, dari media sosial yang dulunya sempat menjadi ladang pamer foto mesra Ilya dan para mantan-mantannya.

"Apakah sudah banyak bukti foto yang bisa kamu dapatkan, Lula?" Diani berucap saat mereka kembali bertemu di cafe tempat sebelumnya mereka melakukan pertemuan.

"Cukup banyak. Aku bahkan bisa mengumpulkan lebih dari lima puluh foto Ilya dengan gaya mesranya bersama para wanita yang sudah ia jadikan korban."

"Hah!? Lebih dari lima puluh? Yang benar aja kamu, Lula. Masa iya sebanyak itu Ilya sudah mempermainkan wanita?"

"Hei! Aku gak bilang ada lima puluh wanita yang berbeda di setiap foto yang aku kumpulkan. Aku hanya bilang, ada lebih dari lima puluh foto Ilya dengan gaya mesra yang berbeda. Gak ngomong ada lima puluh wanita tuh."

Diani pun langsung memperlihatkan wajah leganya. "Huh ... aku pikir lima puluh wanita. Yang benar aja Ilya sebegitu buaya daratnya sampai bisa mempermainkan lima puluh wanita, kan?"

Lula yang melihat dan mendengar apa yang Diani katakan barusan langsung memasang wajah bingung. "Lho, kok kamu yang malah merasa lega sih? Lagian, apa hubungannya dengan kamu kalo Ilya bisa mempermainkan perempuan sebanyak itu?"

"Ya ... ya .... " Diani mendadak gugup akan pertanyaan itu. Dia harus menyembunyikan tujuan yang sesungguhnya dari kerja sama yang ia jalankan bersama Lula. Karena balas dendam yang ia katakan ini, bukan bertujuan yang sama dengan Lula. Dan lagi, dia tidak bisa menunjukkan kalau dia hanya memanfaatkan Lula untuk tujuan yang sesungguhnya. Karena itu, dia harus menyembunyikan tujuan aslinya dengan baik.

"Diani. Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Lula kembali.

Diani yang masih berusaha memikirkan alasan, kini langsung bertambah gugup. "Ee ... tidak ada yang aku pikirkan. Aku hanya berucap kata-kata yang tiba-tiba aku ucapkan saja. Lagian, dari mana kamu tahu aku barusan terlihat lega? Orang aku hanya kaget dan berpikir tentang korban yang Ilya timbulkan saja."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!