Hujan kembali membasahi hutan lebat ketika matahari melewati kepala. Langit mendung nampak suram bersama suara guntur saling bersahutan. Cuaca yang buruk untuk berburu, dan hari apes bagi mereka yang terjebak di hutan saat ini. Langit duduk di pojok tenda, diam memperhatikan teman-temannya yang tengah sibuk saling mengutarakan pendapat mereka, mencari strategi untuk mengalahkan Raja Hutan.
Sebenarnya dia ingin ikut berdiskusi, namun mengingat dirinya yang memiliki keterbatasan dalam berbicara membuatnya urung dan memilih duduk di pojok ruangan. Manik birunya memperhatikan dengan cermat, bagaimana orang-orang sekeliling sibuk mempersiapkan diri mereka. Bagaimana Basuki, Tio, bahkan Nyoman dengan percaya diri ikut terjun dalam pembahasan orang-orang dewasa.
Bohong jika Langit bilang dirinya tidak iri.
Nyatanya meski Nyoman selalu mengusilinya, merundungnya bersama yang lain. Langit agaknya tidak keberatan, jika itu artinya dia bisa ikut ke dalam keseruan mereka. Nyoman selalu tahu apa yang dia inginkan, selalu tahu jalan apa yang akan ditempuh demi cita-citanya, dan hal itu selalu menyilaukan Langit.
“Suatu saat…,” Langit bergumam pelan, larut dalam benaknya. “Aku ingin tahu, apa yang ingin aku lakukan saat besar nanti.”
“Semuanya berkumpul!”
Suara Juki bergema di dalam tenda, membuat Langit melompat dari tumpukan kotak kayu dan berjalan ke tengah. Di sana terdapat sebuah meja dengan peta besar, beberapa poin kecil berwarna merah dan biru. Tiba-tiba saja jantung Langit berdegup kencang, ada perasaan gugup juga semangat yang entah datang dari mana.
“Kalian semua pasti tahu kalau kita sedang berada dalam posisi genting,” mulai Juki pada pemuda-pemuda yang berbaris setengah melingkar di depannya..
“Kita tidak bisa berdiam diri menunggu sampai bantuan datang, karena banyak dari kita yang butuh pertolongan secepatnya. Karena itu kita harus bergegas dan inilah rencana yang akan kita jalankan.”
Pertama, Juki membuat tim yang berisikan regu cadangan yang tidak terluka untuk bergerak lebih dulu menuju akses jalan yang tertutup. Mereka bertugas untuk membuka jalan demi regu penyelamat yang akan turun bersama para korban yang terluka. Jika bantuan datang dan tiba hari ini, maka seharusnya akses jalan bisa secepatnya terbuka dikarenakan ada dua tim yang berusaha membuka jalan.
Tim berikutnya adalah tim pemburu, mereka beranggotakan orang-orang yang masih sehat dengan kemampuan daya tempur yang tinggi. Di garis depan mereka akan menggunakan Basuki, TIo, Nyoman dan Langit sebagai penyerang utama. Basuki sebagai core atau inti penyerang, sementara yang lain bertugas membantunya.
“Mungkin ini akan jadi pertarungan yang panjang,” gumam Juki ketika melihat langit tak kunjung cerah.
“Ayo kita berangkat!”
*
Suara langkah kaki menghantam genangan air terdengar samar. Semua orang bergerak dalam diam dan berusaha sehening mungkin. Ini mereka lakukan untuk menghindari hewan-hewan liar dan tidak membuat target mengamuk. Sekitar 100 Meter sarang tempat si Raja Hutan berada. Semua orang telah siap di posisi masing-masing, menunggu aba-aba dari Juki.
Hujan sudah tidak sederas tadi, namun gerimis kecil cukup mengganggu. Berulang kali bocah bermata biru itu mengusap wajahnya kasar. Langit berada sekitar lima meter di atas pohon rindang, mengintai, mengawasi, dan bertugas memberikan arahan pada teman-temannya..
Manik biru berkilat pelan, mengawasi gerak-gerik si Raja Hutan yang memiliki bobot berat hampir 200 kg. panjangnya hampir 10 kaki, telinga besarnya mengibas pelan dan setiap hentakan kakinya menggetarkan tanah yang dia pijak. Langit menelan ludah gugup, besar sekali babi ini.
Ketika si Raja Hutan mulai bergerak ke arah barat, Langit buru-buru memberi sinyal. Bocah berusia sepuluh tahun itu bersiul, atau lebih mirip kicauan burung. Itu adalah tanda yang dibuat Langit untuk mengelabui targetnya.
Ketika mendengar suara kicauan burung sebanyak tiga kali, Basuki segera menoleh pada dua pemuda di belakangnya. Mereka bertiga saling tatap sebelum mengangguk bersamaan dan bergerak teratur. Dua orang bergerak ke kanan dan ke kiri, sementara Basuki berjalan di tengah menuju arah target.
Dua orang yang berada di sisi kanan dan kiri sama-sama membawa perisai. Ketika jarak mereka berdua sudah dekat, maka dimulailah perburuan. Pemuda berambut cepak melompat dari balik semak, menghentakkan perisai besi setinggi pria dewasa ke tanah, lalu didorongnya hingga menghantam keras tubuh si babi.
Hewan yang sudah bermutasi itu memekik keras, sebelum berubah menjadi raungan marah. Pemuda yang menghantamnya tidak selesai sampai situ. Dia mengayunkan perisai besi yang terlihat berat itu dengan ringan, seakan menampar moncong si babi.
“Sial, dia tidak tumbang!” gerutunya kesal kemudian berteriak, “Basuki!”
“Heyo!” dari balik badannya, Basuki melompat maju dan menerjangnya dengan tombak.
Ujung tombak besi menancap dan melukai tubuh si babi, namun kecil dan tidak terlalu berdampak banyak. Basuki berdecak kesal, kemudian menarik tombaknya sebelum melompat mundur. Pemuda lain datang dengan kapak, menyerangnya dengan tiga kali ayunan kuat dan tajam. Sialnya gerakannya terpatahkan ketika si babi menyeruduknya.
“Argh!” serunya tertahan ketika tubuhnya terbanting ke pohon dan tak sadarkan diri.
“Tio, Langit!” Basuki segera memanggil bala bantuan.
Suara nyaring dari anak panah yang melesat di udara terdengar. Jleb! Jleb! Jleb! tiga anak panah yang sudah diolesi racun ular menancap di punggung Raja Hutan. Kemudian dari atas pohon, Langit muncul, kali ini dengan dua belati di tangan. Dia siap menyerang, melesat dengan kedua tangan menyilang didepan dada. Ketika tiba di depan target, bocah itu mengayunkan belatinya, membuat tanda silang besar di beberapa titik.
Langit bergerak lincah, melompat kesana kemari menghindari serangan si babi hutan. Bersama dengan Basuki, mereka berdua melakukan serangan kombo, saling bergantian memberikan kerusakan pada lawan. Langit melompat dan berputar di udara, kemudian dia melemparkan belatinya hingga menancap tepat di mata kanan Raja Hutan.
Si Raja Hutan meraung ganas, matanya yang satu tampak menyeramkan. Basuki yang melihat gelagat aneh itu segera berteriak keras.
“Mundur! dia akan mengamuk!”
Langit dan pemuda yang masih sadar segera melompat mundur, tepat ketika si Raja Hutan meraung keras. Seperti ada efek dari raungannya, Langit kesulitan untuk bergerak, tubuhnya seakan terkena tekanan kuat yang memaksanya untuk tunduk. Saat tubuhnya bisa bergerak sedikit, sudah terlalu terlambat baginya untuk menghindar.
“Langit!!”
Suara Basuki terdengar jauh, Langit dapat merasakan tubuhnya tengah melayang di udara. Rasa sakit yang dia rasakan di bagian perut hingga ke dada membuatnya kesulitan mengambil napas. Bocah berambut hitam itu terbatuk keras, rasa asin dan bau anyir tercium pekat.
Bruk! Langit jatuh ke tanah dan berguling beberapa kali. Tio segera berlari menghampiri, dia tidak sempat mengecek keadaan Langit yang terkapar. Begitu berhasil memeluknya, dan melompat ke kiri, saat itu juga moncong babi hutan sudah mendarat dan menghancurkan tanah sekitar.
“Beraninya kau!” Basuki muncul di depan Tio yang menggendong Langit.
Remaja itu kembali melakukan serangan. Tombak dia dorong sekuat tenaga ke depan, tepat melubangi bagian sisi kiri babi. Kemudian dia memutar tangannya, mengayunkan tombak ke arah luar hingga membentuk garis lengkung dan menusuknya lagi dari bawah ke atas.
Basuki melakukan gerakan itu berulang kali, kadang dia berguling ke kanan untuk menghindar. Tidak hanya dia yang melakukan perlawanan, sejak Tio melompat menghindari serangan si Raja Hutan. Nyoman sudah membidik dan menembak beberapa peluru demi membuat si babi mundur beberapa langkah.
“Langit, kau bisa dengar suaraku? Hei!” Tio beberapa kali menepuk pipi bocah dalam pelukannya. Berharap anak laki-laki bermata biru itu tetap sadar dan tidak pingsan atau keadaan akan semakin runyam.
Bocah bermata biru itu berusaha menarik nafas, namun rasa sakit menyerangnya di bagian dada kiri. Langit mengerang pelan, sepertinya tulang rusuknya ada yang retak. Namun dia tidak ada waktu untuk mengeluh sakit, Langit mengangguk pelan, turun dari pelukan Tio dan menyeka darah yang menetes dari pelipis kirinya yang sobek.
“Kau baik?”
Sekali lagi Langit mengangguk. Dia tidak ingin menjadi beban teman-temannya. Tio memandangnya cemas, lalu mendorong tubuh kecil Langit untuk mundur. Mata birunya menatap kakak sepantinya heran.
“Tidak, kau tidak baik-baik saja. Mundurlah, aku akan melindungi–” kata-kata Tio terputus ketika sabetan dari ekor si Raja Hutan menghantamnya.
“Kak Tio!” Langit berseru ngeri.
Continue…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Firenia
ga tanggung-tanggung pakai kapak, tapi ttp aja gagal 😔 ayo semangat pasti bisa!
2023-06-21
1
վմղíα | HV💕
KK bawa iklan
2023-06-08
0
canvie
emang babi
2023-06-01
1