Bab. 5 - Hutan dan Babi Bag. 2 -

Sebelum matahari benar-benar terbit, rombongan Langit sudah beranjak lebih dulu. Lokasi selanjutnya berjarak sekitar 1 KM dari titik mereka saat ini. Tidak terlalu jauh, namun melihat cuaca tampak mendung membuat mereka memilih berangkat lebih awal. Basuki memimpin rombongan, menuju ke arah selatan. Ketika mereka sudah setengah perjalanan, matahari baru benar-benar nampak bersama embun dan tetesan hujan. Sialnya, hujan tidak singgah sebentar melainkan menetap dan makin deras.

“Masuk ke dalam gua!” Tio berseru sambil menunjuk pada dinding batu yang terdapat lubang cukup besar untuk mereka berteduh.

“Sial, padahal tinggal sedikit lagi!” Gerutu Nyoman sambil mengacak rambutnya yang basah.

“I-ini a-ada ha-handuk,” Langit dengan sigap memberikan teman-temannya handuk kecil yang dia bawa. “a-aku akan bu-buat a-api u-unggun!”

“Tidak perlu, kita harus secepatnya menyusul yang lain,” Nyoman mendengus pelan.

“Oi, bocah kurang gizi!” Basuki memanggil lalu mengedikan kepalanya ke arah luar gua. “Hujan tidak berniat reda dalam waktu dekat. Jadi, Langit buatkan api unggun.”

“Ba-baik, Ka!”

“Sialan!”

Tio menurunkan tas ransel, mulai mengeluarkan beberapa makanan kaleng dan juga alat untuk memasak. Remaja berambut cepak ini memilih untuk membuat makan pagi sambil menunggu hujan reda. Setelah Langit berhasil membuat api, Tio sibuk menyiapkan makanan sambil diamati Nyoman dan Basuki yang memang tidak bisa masak..

“Kalian harus belajar masak, itu basic skill bertahan hidup!”

Nyoman mengangkat bahu, masih sibuk mengeringkan rambut sambil memperhatikan tangan lincah Langit yang sedang mengupas kulit kentang tipis-tipis.

“Ada kalian ini yang bisa, kenapa harus aku?” begitulah jawabnya.

“Peralatan masak terlalu rapuh, entah sudah berapa barang yang rusak begitu ku pegang.” Basuki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Tanganku terlalu ajaib, kau tahu itu, Tio.”

“Kalian benar-benar tidak tertolong,” Tio mendesah pelan. “Bagaimana nasib kalian nanti ketika keluar dari panti?”

“Tentu saja menjadi sukses!” Nyoman membusungkan dada, menunjuk dirinya sendiri penuh percaya diri.

“Aku ini calon pemenang Piala Dunia Antar Suku masa depan! Jadi aku tidak perlu belajar masak! toh, aku tinggal panggil koki bintang lima untuk membuat makananku!”

Basuki terbahak, dia menepuk punggung Nyoman dengan tenaga supernya. Alhasil bocah kurus itu hampir terjungkal.

“Mimpi yang hebat kawan! tapi sebelum itu, kau harus berhasil membangkitkan Darah Suku di dalam tubuhmu! atau kau selamanya tetap menjadi ‘manusia biasa’.”

Nyoman terbatuk pelan, dia hampir saja ingin meninju muka Basuki. “Tentu saja aku tahu itu! syarat untuk menjadi challenger di Piala Suku Dunia adalah membangkitkan kekuatan spesial yang dimiliki tiap suku.”

Langit yang sedang menunggu air mendidih, ikut mendengarkan seksama perkataan Nyoman. Di panti asuhan, tidak ada orang yang lebih memahami Piala Suku Dunia selain bocah kurus di depannya.

“Kalian semua meski bodoh, pasti sudah pernah mendengar ‘Bahtera Nuh’, kan?” Nyoman memulai yang dibalas anggukan yang lain.

“Yodha Jayantaka dari Suku Jawa, Bintang Hutabarat dari Suku Batak, Aria Lubis dari Suku Dayak, Linda Wong dari Suku Palembang, dan Nawi Gontha dari Suku Minahasa. Mereka berlima adalah pendiri proyek ‘Bahtera Nuh’ sekaligus para pahlawan yang berhasil menyatukan kepulauan Indonesia dalam Turnamen yang kita sebut Piala Suku Dunia.”

“Tugas Bahtera Nuh adalah mengumpulkan orang-orang berbakat dari berbagai macam suku. Melatih mereka menjadi yang terkuat dan kemudian melanjutkan visi misi para pendiri untuk mengajari anak-anak lain supaya kekuatan dan jati diri tiap suku tetap ada tanpa khawatir terkikis perubahan zaman.”

Nyoman menerima semangkuk sup hangat dari Langit. Makan pagi mereka telah siap ketika bocah itu sibuk menjelaskan.

“Dan sejauh yang ku tahu, Bahtera Nuh hanya menerima orang-orang yang berhasil membangkitkan Darah Suku. Biasanya mereka lebih memilih anak-anak lulusan Top Three Academy untuk menjadi murid mereka.”

“Jadi Bahtera Nuh bisa diibaratkan sebagai Universitas besar dan elit yang hanya bisa dimasuki orang-orang terpilih dari yang terpilih.” Basuki ikut menimpali.

Nyoman menjentikan jarinya, “Benar sekali! Jika berhasil masuk ke Bahtera Nuh, maka sudah pasti kita tidak perlu khawatir dengan masa depan. Piala Suku Dunia pun bukan hanya impian belaka!”

“Wah…, aku tarik lagi kata-kataku barusan, bocah kurang gizi!” Basuki menyeringai lebar, “Aku kagum denganmu. Ternyata impian yang ingin kau raih sangat tinggi. Aku berharap pengalaman berburu kita sekarang, cukup untuk membuatmu bisa membangkitkan Darah Suku dalam dirimu.”

“Heh! aku tidak butuh pengakuanmu, Kak! aku ini Nyoman, aku sendiri yang akan membuktikan diri dan menentukan masa depanku!”

“Omong-omong soal berburu,” Tio tiba-tiba nyeletuk. “Apa kalian tidak sadar, kalau akhir-akhir ini kasus babi bagong menyerang desa sering terjadi?”

“Du-dulu me-mereka ja-jarang me-menyerang de-desa.” Langit kali ini masuk dalam pembicaraan. “Se-setahun du-dua kali, ta-tapi ti-tiga kali dalam e-enam bu-bulan terakhir i-ini me-mereka menyerang de-desa.”

“Benar, ini jadi yang kedua kalinya bagiku dan Tio ikut berburu. Lalu kemudian kalian berdua datang menggantikan posisi Radit dan Endang yang dua bulan lalu diadopsi.”

Basuki bergumam pelan, kemudian dia terkekeh sendiri. “Ah, maaf. Tiba-tiba saja ada pemikiran gila lewat di kepalaku.”

“Apa itu?” Tanya Tio penasaran.

“Bukan apa-apa, tidak penting. Justru sebaiknya kita berkemas dan kembali melanjutkan perjalanan. Hujan sudah reda.”

Mereka berempat segera membersihkan sisa-sisa makanan, tempat makan, dan memadamkan api unggun. Basuki kembali memimpin rombongan, kemampuannya dalam menentukan arah, juga kewaspadaannya pada alam sekitar membuat teman-temannya merasa aman mengikuti.

Tio berada di barisan paling belakang, menggunakan mata elangnya untuk mengawasi sekitar. Dia yang memberitahu Basuki jika ada hal-hal janggal, termasuk yang barusan menemukan gua untuk berteduh.

Tidak sampai satu jam, akhirnya mereka berempat sampai di tempat berburu selanjutnya. Namun bukan perasaan semangat maupun mendebarkan yang menunggu mereka. Melainkan kekacauan yang disertai panik, takut, dan cemas. Tempat itu dipenuhi para pemuda desa yang terluka parah. Beberapa mengalami pendarahan hebat di bagian kepala dan perut kanan.

“A-apa yang terjadi?!” Basuki segera memutar kepalanya, mencari orang yang bisa ditanyai. “Maaf sebenarnya apa yang terjadi?” tanyanya pada salah satu orang yang tengah membawa obat.

Pria berambut hitam itu berkeringat, dia malah mendorong Basuki untuk menyingkir dari jalannya. “Apa kau buta? ini akibat serangan dari Raja Hutan!”

“Ra-Raja Hu-hutan?” Langit bergumam ngeri.

Manik birunya bergetar, pemandangan di depan sungguh mengacak isi perutnya. Mereka adalah pemuda-pemuda desa yang sehat, kuat, dan bisa diandalkan. Langit bahkan kenal beberapa diantara mereka adalah seorang ahli bela diri pencak silat ternama. Belum lagi, desa sudah mengumpulkan senjata-senjata bagus demi kelancaran berburu. Jadi bagaimana mungkin, kerusakan yang ditimbulkan dari seekor babi hutan bisa separah ini?

“Jangan-jangan…,” Gumaman Tio terdengar oleh Langit. Bocah itu menelan ludah gugup, menunggu Tio menyelesaikan ucapannya.

“Mereka bermutasi lagi?”

Oh ini buruk, sangat buruk. Kabar yang mereka terima adalah seekor babi hutan yang bermutasi dan artinya hewan itu menjadi raja hutan yang baru. Jika demikian maka tidak masalah, memang ada periode dimana rantai makanan berubah setiap beberapa waktu sekali. Namun jika si Raja Hutan bermutasi, maka hewan tersebut sudah masuk kategori sebagai monster.

“Basuki, Tio, Nyoman dan Langit!”

Mereka berempat sontak menoleh pada seorang pria paruh baya yang memanggil di kejauhan. Seorang dengan rambut coklat kusut, rahang tegas, dan berbadan kekar. Dia adalah putra kepala desa, Bang Juki.

“Untunglah kalian baik-baik saja!” seru Juki sambil memeluk mereka satu persatu kecuali Nyoman yang mengelak.

“Apa Raja Hutan bermutasi?” Tio segera bertanya.

Bang Juki berkacak pinggang dan menghela napas berat, kemudian mengangguk. Keempat anak panti terhenyak pelan.

“Sekitar sepuluh orang terluka parah, lima yang lain luka ringan. Masalahnya mereka yang terluka parah adalah orang-orang di garis depan dan memiliki daya rusak yang kuat. Kita kekurangan orang dan bantuan dari desa baru sampai dua hari lagi.”

“Kenapa begitu lama?”

Juki kembali menghela napas mendengar pertanyaan Tio. “Hujan deras tadi pagi membuat akses jalan ke hutan tertutup karena tanah longsor. Sebelum membantu kita, mereka lebih dulu harus membuka jalan.”

“Hanya karena hujan tadi? itu saja bukan badai atau hujan lebat, bagaimana bisa?” raut wajah Basuki terlihat pucat.

Sementara Juki tersenyum masam, “Begitulah alam, tidak ada yang tahu.”

“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” Tio bertanya dengan raut cemas.

“Apa lagi?  tentu saja kita maju!” kali ini Nyoman yang buka suara. “Kita hanya perlu memburu si Raja Hutan!”

“Kau buta atau bagaimana? Tidak lihat, orang-orang yang lebih besar dan kuat darimu saja dikalahkan, apa lagi kita?!”

“Kau takut, Kak Basuki?” Nyoman menyela dengan raut mengejek.

“Tidak, aku sadar diri!” Basuki mengusap wajahnya kasar, “Aku tahu kau berani, tapi bukan berarti main loncat ke kandang harimau!”

“Ki-kita pe-perlu stra-stra-tegi!” Semua mata sontak menoleh ke arah Langit, tidak menyangka bocah bermata biru itu memihak Nyoman.

Ditatap semua orang membuat Langit gugup dan segera menunduk. “Ko-kondisi ki-kita su-sudah seperti ma-masuk ke ka-kandang ha-harimau. Ja-jadi le-lebih ba-baik ki-kita berpikir ba-bagaimana ca-caranya me-me-mengalahkan Raja Hu-hutan.”

Beberapa waktu hening melanda, sebelum akhirnya Tio bersuara. Dia memutuskan untuk bertarung, seperti yang dikatakan Langit. Mereka saat ini sudah terjebak di sarang babi hutan, dengan akses jalan yang tertutup, mereka tidak bisa mundur. Dan menunggu bantuan akan sangat terlambat bagi mereka yang terluka parah.

“Kalau kalian sudah memutuskan, mari ikut aku ke tenda!” ujar Juki pada keempat anak dengan sorot mata membara di hadapannya.

Continue….

Terpopuler

Comments

Firenia

Firenia

terima aja napa, nanti diusir dari desa baru tahu rasa

2023-06-17

1

Firenia

Firenia

ga usah dibagi Tio

2023-06-17

1

Erarefo Alfin Artharizki

Erarefo Alfin Artharizki

semangat thor

2023-06-13

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!