SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BUDIDAYA LIKE YAA YA GUYS..........
CEKIDOT......
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
Aku masih memohon pada ibu mertua agar bersedia mendonorkan darahnya untuk Naro, kali ini aku tidak peduli lagi dengan harga diri.
"Baiklah, Ibu akan donorkan darah untuk Naro. Tapi dengan satu syarat." Ibu menatapku dengan senyuman licik. Entah apa yang sedang di rencanakan oleh wanita ini. Apapun syaratnya akan aku lakukan.
"Apa Bu? Saya apa lakukan apapun, Bu! Bahkan jika nyawa saya yang harus menjadi bayarannya. Saya juga siap, Bu," ucapku yakin. Ya apapun akan aku lakukan untuk kedua anakku.
"Kamu harus tinggalkan Galvin," tegas ibu mertua.
Tampak ayah terkejut dan menatap ubh tak percaya.
"Apa maksud Ibu?" tanya ayah tak mengerti.
"Ayah, dari awal Ibu tidak pernah merestui hubungan Galvin dan Ara. Jadi, tidak salah kalau Ibu minta Ara bercerai dengan Galvin. Lagian Galvin sudah menikah lagi_"
"Apa?" pekik ayah mertua.
Ayah mertua sampai berdiri dari duduknya dan menatap ibu dengan tatapan kecewa nya. Kepalanya menggeleng mendengar ucapan yang keluar dari bibir ibu mertua ku tersebut.
Ibu langsung kikuk, seperti nya dia kecoblosan dengan ucapannya sendiri. Ayah mertua, tipe orang yang tegas dan berani. Dia tak mau main-main jika masalah rumah tangga anak-anak nya.
"Galvin, menikah lagi itu maksudnya apa?" sentak ayah mertua dengan suara menggema di ruangan tamu rumah mertuaku.
Ibu menunduk takut. Wanita paruh baya yang berstatus sebagai ibu mertua ku ini langsung bungkam. Dia memang takut pada suaminya. Sebab ayah bukan orang yang suka menyepelekan kesalahan.
"Ra, jawab Ayah. Galvin menikah lagi, apa itu benar?" tanya ayah padaku. Sorot matanya tampak menahan amarah. Tentu dia sebagai orang tua yang membimbing anak-anak nya tentu akan sangat syok ketika mendengar pernikahan kedua dari anak lelaki nya tersebut.
Aku mengangguk, "Mas Galvin menikah lagi, itu benar Yah. Sekarang dia sudah memiliki anak bersama istri baru nya. Sebentar lagi, Ara akan berpisah dengan Galvin, Yah," jelasku terisak. Berusaha ku tahan, air mata murahan ini tetap jatuh sesuka hati.
Ayah terduduk lemas di sofa. Dia sangat syok ketika mendengar kenyataan bahwa anak yang selalu dia banggakan selama ini ternyata bermain api di belakang nya.
"Bagaimana Diandra, apa kamu bisa berpisah dengan Galvin?" tanya ibu mertua sekali lagi. Dia adalah orang pertama yang menunggu kehancuran ku dan Mas Galvin. Jadi tidak heran ketika aku meminta Mas Galvin berpisah, ibu mertua tersenyum penuh kemenangan.
"Saya siap berpisah dengan anak Ibu. Tapi tolong selamatkan anak saya Bu. Saya berjanji, saya tidak akan menganggu kehidupan Mas Galvin lagi," ucapan ku seperti tusukan belati yang menusuk masuk kedalam jiwa.
Sepenuhnya tak ada istri yang benar-benar mau berpisah dengan suaminya jika bukan karena keadaan. Aku mencintai Mas Galvin. Aku menyayangi Mas Galvin, sepenuh jiwa dan ragaku. Namun, apakah daya. Cinta yang selama ini aku perjuangkan sepenuh hati harus berakhir dengan cara seperti ini.
"Bagus." Ibu tersenyum devil.
Tanpa disuruh pun, aku memang sudah mengambil keputusan berpisah dengan Mas Galvin. Aku sudah belajar ikhlas menerima takdir hidupku. Sekarang fokus pun pada kesembuhan Nara dan Naro. Surat panggilan dari pengadilan sedang dalam proses.
Kali ini, aku benar-benar berjuang sendiri. Tidak ada tempat untuk sekedar mengadu atau bercerita segala lelah. Henny tak sepenuhnya bisa membantu ku, dia memiliki suami dan anak yang harus dia urus. Begitu juga dengan Mas Bayu dan Kak Dea, mereka hanya mengurus ku sebisanya. Mereka memiliki tanggungan yang lain. Sedangkan Kak Deva, sedang sibuk mengurus proses lahiran anak ketiga. Ayah dan ibu di kampung, sudah tak berniat melihat ku lagi.
Sekarang, aku tak hanya sendirian. Tapi aku juga merasakan kesepian dan hampa. Berharap ada seseorang yang membawaku keluar dari sini. Seorang yang mengantarku pada cahaya untuk meninggalkan gelap. Meski jiwa ku di hantam oleh kenyataan bertubi-tubi.
"Ara, maafkan Ayah. Ayah gagal mendidik suamimu. Ayah tidak meminta kamu bertahan dengannya. Lepaskan jika kamu sudah tidak mampu lagi. Ayah akan tetap menjadi Ayah mu. Nara dan Naro juga masih cucu Ayah. Jadi kamu tidak sendiri," ucap ayah mertua mengusap bahu ku mencoba memberi kekuatan
Aku terharu, benar-benar terharu. Sudah lama tak kudengar kata-kata penguat seperti ini. Aku butuh ucapan-ucapan untuk sekedar menenangkan ragaku yang tengah tersiksa.
"Terima kasih Ayah," sahutku tulus.
.
.
.
Setelah aku mengikuti semua syarat yang ibu mertua berikan padaku. Akhirnya dia mau mendonorkan darahnya untuk Naro. Tidak apa, aku tak bahagia asal kedua anakku bisa selamat.
"Ingat Ara, jangan dekati Galvin lagi. Setelah Nara dan Naro sembuh. Kamu harus segera mengugat Galvin," tegas ibu mertua mengingatkan
"Saya tidak lupa, Bu. Ibu tenang saja. Saya sudah mengurus surat perceraian dengan Mas Galvin. Tunggu saja panggilan dari pengadilan," jawabku menatap ibu mertua dingin. Sebegitu burukkah aku menjadi seorang menantu? Sehingga ibu mertua memaksa ku untuk meninggalkan anaknya.
Ibu mertua menatapku sinis lalu melenggang pergi setelah darahnya diambil beberapa kantong.
Akh terduduk dikursi tunggu. Ku tutup wajahku dengan tangan dan menangis lagi. Ya Tuhan, kenapa cobaan datang bertubi-tubi menghantam hatiku? Tidak kah Engkau kasihan pada insan yang lemah ini? Aku benar-benar rapuh. Aku lelah dengan hidupku. Aku tak meminta banyak, tolong sembuhkan kedua anakku.
"Ara," panggil seseorang yang membuat tangis ku terhenti.
Segera aku menyeka air mataku dan menoleh kearah suara kaki yang menggema menghampiri ku.
"Divta." Aku segera berdiri saat Divta berjalan kearah ku.
Dari mana Divta tahu jika aku ada disini? Aku tidak pernah menghubungi nya dalam alasan apapun, meski ada nomor di ponselku.
"Ra," ucapnya. Tatapan matanya tampak khawatir.
"Ta, kamu tahu aku disini dari siapa?" tanyaku menghapus air mataku. Tidak sah jika aku harus menangis didepan Divta.
"Ra." Aku terkejut ketika Divta menarikku masuk kedalam pelukan nya.
"Ta." Aku hendak melepaskan pelukan Divta.
"Sebentar Ra. Aku hanya ingin memeluk mu sebentar saja. Aku tahu kamu butuh pelukan. Menangislah, Ra," ucapnya.
Aku terdiam, tidak membalas dan tidak juga menolak. Air mataku luruh lagi. Benar kata Divta, aku benar-benar butuh pelukkan. Dunia jahat padaku. Dunia memojokkan ku. Dunia membuatku merasa berada diujung kematian.
"Menangis memang tidak menyelesaikan masalah. Tapi menangis dapat memberi kelonggaran dalam dada. Luapkan semua emosi dan kemarahan kamu," ucap Divta lagi sambil mengusap kepalaku.
Tinggi badan Divta jauh diatasku. Apalagi dia yang seorang abdi negara. Tentu menjaga postur tubuhnya agar tetap ideal.
"Hiks hiks hiks hiks hiks,"
Tangis ku pecah. Aku membalas pelukkan Divta dan menangis dengan hebat. Saat dunia jahat padaku. Ternyata masih ada orang yang mau memberikan tubuhnya untuk aku peluk sebagai kekuatan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
ibu e aja sakit jiwa plgi anak nya mg karma mendekati adik Galvin 👍👍👍
2023-10-18
0
Sukliang
nenek gilaaa
2023-06-20
0
Elena Sirregar
sebelum sah bercerai jangan terlalu dekat dengan pria lain. takutnya jadi fitnah lagi pun memang tak baik dekat² dengan yg bukan mahram
2023-06-12
0