“Tapi sayang, kalau dilihat dari aspek bukannya lebih baik memilih Langit?” Fuji kembali bicara, mulai siap mendukung pilihannya. “Kau lihat sendiri, dia memiliki kecepatan, kelincahan, sifatnya juga baik, penurut. Bukannya kau suka anak yang penurut?”
“Penurut juga kalau tidak memiliki kemampuan yang bisa ditonjolkan buat apa?” Regi membalasnya sambil bersedekap dada. “Nyoman seorang sniper handal, jika kemampuan bela dirinya diasah. Sudah jelas dia akan menjadi lawan yang sulit.”
“Langit memiliki kemampuan bela diri yang bagus, kau tinggal mengajarkannya menembak. Bukannya sama saja?”
Regi segera membantah dengan cepat, “Guruku pernah bilang, tidak semua orang bisa menjadi penembak jitu. Karena bukan kita yang memilih pistol, tapi merekalah yang memilih.”
“Um, haruskah kita menghentikan mereka?” Salsa berbisik pelan pada Bibi Tun.
Wanita paruh baya itu terkekeh, ikut berbisik. “Tidak usah, mereka hanya sedang berdiskusi.”
Salsa mengangguk pelan dan kembali ke posisinya. Namun harus sampai kapan mereka mendengarkan perdebatan suami istri ini?
“Mohon maaf, Tuan dan Nyonya.” suara yang menyela itu adalah sang ajudan yang sejak tadi diam di depan pintu masuk. “Jika tidak keberatan, bagaimana kalau kita melakukan interview kecil terhadap dua anak tersebut?” katanya memberi saran.
“Interview seperti apa?” tanya Regi yang tertarik dengan ide tersebut.
*
Pada akhirnya sepasang pasutri itu menyetujui saran yang diberikan ajudan mereka. Nyoman dan Langit dipanggil satu persatu untuk melakukan interview singkat. Di dalam ruang direktur, yang pertama di interview adalah Nyoman. Bocah itu tampak gugup dan berkeringat dingin.
“Tidak perlu tegang, Nak.” Fuji tersenyum ramah, sedikit menggunakan kekuatannya untuk membuat Nyoman rileks. Setelah dilihatnya bocah itu tenang, maka dimulailah sesi pertanyaan.
“Aku dengar kau suka sekali dengan Piala Dunia Suku,” Regi memulai dengan topik yang menarik bagi Nyoman. Dan benar saja, mata bocah itu seketika berbinar. “Siapa jawara kesukaanmu?”
“Benyamin dari Suku Betawi! Apa om lihat pertandingan finalnya saat dia melawan Tole dari Suku Toraja?!”
“Tentu saja om melihatnya. Sungguh pertandingan yang mendebarkan!”
Nyoman mengangguk antusias, “Senjatanya Beliung Gigi Gledek itu sangat keren sekali! badan yang kekar, juga setiap serangannya kuat dan mematikan. Aku ingin menjadi seperti dia karena dialah orang terhebat saat ini!”
Kali ini giliran jawaban Langit mengenai siapa jawara kesukaannya.
“Mu-mungkin Be-Benyamin da-dari Su-suku Be-Betawi.”
Sejenak Fuji dan Regi terdiam, mereka tidak menyangka kalau Langit akan tergagap setiap berucap. Seharusnya Salsa dan Bibi Tun menuliskan ini dalam profil Langit. Regi berdehem pelan, mencoba untuk bersikap biasa walau sejujurnya keputusannya memilih Nyoman semakin kuat.
“Om juga suka dengan Benyamin, dia sangat keren dengan kapak besarnya itu.”
“A-ah…, ya-ya, ka-kapak be-besarnya me-memang ke-keren. Ta-tapi a-aku se-sedikit me-menyukainya ka-karena dia pi-pintar membaca si-situasi da-dan ma-mampu me-mengontrol ja-jalannya pe-pe-pertandingan.”
Jawaban Langit sedikit menarik perhatian Regi, “Oh ya, bisa Langit ceritakan ke om lebih jelas?”
Langit mengangguk, pipinya sedikit merah. “Da-dari a-awal per-pertandingan, Tole su-sudah bermain a-ag-gresif. Be-berteriak, la-lalu me-menggunakan se-semua ke-kemampuannya. I-itu je-jelas ka-karena Be-Benyamin be-bermain a-aman. Di-dia se-sengaja me-memancing To-Tole u-untuk me-mengeluarkan se-semua yang di-dia punya. Se-setelah me-menguras st-stamina, ba-barulah di-dia ba-balik menyerang.”
Regi mengangguk, dia sebenarnya memiliki komentar yang sama seperti Langit saat menonton pertandingan tersebut. Dia tidak menyangka bocah berumur sepuluh tahun memiliki kemampuan pengamatan di usia terbilang dini. Baiklah poin tambahan untuk Langit dan minus untuk keterbatasannya berbicara dan gangguan kecemasannya itu.
Pertanyaan berikutnya kali ini akan dilontarkan oleh Fuji.
“Menurut Nyoman, apa peranmu di panti ini?”
Sejenak bocah kurus itu terdiam, berpikir keras. Setelah sekitar sepuluh menit berpikir, Nyoman mendesah putus asa.
“Aku tidak bisa melihat peranku selain menjadi orang yang paling sukses dan menjadi donatur terbesar di panti ini.” Nyoman menjawabnya dengan kepercayaan diri yang tinggi.
Salsa yang mendengar menghela napas pelan. Bibi Tun menahan tawa, sementara Fuji sudah tertawa dan Regi tengah memasang raut masam.
“Pe-peranku?” kali ini Langit yang menjawab.
Bocah berkulit putih kemerahan dengan mata biru itu menunduk. Meski begitu dia tengah tersenyum lembut.
“A-aku su-suka de-dengan pe-peranku se-sebagai ka-kakak ba-bagi adik-adikku.” Langit menjawab pelan-pelan. “A-aku i-ingin me-menjaga da-dan me-melindungi Owen da-dan Opie.”
Jawaban manis Langit seakan menjadi panah yang menembus hati Salsa dan Fuji. Dua wanita itu tengah menahan tangis terharu.
“Pertanyaan terakhir, menurut kalian, siapa yang pantas untuk kami adopsi?”
*
Suara berkas-berkas yang sedang ditandatangani terdengar dari ruang kerja Bibi Tun. Sore ini, sepasang pasutri dari Joekarta telah mengambil keputusan. Usai mewawancarai dua anak yang memiliki potensi. Regi segera mengurus surat permohonan adopsi anak. Surat itu nantinya akan disampaikan ke Dinas Sosial (Dinsos).
“Baiklah semua lampiran yang dibutuhkan sudah lengkap.” Ujar Salsa usai mengecek kembali dokumen-dokumen penting tersebut.
“Berapa lama prosesnya?” Fuji bertanya penasaran.
“Setelah surat permohonan pengangkatan anak diterima Dinsos, maka akan dibentuk Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak atau disingkat Tippa. Butuh sekitar satu minggu prosesnya.” Ujar Salsa menjelaskan.
“Nanti tim Tippa akan akan mengirim Tim Pekerja Sosial atau Peksos ke rumah Tuan Regi dan Nyonya Fuji.” Bibi Tun ikut menimpali.
Fuji terdiam sejenak, sedikit cemas. “Kalau boleh tahu, biasanya apa yang mereka tanyakan pada orangtua angkat?”
“Untuk detailnya saya kurang tahu, tapi secara garis besar tugas mereka adalah melihat kelayakan orang tua angkat secara psikologi, sosial, ekonomi, dan melihat segala aspek kelayakan untuk mendapatkan hak asuh.”
“Lalu adakah kelengkapan yang harus kami siapkan nantinya?” kali ini Regi yang bertanya. Raut wajahnya masih sama, datar dengan suara yang terkontrol.
Salsa segera beranjak dari duduknya, berjalan menuju meja dan membuka laci kedua. Dia mengeluarkan secarik kertas yang kemudian diberikan pada Regi untuk dibacanya. Begini isinya kira-kira;
1. Pasangan suami istri harus berstatus menikah dengan usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun
2. Bukti pernikahan yang sah, minimal 5 tahun
3. Surat keterangan sehat jasmani rohani dari rumah sakit
4. Surat keterangan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
5. Surat keterangan penghasilan sehingga layak mengangkat anak
“Oh, usia pernikahan kita lebih dari sepuluh tahun.” Fuji yang ikut membaca berujar dengan nada jahil. Dia melirik ke arah suaminya, “Sehat jasmani rohani, aku bisa memberikan buktinya tanpa perlu ke rumah sakit.”
Mendengar perkataan istrinya, Regi seketika terbatuk. Dia berdehem dengan rona merah samar di pipi. Salsa dan Bibi Tun yang mengerti hanya diam dengan senyum profesional. Sementara ajudan mereka sebenarnya tengah menahan tawa dan berusaha kembali memasang raut datar.
“Kalau semua syarat itu sudah terpenuhi, Dinsos akan memberikan rekomendasi berdasarkan rekomendasi tim Tippa. Nantinya surat rekomendasi pengangkatan anak terbit, dan orangtua angkat mendapatkan hak asuh sementara selama 6 bulan.” Salsa kembali melanjutkan penjelasannya.
“Selama 6 bulan juga, Tim Peksos akan mengunjungi calon orangtua angkat sebanyak dua kali. Setelah masa pengasuhan sementara selama 6 bulan hasilnya baik, maka pengangkatan anak akan ditetapkan oleh pengadilan. Kira-kira ada lagi yang mau ditanyakan?”
Fuji menggeleng, “Penjelasan Nona sangat detail dan jelas, jadi untuk saat ini kami belum ada pertanyaan lagi. Terima kasih banyak Nona Salsa dan Bu Tun.”
Setelah berbincang-bincang singkat, pasangan pasutri itu akhirnya beranjak dari duduk. Mereka saling berjabat tangan, sebelum calon orangtua angkat itu undur diri untuk kembali ke kediaman mereka di Joekarta.
*
Setelah menunggu hampir setengah bulan, akhirnya yang ditunggu tiba. Di depan teras Yayasan Panti Asuhan Bakung, sebuah mobil mewah terparkir rapi. Ajudan dan sopir sibuk memasukan beberapa koper ke dalam bagasi. Beberapa anak sudah berkumpul, ingin melepas kepergian salah satu keluarga mereka. Tidak ada yang menangis sedih, semua memasang wajah gembira. Kecuali Langit.
Bocah bermata biru itu berpakaian rapi, berdiri di depan keluarganya. Kemudian menoleh ke pasangan suami istri yang tidak lama lagi akan menjadi orangtua angkatnya. Langit mencengkram kuat celana pendek selututnya, dia tidak ingin pergi.
Continue…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Erarefo Alfin Artharizki
akhirnya di adopsi juga
2023-06-23
1
Ayano
Akhirnya diadopsi juga
2023-06-03
1
Ayano
Point of view nya dia dapet. Dia bakalan dipilih ini
2023-06-03
1