Bab. 16 - Regi dan Fuji -

Begitu keluarga Sanjaya selesai belanja adalah ketika langit biru mencair senja. Ketika mereka akan pergi makan malam, Langit tidak hentinya mengucapkan terima kasih pada sopir keluarga. Semua itu karena dia tidak enak hati melihat banyaknya belanjaan yang harus dibawa dan dimasukan ke dalam bagasi.

“Daging atau seafood, kau lebih suka yang mana?” Regi bertanya sambil menyodorkan tabletnya.

Langit ikut melihat, ada beberapa nama restoran keluarga dengan review bintang lima. Bocah laki-laki itu tersenyum riang, sepertinya rasa gugupnya mulai pudar.

“Ka-kalau ti-tidak ke-keberatan, a-aku i-ingin se-seafood Om!”

Regi mengangguk, dia kembali menatap layar tablet untuk beberapa saat. Setelahnya pria paruh baya itu memberitahukan sopir lokasi restoran yang akan mereka tuju.

“Apa kau punya alergi makanan, Langit?” Fuji bertanya sambil ikut memperhatikan isi menu restoran yang akan mereka datangi.

“Se-seingatku, a-aku alergi ke-kepiting. Du-dulu aku pernah de-demam dan ba-batuk setelah ma-makan satu suap da-daging kepiting.”

“Ya ampun, hanya satu suap kamu langsung demam?”

Langit mengangguk sambil tersipu malu, “Pa-padahal a-aku tidak ma-masalah makan u-udang a-ataupun kerang.”

“Tidak masalah, Tante juga punya alergi susu!” Fuji mencoba menyemangati sambil tertawa pelan lalu menuju Regi, “Om malah alergi dingin, dia tidak bisa lama-lama di tempat ber-ac.”

Semburat merah muncul tipis ketika Regi berdehem pelan, “Kalau sudah tahu, jangan lupa bawa obat dan jauhi kepiting!”

“Hehe…, iya, Om!”

Setelah seharian bersama, Fuji senang melihat Langit akhirnya bisa sedikit rileks. Anak ini semenjak ikut mereka selalu memasang wajah sedih, tertekan, dan tegang. Bukan berarti Fuji tidak memaklumi hal tersebut. Tentu saja dia jelas memahami bagaimana perasaan anak angkatnya.

Siapapun pasti merasa cemas ketika tiba-tiba harus pergi bersama orang asing. Awalnya Fuji dan Regi sepakat untuk melakukan pendekatan pelan-pelan. Mereka tidak ingin menakuti Langit, atau membuat anak itu terbebani.

‘Tapi kami malah sedikit terbawa suasana,’ Fuji membatin pelan.

Fuji menoleh ke arah jendela kaca mobil, menatap suasana jalanan yang bising. Yah, mau bagaimana lagi? mereka berdua sudah menunggu hampir  sepuluh tahun untuk memiliki anak. Pada awalnya, pernikahan mereka bukanlah didasari oleh perasaan tulus seperti saling cinta.

Regi dan Fuji memiliki ambisi masing-masing, dan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pernikahan. Sebuah perjanjian yang ditulis diatas hitam putih kertas yang kemudian dibawa menjadi ikatan pernikahan. Di bawah sumpah sehidup semati, mereka pun berjanji untuk saling menggunakan satu sama lain. Saling bekerja sama untuk meraih tujuan masing-masing.

***

Dering ponsel terdengar lamat-lamat, tidak sampai nada dering kedua, sang pemilik menjawab. Suara samar-samar terdengar berbicara beberapa kata, sebelum yang mendengar membuat senyum miring. Sosok tinggi itu beranjak berdiri, berjalan pelan menuju jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota metropolitan dengan lampu-lampu menerangi malam.

“Pada akhirnya, dia benar-benar mengadopsi seorang anak.” Kilatan pada mata hitamnya terlihat berbahaya, “Kau benar-benar putus asa sekali, Paman.”

***

Acara makan malam berlangsung dengan damai, menyenangkan malah. Setelah seharian dibuat stress, tertekan oleh pasangan Sanjaya. Semua itu setimpal dengan perasaan baru yang Langit rasakan. Kini bocah itu paham apa yang Yatna katakan.

“I-inikah ke-keluarga?” Langit berbisik pelan.

Fuji yang duduk di sampingnya, menoleh. “Kau mengatakan sesuatu, Langit?”

“Ti-tidak! Ta-tante, i-ini e-enak sekali, co-cobalah!” Langit menaruh salah satu makanan ke atas piring Fuji.

“Kalau begitu, Langit juga harus mencoba ini!” Fuji mengambil daging ikan, kemudian menyerahkannya pada Langit. “Ayo, buka mulutnya, aah~”

Kali ini Langit tidak lagi merasa malu, dia dengan senang hati membuka mulutnya lebar-lebar. Menerima dengan senyuman lebar. Fuji entah sudah keberapa kalinya menggoyangkan tubuhnya, menahan diri untuk tidak histeris karena gemas pada anak angkatnya.

“Ahem! aku tidak suka kerang ini. Langit, kau saja yang habiskan!” Regi mendorong sepiring kerang saus padang dan melanjutkan makannya.

“Lho, bukannya ini makanan kesukaanmu, sayang?”

“Ti-tidak! tidak lagi!” Raut wajah Regi yang semula dingin berubah panik dan memerah. Dia buru-buru menegak air untuk menenangkan diri.

“Suamiku perhatian sekali~”

“Oh, diamlah!”

Langit memperhatikan interaksi Regi dan Fuji masih dengan senyum lebar. Bocah itu menyendok makanan dan menikmatinya dengan hati riang. Sepertinya dia benar-benar mulai terbiasa berada di antara suami istri Sanjaya.

“Langit, apa kau suka belajar?” tiba-tiba Regi bertanya, dengan nada serius.

Tanpa perlu berpikir panjang, tentu saja Langit menjawab. “Suka!”

Mendengar jawaban itu, sudut bibir Regi naik sedikit. “Belajarlah dengan giat, besok.”

“Ba-baik, Om!”

*

Kendaraan roda empat keluaran Jepang berhenti tepat di depan pintu masuk rumah keluarga Sanjaya. Kepala pelayan, Bastian, sudah menunggu untuk membukakan pintu dan menyambut kepulangan tuannya. Dari balik pintu kursi penumpang, Regi keluar dengan hati-hati. Dia menggendong Langit yang jatuh tertidur tidak lama setelah selesai makan.

“Tuan Besar, biar saya yang membawa Tuan Muda Langit ke kamar.” Bastian menawarkan diri dan sudah mengulurkan tangan.

“Tidak usah,” Regi menolak sambil menatap wajah tidur Langit yang damai. Sudut bibirnya tertarik sedikit, “Sudah tugas orangtua untuk menidurkan anaknya.” Katanya sambil melangkah masuk menuju rumah besar.

Bastian mundur selangkah, menunduk, lalu mengikuti langkah Regi dan Fuji memasuki rumah besar keluarga Sanjaya. Setibanya di kamar Langit yang terletak di lantai dua, Regi membaringkan bocah berumur sepuluh tahun itu. Fuji duduk di pinggir ranjang, memperhatikan dengan senyum yang tak kunjung luntur.

Jemari panjang bergerak kikuk, mencoba menyisir pelan rambut yang menutupi kening Langit. Regi memperhatikan dalam diam. Setelah bertahun-tahun berusaha, setelah mencoba berbagai cara. Akhirnya salah satu keinginannya terkabul, akhirnya dia memiliki anak. Tidak masalah walau harus dalam bentuk mengadopsi anak yang bukan darah dagingnya.

“Langit adalah anak yang manis,” kata Fuji, tulus. Dia jelas sedang memikirkan hal serupa dengan suaminya. “Apa kau masih ingat, dengan kata-kataku dulu?”

“Ini hanya pernikahan kontrak, jangan pernah saling menginginkan satu sama lain. Tidak ada cinta, tidak ada anak, sampai kontrak ini berakhir.” Regi mampu mengulang perkataan yang sudah dilontarkan istrinya bertahun-tahun yang lalu. “Rasanya seperti baru kemarin aku mendengarnya.”

Fuji bergeser pelan, takut membangunkan Langit. Dari belakang, wanita paruh baya itu memeluk pinggang Regi erat.

“Bagaimana nanti dia tumbuh tanpa seorang ayah? bagaimana cara aku membesarkannya? Aku tidak sanggup jika harus melakukannya sendiri tanpa sosok suami di sampingku. Itu yang selama ini aku pikirkan tiap kali hati dan pikiranku tidak sejalan.”

Fuji tersenyum getir, “Siapa sangka bahwa ternyata kita tidak bisa memiliki keturunan. Setelah semua yang kau lakukan untuk membuat hati dan pikiranku sejalan, setelah kau mengejar cinta dan meyakinkanku bahwa kita akan tua bersama.”

“Sayang,” Regi berbalik badan, menyeka setitik air mata jatuh di sudut mata istrinya. “Apa kau menyesal menerima cintaku?”

Fuji menggeleng pelan, dan menaruh kepalanya pada pundak sang suami. Regi menepuk pelan punggung mungil dan hangat istrinya.

“kalau begitu apa yang kau tangisi? Kita masih bersama diusia kita yang hampir setengah abad. Memang agak disayangkan, kita tidak bisa merasakan menjadi orangtua yang melahirkannya, membesarkannya dari bayi hingga dewasa. Namun kenyataan bahwa aku bahagia dengan kehadiran Langit tidak akan berubah. Anak ini menjadi pelengkap hidup kita.”

Fuji mengangguk pelan, ia merangkul leher suaminya. Perasaan yang semula berat dan pikiran negatif seketika sirna. Regi selalu mampu membuat hatinya membaik. Pria ini adalah teman hidupnya, selalu ada untuknya. Orang yang akan berbagi pengalaman bersama dirinya dalam menjalani hidup.

Benar, apa salahnya jika dia tidak bisa memiliki anak. Toh, sekarang di depan mereka ada malaikat kecil yang tengah tertidur pulas. Kehadiran Langit menjadi pelengkap dalam bahtera rumah tangganya. Fuji akan menjaganya, menyayanginya karena dia adalah anaknya dan Regi.

Continue…

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Enak ya disuapin kek gitu
Seumur umur aku juga mau disuapin 😏😏😏
Aiyaiyaiyaiya

2023-06-13

1

Ayano

Ayano

Kalo bukan kekuasaan ya uang
Pilih satu

2023-06-13

1

Ayano

Ayano

Pilihan bagus. Pilih lobster yang mahal

2023-06-13

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!