SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BUDIDAYA LIKE YAA YA GUYS..........
CEKIDOT......
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
"Mas berangkat dulu ya Sayang. Mungkin, Mas pulang minggu depan. Karena pembukaan lahan yang ada di Pekanbaru harus di rintis sebelum di gusur," jelas Mas Galvin saat aku merapikan dasinya.
"Iya Mas. Kalau sudah sampai, jangan lupa kabari aku," ucapku tersenyum. Bolehkah ku jujur bahwa cintaku pada lelaki ini sangat besar, bahkan ketika hatiku disakit saja aku masih sangat mencintai nya.
Mas Galvin dan anak-anak berangkat seperti biasa. Sebelum ke bandara, Mas Galvin mengantar anak-anak kesekolah.
Aku mengambil tas ku dan bergegas masuk ke dalam mobil. Aku tidak bisa diam, aku harus mengikuti kemana Mas Galvin pergi. Aku curiga jika Mas Galvin tidak sedang perjalanan dinas. Aku mengenal Pak Deddy dan semalam aku sudah bertanya pada nya jika tidak ada peninjauan proyek lahan baru hari ini.
Aku mengikuti mobil Mas Galvin dari belakang berjalan dua mobil didepan. Aku tak mau terlihat mencolok. Mas Galvin bisa curiga jika aku mengikuti nya.
Tampak Mas Galvin menuju sekolah anak-anak dan aku memilih dipersimpangan jalan supaya mobil ku tidak terlihat olehnya.
Mobil Mas Galvin kembali melaju meninggalkan sekolah anak-anak. Aku kembali mengikuti dengan pelan dan tidak mau terlihat mencolok.
"Mas, aku harap prasangka ku salah," lirihku.
Semoga saja, perasaan yang tidak seharusnya aku pikirkan ini tidak benar dan Mas Galvin tidak seperti yang ada dipikiran ku.
Mobil Mas Galvin tidak menuju ke bandara, ini adalah Jalan Paris ll. Curiga, apa yang Mas Galvin lakukan disana. Hingga kulihat mobil nya berhenti tepat didepan sebuah rumah mewah. Suamiku keluar dari mobil dengan wajah sumringah dan bahagia.
"Itu rumah siapa?" gumamku, perasaan ku ketar-ketir dengan kecurigaan.
Tidak lama kemudian Mas Galvin keluar bersama seorang wanita yang sedang menggendong bayi. Tampak Mas Galvin begitu perhatian dengan wanita tersebut. Wanita yang kulihat di mall bersama nya kemarin.
"Mas," kali ini, aku tak mampu menahan air mata yang sudah menumpuk di kelopak mataku.
Mereka terlihat berbincang-bincang didepan mobil dengan mesra seperti yang pernah Mas Galvin dan aku lakukan.
Deg
Hatiku teriris sakit ketika Mas Galvin mengecup singkat kening wanita tersebut. Benteng pertahanan ku runtuh, bangunan yang aku bangun dengan susah payah bersama Mas Galvin hancur dan rata bersama tanah. Benih-benih cinta yang tumbuh memekar, seketika layu bersama ciuman hangat yang ia berikan pada wanita lain, didepan mataku.
Tak mampu menahan gejolak dalam hatiku. Aku keluar dari mobil dengan wajah yang dibuat tenang. Aku berjalan santai seraya meneteng tas munggil di tanganku.
"Mas," panggil ku sambil tersenyum.
Sontak kedua orang yang tengah bermesraan itu melihat kearah ku.
"Ara," gumam Mas Galvin yang masih bisa kulihat dari gerakkan bibirnya.
"Mbak Ara," ucap Lusia pelan.
Tentu saja Lusia mengenalku. Wanita ini sering datang kerumah mengantar berkas penting dan laporan-laporan pada Mas Galvin. Awalnya aku tidak curiga, tapi setelah melihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku tersenyum kecut mentertawakan kebodohan ku.
"Kok disini Mas? Katanya mau ke bandara?" tanya ku santai sambil melipat kedua tangan didada.
Kulihat bayi dalam gendongan Lusia tersenyum kearahku seperti mengejek kekalahan ku hari ini.
"Sayang, aku b-bisa...."
"Tidak jadi ke Pekanbaru, Mas?" potong ku tetap tenang. Wajahku tak menunjukkan emosi sama sekali. Tapi apakah Mas Galvin tahu, jika rasanya aku ingin menerkam wajah nya.
"Mbak, maaf," Lusia menunduk.
"Kenapa kamu minta maaf Lusia? Kamu salah apa sama saya?" tanyaku menatap Lusia sinis dan itu sebenarnya tatapan kecewa dan sakit hati.
Mas Galvin dan Lusia menunduk malu karena terciduk oleh ku. Tapi berbeda dengan aku yang terlihat biasa saja. Menghadapi seorang penghianat tidak perlu marah-marah, cukup hadapi dengan senyuman.
.
.
.
Aku duduk disofa didepan ku tersungkur secangkir kopi pahit tanpa gula. Aku tidak suka kopi manis.
"Maafkan Mas, Ra," ucap Mas Galvin menunduk.
Aku seperti seorang detektif yang tengah mengintrogasi tawanan ku. Kulihat satu persatu-satu wajah Mas Galvin dan Lusia. Ekspresi keduanya sama, yaitu takut.
"Owe owe owe," bayi dalam gendongan Lusia menangis.
"Tidurkan anak mu Lusia. Kasihan dia harus mendengarkan percakapan orang dewasa," ucap ku dengan senyuman mengejek.
"Iya Mbak," sahut Lusia memasang wajah polosnya.
Tak kusangka Lusia ini memiliki jiwa pelakor, padahal dia seorang gadis muda yang cantik dan lembut. Dia begitu sopan padaku meski terlihat segan.
"Sayang, Mas bisa jelasin," tatap Mas Galvin padaku.
"Iya, tunggu Lusia sebentar Mas," sahutku.
Mas Galvin menatapku sendu, terlihat wajahnya pucat fasih dan gugup seperti ketakutan.
Tidak lama kemudian Lusia datang, setelah menidurkan anaknya. Kedua orang ini duduk bersamaan. Adakah yang tahu bahwa hatiku sangat hancur, melihat lelaki yang aku cintai duduk berdampingan dengan wanita lain? Sementara aku istrinya seperti orang asing yang kehadiran nya.
"Silahkan Mas," ucapku dengan tangan yang terlipat didada dan kaki saling menyilang.
Beberapa bulan yang lalu aku menemukan surat beli rumah. Apa rumah ini yang di beli Mas Galvin untuk Lusia?
"Maafkan Mas, Ra," ucap Mas Galvin dengan perasaan bersalahnya.
"Mas, aku butuh penjelasan bukan kata maaf," sergahku mulai jenggah. Suami yang kutatap dengan cinta ini kenapa sekarang malah menyebalkan?
"Mas menikah secara diam-diam dengan Lusia karena dia hamil,"
Deg
Jantung ku serasa berhenti berdetak dan aku mendengar tak percaya. Bagaimana bisa hubungan rumah tangga yang sangat harmonis ini bisa kecolongan dengan masuknya orang ketiga di pernikahan kami? Aku pikir rumah tangga ku baik-baik saja.
"Itu karena Ibu yang suruh," ucap seseorang dari arah pintu masuk.
Kami bertiga menoleh dan kulihat ibu mertuaku berjalan kearah kami dengan langkah anggun nya.
"Apa maksud Ibu?" tanyaku. Tanpa sadar tangan ku terkepal sangat kuat.
Ibu mertuaku duduk di sampingku dan menatapku sinis. Sejak menikah hubungan kami memang tak baik. Dia tidak memberi restu karena aku bukan dari keluarga kaya. Tapi apakah ibu mertuaku tahu, ada banyak hal yang dia tidak tahu tentang aku?
"Kamu tidak sadar, kalau kamu itu tidak becus menjadi orang istri. Kamu hanya bisa tinggal dirumah mengurus suami dan anak. Kalau dibandingkan dengan Lusia jelas kamu jauh berbeda. Lusia cantik dan seorang wanita karier," tandas Ibu mertuaku menatapku dengan tatapan jijik dan tak suka.
Deg
Lagi jantungku terasa ingin terlepas dari tempat nya. Nafasku memburu dan dadaku naik turun. Apa maksud nya ibu mertua membandingkan aku dengan Lusia? Jelas kami berbeda, dia memiliki gelar dan pekerjaan sedangkan aku hanya ibu rumah tangga. Tapi apakah perlu dia mengatakan hal tersebut padaku?
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Endang Oke
nikah diam diam itu pidana!
jd perempuan zaman skrg tuh hrs tahu undang2 pernikahan.
sdh hancurkan semua...biar hancur semua..
1.perzinahan kuhp 284 pidana 9 bln penjara suami dan wanitanya. ada saksi dan bukti bisa gugat cerai.
2.pernikahan diam diam tanpa izin dr istri pertama dan sah kuhp 279 ayat 1 pidana 5 thn penjara.suami dan wanitanya. ada saksi dan bukti bisa gugat cerai.
2023-08-23
3
Uthie
emosi mulai naik ini 😡
2023-07-29
0
Amalia Gati Subagio
se kaya apa pensiunan kepala sekolah & bidan di pontianak? bukan nge hakimi profesi, tp.... hadehhhh ex bidan halu sok priayi ini bikin enek!! Realnya ada Istri ex sekda prof & kota yg pensiun bidan jg di ptk gak segitu borju. Tuh ex sekda pernah wagub, ketua DPRD provinsi, jabatan budayanya Raja di salah satu Kerajaan Tertua di Kalbar lg. He9x.... mempermalukan profesi aja nih ibu ya 🤣
2023-07-04
0