SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BUDIDAYA LIKE YAA YA GUYS..........
CEKIDOT......
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
"Kamu yakin mau pisah sama Mas?" tanya Mas Galvin. Kami berdua duduk disofa sambil menatap kedua anak kami yang terbaring diranjang.
"Iya," jawabku cepat tanpa melihat wajah Mas Galvin.
"Ra, coba kamu pikirkan lagi. Bagaimana perasaan Nara dan Naro, kalau tahu kita akan berpisah?" ucap Mas Galvin. Dari nada bicaranya dia seperti meminta ku mempertimbangkan perpisahan kami.
"Mereka akan paham jika sudah dewasa nanti, bahwa Papa dan Mama nya tidak akan bisa bersatu," sahutku. Ya aku percaya kedua anakku akan mengerti jika cinta tidak bisa selalu bersama selamanya.
"Ra, Mas tidak mau pisah sama kamu. Mas mohon, Ra." Mas Galvin mengenggam tanganku dan memohon agar membatalkan perpisahan kami..
"Tapi aku ingin berpisah dari, Mas," jawabku menatap Mas Galvin lekat. Tidak ada yang bisa menganggu gugat keputusanku. "Apa Mas tahu? Ibu mau mendonorkan darah nya untuk Naro, jika aku melepaskan, Mas. Harusnya Mas sadar bahwa banyak yang tidak ingin kita bersama termasuk Mas sendiri," ucap ku. Tanganku terkepal kuat, mengingat wajah ibu mertua membuat jiwa kemarahan ku semakin membara
"Maaf, Mas tidak tahu," Mas Galvin menunduk. "Tapi kamu tidak harus mengikuti kata-kata Ibu. Ra, tolong jangan meninggalkan, Mas. Mas tidak bisa tanpa kamu. Mas sangat-sangat berat jika kamu tidak ada disamping Mas," sambungnya sambil menangkup kedua tangannya didada.
"Aku tanya, Mas. Untuk apa Mas mempertahankan kan aku berada disamping, Mas? Sedangkan Mas sendiri memiliki perempuan lain. Apa tujuan Mas mau aku bertahan? Apa Mas mau membunuh aku secara perlahan?" tuding ku.
Mas Galvin menggeleng, "Bulan begitu Ra. Mas benar-benar masih mencintai kamu," ucapnya dengan yakin.
Aku tertawa mengejek, "Bercanda mu tidak lucu, Mas. Kalau kamu mencintai aku. Tidak akan ada Lusia diantara kita," jelasku penuh penekanan. Lelaki hebat bukan dia yang bisa mendapatkan banyak wanita tapi dia yang bisa bertahan disaat ada seribu wanita yang menggoda nya hanya akan tetap ada satu wanita di hatinya.
"Mas, hanya_"
"Jenuh? Bosan? Apa aku seburuk itu Mas? Apa aku kurangnya didalam hidup, Mas? Apa karena aku tidak kerja? Apa karena aku tidak punya pendidikan?" tanyaku bertubi-tubi menatap Mas Galvin penuh kebencian. Rasanya tak ada lagi cinta yang tersematkan untuk lelaki ini. Sejak dia menurihkan luka di hatiku, sejak saat itulah aku berhenti mencintainya. Aku tidak mau seperti wanita bodoh yang bertahan karena cinta dan buah hati. Tidak, aku bukan perempuan seperti itu.
"Maaf," Mas Galvin menunduk malu.
"Sampai bertemu dipengadilan, Mas. Minggu depan adalah sidang perceraian kita. Kamu siap-siap," ucap ku. Beberapa hari yang lalu aku mendapat surat panggilan dari pengadilan. Bahwa gugatan cerai yang aku ajukan sudah di proses.
"Ra, bagaimana dengan harta gono-gini?" tanya nya. Astaga lelaki ini benar-benar membuatku muak. "Ibu tidak bisa memberikan bagian Nara dan Naro sama kamu," sambungnya pelan. Aku heran, kenapa suamiku ini benar-benar takut pada ibu nya. Semua kehidupan Mas Galvin seperti diatur oleh ibu mertua. Kadang aku berpikir, istri Mas Galvin siapa sih, aku atau ibu nya?
"Aku tidak butuh harta gono-gini, Mas. Aku tidak butuh apapun. Selama Nara dan Naro bersama ku. Maka semua akan baik-baik saja," jawabku. Kenapa hatiku sakit sekali saat Mas Galvin tak bisa adil antara anak-anak dan istrinya dengan ibu nya sendiri.
Mas Galvin terdiam. Dia ikut menatap Nara dan Naro yang ada diranjang. Bohong, jika aku tak terluka dengan perpisahan ini. Walau bibirku berkata bahwa aku membenci Mas Galvin. Namun, tidak dengan hatiku. Mas Galvin adalah orang yang sudah menemani ku selama belasan tahun. Bagaimana bisa aku baik-baik saja ketika kami berpisah seperti ini?
"Ra, Mas harap kamu pertimbangkan lagi," ucap Mas Galvin. Dia masih berharap bahwa aku membatalkan sidang perceraian ini.
"Aku sudah yakin, Mas," jawabku.
"Apa karena Divta?" tuding nya. Ya aku tahu Mas Galvin tak menyukai Divta karena diriku.
"Mau karena dia atau bukan, sudah bukan urusan Mas lagi. Dengan siapapun aku, Mas sudah tidak berhak untuk ikut campur," jelas ku.
Mas Galvin menatapku kecewa. Kenapa dia yang kecewa? Harusnya aku yang kecewa bukan dia, aku yang tersakiti. Aku yang terluka. Aku yang di poligami.
Mas Galvin berdiri dari duduknya. Dia berjalan kearah ranjang Nara. Mas Galvin memang begitu menyayangi Nara. Berbeda dengan Naro, dia tak terlalu dekat dengan putra bungsunya itu. Apalagi sifat Naro yang dingin seperti tak tersentuh.
"Maafkan Papa, Sayang," ucapnya mencium kening Nara. "Cepat bangun kesayangan Papa. Papa kangen sama Nara," sambungnya mengecup punggung tangan Nara.
Aku memalingkan wajahku ke sembarangan arah. Kenapa pipi ku panas lagi? Seandainya, Mas Galvin setia padaku. Mungkin kami tidak akan berakhir saling menyakiti seperti ini.
Lalu Mas Galvin beralih pada Naro. Lama dia menatap wajah putra bungsunya ini. Putra yang jarang sekali bermain dengannya. Entahlah, aku pun tidak tahu apa yang membuat Naro kian dingin seperti es. Dia seperti pria yang tidak bisa disentuh kecilai oleh aku dan Nara.
"Hai jagoan Papa. Cepat sembuh ya, Son," Mas Galvin mengusap kepala anaknya. "Maafkan Papa," ucapnya merasa bersalah.
Aku tak mengharapkan karma apapun yang terjadi. Aku hanya ingin hidup lebih baik bersama kedua anakku. Tak apa aku harus menjadi orang tua tunggal untuk mereka. Aku akan berjuang sebisa ku membahasnya mereka dan menyiapkan masa depan yang cerah.
"Biaya rumah sakit biar Mas yang bayar. Mas akan meminjam uang ke perusahaan," ucapnya berjalan kearahku.
"Tidak perlu, Mas. Aku bisa bayar sendiri," ucap ku. Aku tak butuh Mas Galvin lagi, jadi untuk apa dia menawarkan akan membayar biaya rumah sakit Nara dan Naro. Kemana dia selama ini? Bahkan selama anak nya dirawat dirumah sakit, baru dia kali dia menjengguk Nara dan Naro. Dia lebih sibuk dengan istri baru nya.
"Tapi_"
"Sebaiknya kamu pulang, Mas. Aku tidak mau Ibu melihatmu disini dan membuat keributan lagi," potong ku.
"Sekali lagi Mas minta maaf, Ra," ucapnya
"Tidak perlu minta maaf Mas. Aku sadar diri dari pada berimajinasi tinggi. Setelah kita berpisah, aku tidak melarang mu untuk menemui Nara dan Naro. Bagaimanapun mereka tetap anak-anakmu. Temui mereka kapan saja kamu mau," kataku.
Ya aku tidak melarang anak-anak bertemu dengan papa nya. Nara dan Naro adalah darah daging Mas Galvin, aku tak mungkin tega memisahkan ayah dan anak. Mungkin memang ada namanya mantan suami atau istri tapi tidak ada mantan anak.
"Mas, permisi Ra,"
Mas Galvin keluar dari ruangan ICU. Sedangkan aku langsung terduduk lemah. Kenapa kenyataan benar-benar menguras emosi ku.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
TongTji Tea
piye to ..mbayar anak sakit ya bapake laah .
2023-06-06
1
cinta semu
suami alay begitu emang layak di tinggalkan ...
2023-06-03
0
Hanipah Fitri
Suami yg lebih mementingkan ibu nya dan istri mudanya, maka dgn anakpun iya abai
2023-05-24
0