SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BUDIDAYA LIKE YAA YA GUYS..........
CEKIDOT......
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
Jalan mana yang harus ku pilih?
Ternyata hanya Ibu mertua yang memiliki golongan darah yang sama dengan Nara. Apa yang harus aku lakukan? Belum tentu Ibu mertua mau membantu aku, apalagi dari dulu dia tidak menyukai kedua anakku.
"Ra, bagaimana keadaan anak-anak?" tanya Mas Galvin terlihat panik.
Aku tak menjawab. Tatapan ku masih tertuju pada Nara dan Naro yang berada diruangan ICU. Kenapa harus anak-anak ku yang merasakan sakit seperti ini? Mereka masih kecil, mereka belum paham tentang hidup. Kenapa tidak aku saja? Bahkan mati pun aku sudah pasrah, hidupku tak pernah baik-baik saja. Mungkin mati adalah jalan untuk aku keluar dari semua rasa sakit yang membelenggu dadaku ini.
Aku bersandar lemah. Rasa takut sekarang yang ada didadaku benar-benar menyiksa. Aku tak kuat. Aku tak mampu, bolehkah aku menyerah?
"Naro butuh donor darah," ucapku menyeka air mata. "Hanya golongan darah Ibu yang cocok sama Nara," sambung ku.
"Mas akan minta Ibu menjadi pendonor untuk Naro," ucap Mas Galvin duduk disampingku. Dia hendak merengkuh tubuh ku, namun secepatnya aku menghindar.
Sekarang aku tak bisa memikirkan hal lain, selain keselamatan kedua anakku.
Drama panjang akan tiba di mana aku akan bersujud sembah didepan ibu mertua demi menyelamatkan Nara. Apapun akan aku lakukan, tak peduli jika harga diriku menjadi korban. Aku hanya ingin anak-anak ku sembuh, itu saja.
"Apa kamu bisa bujuk Ibu agar mendonorkan darahnya untuk Nara?" tanya ku tanpa melihat Mas Galvin.
"Mas akan coba, Ra," jawab Mas Galvin cepat.
Aku tak tahu apakah Mas Galvin terpukul karena keadaan anak-anak nya. Yang ada dipikiran nya sekarang adalah istri baru nya itu serta anaknya yang masih bayi.
"Ra, Mas tidak bisa lama. Mas harus pulang, Chole juga lagi demam tinggi," Mas Galvin melirik arloji nya.
Aku menatap Mas Galvin tajam, "Apa kamu tidak berpikir bahwa Nara dan Naro sedang sekarat, Mas?" tanya ku dengan wajah kecewa.
"Mas sangat mengkhawatirkan Nara dan Naro, Ra. Tapi Mas juga tidak bisa meninggalkan Lusia dan Chole dirumah. Tadi Chole rewel, dia menangis. Dia demam tinggi," jelas Mas Galvin.
Ini yang dia bilang akan adil. Akan memberikan perhatian yang sama antara aku dan Lusia. Tapi kenyataannya, dia malah lebih mementingkan istri baru nya di banding aku dan anak-anak. Seperti nya, keputusan ku berpisah dengan Mas Galvin bukan hal yang salah.
"Pergilah, Mas. Aku tidak butuh kamu lagi," ucapku dingin. "Urus istri dan anakmu, mereka lebih penting dari aku dan anak-anak. Aku melepaskan mu, Mas. Semoga kamu bahagia bersama dia sebagai pengganti ku," setelah berkata demikian aku melenggang masuk kedalam ruang rawat inap kedua anakku.
Aku terduduk lemah, menatap wajah kedua anakku yang terlelap dengan selang-selang yang menyiksa tubuh kecil mereka. Kejam, kenapa hidup ini begitu kejam? Tidak adakah, rasa kasihan pada batin ku yang tersiksa ini.
"Kalian tahu? Mama sekarang sangat rapuh. Mama tidak berdaya, Sayang. Mama lelah. Mama tidak punya tempat untuk mengadukan semua perasaan lelah ini," ucap ku lirih.
Aku menangis segugukan sambil mengenggam tangan Naro. Anakku yang selalu terlihat kuat ini, kini terbaring tak berdaya diranjang rumah sakit. Apaa yang harus aku lakukan? Jalan mana yang akan aku pilih. Aku harus minta tolong siapa.
.
.
.
Aku berdiri didepan rumah Ibu mertua. Rumah yang selama ini tidak pernah menganggap kehadiran ku ada. Ibu mertua tidak pernah menyukai ku sejak aku menjadi istri dari Mas Galvin.
"Aku harus bisa," gumam ku menyemangati diri sendiri.
Aku masuk kedalam pagar rumah mertua ku.
"Ara," panggil ayah mertua.
"Ayah." Aku menyalami tangan ayah mertua seperti biasa.
"Tumben kamu kesini, ada apa?" tanya ayah mertua heran. Sebab aku jarang datang kerumah ini. Karena aku tahu ibu mertua yang tak menyukai ku jadi aku tahu diri, bahwa kehadiran ku hanya akan jadi benalu.
"Ara, ingin bertemu Ibu, Yah," ucap ku pelan.
"Ya sudah, ayo duduk," ajak ayah mertua.
Hanya ayah mertua yang menerima kehadiran ku dengan hangat. Sosok ayah yang telah lama hilang dari hidupku, ku dapatkan pada senyuman lembut ayah mertua ku.
"Ada apa kamu kesini?" tanya ibu mertua menyambut ku dengan tatapan sinis dan tak suka nya. Sudah kuduga, dia pasti akan menganggap aku makhluk tak kasat mata.
"Bu," lidah ku terasa kaku saat ingin mengatakan yang sebenarnya.
Ibu duduk dengan angkuh didepan ku. Tatapannya terlihat tak suka. Dia pernah menyuruh Mas Galvin meninggalkan aku. Namun, dulu cinta Mas Galvin sehebat karang meski dihantam ombak pun takkan tergoyahkan. Tapi berbeda dengan sekarang, aku kehilangan dirinya yang dulu begitu ku cinta.
"Nara dan Naro kecelakaan, Bu," adu ku. Nada ucapan ku penuh keputusaan.
"Apa Ra? Nara da Naro kecelakaan?" tanya ayah memastikan.
Aku mengangguk, "Iya Ayah. Waktu Ara jemput mereka di sekolah, ada sebuah mobil yang melaju lalu menabrak mereka," ucapku menceritakan kronologi kejadian.
"Ya Tuhan." Ayah mertua tampak terkejut sambil mengusap dadanya. "Lalu bagaimana keadaan mereka sekarang, Ra? Kenapa kamu tidak bercerita pada, Ayah? Di mana Galvin?" tanya ayah bertubi-tubi.
Seperti nya ayah belum tahu masalah Mas Galvin. Apa pernikahan Mas Galvin dan Lusia tidak di ketahui oleh ayah? Apa selama ini bukan hanya aku yang dikhianati tapi ayah juga.
"Itu karena kamu tidak becus jadi Mama. Anak sendiri saja bisa sampai celaka," cibir ibu.
Tangan ku mengepal kuat. Jika bukan karena Nara dan Naro, aku mungkin sudah menyerang ibu. Tapi aku tidak bisa bertingkah kasar. Aku memang tidak bisa kasar pada ibu karena naga pun dia adalah mertua ku, yang artinya orang tua ku juga.
"Bu, kenapa bicara begitu?" tegur ayah menggeleng. "Ra, jangan dengarkan kata-kata Ibu," ucap ayah lembut padaku. Seandainya semua orang sebaik ayah mertua. Mungkin dunia ku akan baik-baik saja. Aku pasti takkan sehancur ini.
"Naro, bunuh donor darah, Yah. Hanya Ibu yang bisa mendonorkan darah nya untuk Naro," jelasku. Memang darah anakku Naro sangat langka. Pernah ketika berusia lima tahun, Naro terjatuh saat belajar naik sepeda dan darah keluar dari lututnya. Entah kenapa tubuh nya sensitif. Luka sekecil itu saja bisa sampai mengeluarkan banyak darah dan alhasil waktu itu dia dirawat dirumah sakit beberapa hari.
"Kamu minta Ibu buat jadi pendonor untuk Naro?" Ibu memincingkan matanya menatapku dengan jijik.
"Iya Bu. Saya mohon, Bu. Tolong kali ini saja. Naro butuh Ibu. Saya akan lakukan apapun. Agar Ibu mau mendonorkan darah untuk Naro," pintaku memohon dengan menangkup kedua tangan di dada.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Defi Danny Firmansyah
Naro bukan Nara
2023-06-21
0
Defi Danny Firmansyah
Naro
2023-06-21
0
Defi Danny Firmansyah
yg donor darah kan Naro bukan Nara.....
2023-06-21
0