Bab. 18 - Latihan Neraka -

Suara alarm dari jam weker berbunyi lamat-lamat, membangunkan bocah berambut hitam dari tidurnya. Langit mengerjapkan mata beberapa kali, masih setengah sadar, menatap kosong pada plafon kamar megahnya.

“Huh? a-aku…, di mana?”

Setelah beberapa saat akhirnya Langit sadar bahwa dia berada di rumah keluarga Sanjaya. Dia juga baru ingat kalau kemarin rutinitas belajarnya telah dimulai bersama Yohan, sang ajudan orangtua angkatnya. Kemarin itu seperti mimpi buruk yang tidak berkesudahan, mengingatnya saja sudah membuat Langit bergidik ngeri.

“Se-semua itu se-seperti mi-mimpi–”

“Selamat pagi, Tuan Muda.”

Sejak kapan Yohan sudah berdiri di samping kasurnya? tunggu, sesuatu yang mengkilat di tangannya itu. Astaga itu belati!

“ARGH!”

Langit reflek meloncat ke kiri, menghindar dari tusukan belati yang kini mencap di kasurnya. Keringat dingin turun sebesar biji jagung, ternyata ini bukanlah mimpi.

“Ck, reflek mu menyebalkan.” Jemari panjang memutar belati dengan mudah sebelum menunjuk ke arah Langit. “Lima menit, kita bertemu di ruang gym. Jangan terlambat!”

Langit masih berada di ujung kasur, menatap punggung guru privatnya keluar dari kamar. Bocah itu menghela napas pelan, namun segera melepaskan bajunya dan mengambil baju training. Dia tidak boleh terlambat sedetikpun, entah apa yang akan dilakukan Yohan padanya.

Setelah selesai ganti baju, Langit berlari menuruni tangga. Ketika kakinya menyentuh anak tangga terakhir, tiba-tiba saja dia kehilangan pijakan. Ternyata anak tangga terakhir menghilang, atau lebih tepatnya membentuk sebuah lubang. Tubuh kecil itu langsung saja meluncur turun, Langit memekik kaget.

Saat sudah separuh badan, bocah itu berhasil bertahan. Badan kecilnya bergelantungan, dan ketika Langit mengintip ke dasar, wajahnya berubah pucat. Ternyata ini adalah lubang jebakan, ada banyak tombak tajam siap menikam tubuhnya. Langit menelan ludah gugup, susah payah dia menarik tubuhnya ke atas.

“A-ada a-apa de-dengan ru-rumah ini?!”

Langit berhasil sampai ke ruang gym tanpa terlambat, dan Yohan tampak tidak senang. Pria itu bersedekap, memandang Langit dari atas ke bawah.

“Kau lolos dari jebakan pertama, tapi bagaimana dengan yang lain?”

“Ma-masih a-ada ya-yang lain?!” Langit hampir menjerit, namun dia berhasil menguasai diri. “Pa-Pak Yohan, ke-kenapa a-aku melakukan la-latihan i-ini?”

“Karena kau adalah penerus keluarga Sanjaya. Tuan Besar juga dulu melewati latihan yang sama.” Yohan menjawab datar, dia lalu menekan sebuah tombol kecil di tangan. “Jadi cobalah untuk bertahan selama dua bulan ini, Tuan Muda.”

Biip!

Dari lantai di sebelah kanan Yohan, muncul sebuah kotak persegi berwarna perak. Benda aneh itu mengeluarkan suara bising pelan sebelum muncul banyak lubang dan menembaki Langit dengan peluru.

“TIDAAAAAK!!”

Yohan tertawa terbahak, “Menghindar! terus menghindar supaya kau semakin lincah ha ha ha!”

Setelah lima menit, mesin itu akhirnya berhenti. Ruang gym dipenuhi bekas tembakan dan di tengah ruangan, Langit terengah-engah penuh keringat. Bocah itu mencoba mengatur napasnya, sedikit meringis karena beberapa kali dia gagal menghindar. Lengan kanan, betis kiri dan kedua pipinya mengalami luka goresan dari tembakan peluru, namun untungnya tidak ada luka fatal.

Boom!

Benda yang dilemparkan Yohan adalah sebuah kaos putih, tetapi suaranya terdengar berat. Langit menelan ludah gugup, dia menatap bergantian pada baju dan Yohan sebelum akhirnya mengambil dan memakainya.

“Ugh! be-berat…,” Ini bukan baju sembarangan, Langit mati-matian untuk berdiri, walau nyatanya tekanan dari kaos hampir membuatnya jatuh terjungkal.

“Kaos Zara ini beratnya 50 Kg, dan kau harus memakainya selama latihan.” Yohan mengambil kursi lipat berwarna hitam, kemudian duduk sambil menyeringai tipis. “Sekarang waktunya latihan dasar! cepat lakukan push-ups, sit-ups dan squats sebanyak 100 kali, setelah itu lari 10 Km!”

“Ka-kau me-mencoba–” Langit hampir kehilangan keseimbangan, sebelum kembali berdiri tegak dan menatap nyalang pada Yohan. “I-ingin membunuhku, Pak Yohan?!” tanyanya lambat-lambat.

“Tidak, aku sedang menyiksamu.”

Langit mendengus pelan, “Te-terima kasih su-sudah jujur.”

“Kembali kasih!” jawab Yohan, tersenyum lebar.

Begitulah rutinitas Langit semenjak kemarin, dia harus menjalani latihan penuh ancaman hidup. Latihan keras seperti neraka yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelincahan, kekuatan, kepekaan, bahkan mengajarinya bagaimana menghadapi situasi darurat.

Langit sempat berpikir, kalau Yohan sedang melatihnya menjadi bos mafia.

Setiap kali Langit selesai latihan, maka bocah itu akan tertidur. Tak jarang Ningsih, pelayan pribadinya membantunya makan, atau menariknya ke atas kasur karena Langit tidur di lantai sangking lelahnya.

Dua bulan berlalu begitu cepat dan menyiksa. Langit mulai terbiasa dengan latihan neraka yang Yohan berikan. Jujur saja bocah itu agak takut pada dirinya sendiri karena mulai merasa senang dengan latihannya. Apakah itu artinya kewarasan Langit harus dipertanyakan?

Yohan pernah menjelaskan padanya bahwa, “Manusia yang berhasil membangkitkan Darah Suku, mampu meningkatkan potensinya ke tingkat yang lebih tinggi.”

Terlepas dari itu, hasil dari latihan neraka yang Yohan berikan membuahkan hasil. Kemampuan fisik Langit meningkat, lari 10 Km maupun latihan dasar strength sampai 500 pun tidak lagi sulit.

Dia juga dengan mudah melewati tangga tanpa terkena jebakan. Ataupun melewati lorong penuh laser yang dapat memotong tubuhnya dengan aman. Kemampuan ketepatan menembak 100 meter juga berhasil dia lakukan, padahal dulu dia selalu meleset. Di antara keberhasilannya dalam latihan, ada satu hal yang Langit sukai.

“Hei! kau lambat, kalau tidak kuat bilang saja!” ujar Yohan pada muridnya yang sedang melakukan push-up.

Masalahnya Langit tidak melakukan push-up biasa, ada beban seberat 10 Kg di punggung dan Yohan sedang duduk di atas batu besar itu! Bagaimana bisa Langit tidak melambat dengan total berat mencapai 80 Kg?

“Siapa yang bilang tidak kuat?!” Langit melakukan push-up semakin cepat.

Tidak, Langit bukannya suka dengan siksaan push-up Yohan. Tetapi kemampuannya dalam bicara, dia tidak lagi tergagap setiap kali bicara. Mungkin semua itu berkat latihan Yohan. Pria itu melatih sambil mengajarinya, lalu terkadang memberikan kuis. Langit selalu menarik napas dan bicara pelan-pelan untuk menjawab pertanyaan Yohan. Siapa sangka, kegiatan rutin itu membantu perkembangan Langit dalam berbicara.

*

“Bulan depan, Tim Peksos akan datang berkunjung.” Regi berujar saat mereka bertiga tengah menikmati makan malam. “Apakah ada hal yang membuatmu tidak nyaman selama di sini, Langit?”

“Tidak ada, semua orang disini baik dan ramah. Kalaupun ada itu adalah harapan agar masa percobaan segera berakhir dan aku resmi menjadi anak Om dan Tante!”

Fuji segera memeluk Langit yang duduk di sampingnya. Wanita paruh baya itu memberikan beberapa kecupan di kening.

“Om dan Tante juga mengharapkannya!!”

“Selama dua bulan kau di sini, ku lihat banyak perubahan yang signifikan, kerja bagus, Langit.”

Regi adalah pria yang jarang bicara, dia juga lebih sering memasang raut datar. Namun malam ini, dia memberikan pujian pada Langit. Siapa yang tahu kalau ternyata mendapatkan pujian setelah bekerja keras akan semenyenangkan ini. Langit bersyukur dia tidak putus asa dan terus melakukan yang terbaik.

“Sepertinya ini sudah saatnya aku mengajakmu ke Serikat Nusantara.”

Langit sudah pernah mendengar tentang Serikat Nusantara. Itu adalah sebuah klub olahraga yang dibangun oleh Regi beberapa tahun silam. Tempat berkumpulnya para atlet bela diri dari berbagai macam suku dengan tujuan menjadi pemenang di Turnamen Piala Suku Dunia.

“Kamu jelas sudah diberitahu oleh Yohan, kalau salah satu alasan kami mengadopsi adalah untuk menjadikanmu pewarisku. Keluarga Sanjaya memiliki banyak perusahaan, tetapi hanya Serikat Nusantara saja yang aku bangun dari nol.” Regi menaruh cangkir kopi dan menatap lurus ke arah Langit.

“Karena itu, aku harap kamu mau meneruskannya, Langit.”

Langit mengangguk mantap, “Baik, Om!”

“Jawaban bagus, kita akan pergi jam sepuluh pagi. Jangan terlambat,” lanjut Regi lagi dan beranjak berdiri.

Langit dan Fuji mengikuti, mereka telah selesai makan malam dan berniat pergi ke kamar masing-masing. Sebelum Langit pergi, Bastian segera menghampirinya untuk memberikan sepucuk surat. Bocah itu berterima kasih sebelum melihat siapa pengirimnya. Manik biru itu berbinar ketika melihat nama Yatna di sana.

Continue…

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Rasanya kek
"Wah... gue hebat ternyata"

2023-06-18

1

Ayano

Ayano

Sadis 🤣🤣
Kek pembulian berkedok latihan

2023-06-18

1

Ayano

Ayano

Yohan agak saklek rupanya

2023-06-18

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!