SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BUDIDAYA LIKE YAA YA GUYS..........
CEKIDOT......
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
"Mas," aku menatap Mas Galvin dan ingin mendengarkan penjelasan nya.
"Mas dan Lusia menikah lima bulan yang lalu," jelas Mas Galvin. "Maaf Ra," sambungnya.
Bisakah jangan kata maaf yang di ucapkan. Aku bosan mendengar nya.
"Apa Ibu dan Ayah tahu?" tanya ku.
Mas Galvin mengangguk dan mengiyakan pertanyaan ku.
"Sekali lagi maaf, Ra. Mas tidak bermaksud mengkhianati pernikahan kita. Mas, hanya...."
Aku mentertawakan kebodohanku yang begitu polosnya dan percaya pada semuanya yang Mas Galvin katakan. Beberapa bulan terakhir dia memang banyak berubah.
"Apa yang kurang, Mas?" tanyaku dengan suara serak.
"Kamu masih tanya apa yang kurang sama kamu?" sambung ibu mertua. "Kekurangan kamu itu banyak Diandra," tandasnya penuh penekanan.
"Bu, cukup!" hardik Mas Galvin. "Jangan salahkan Diandra, Bu," sergah Mas Galvin.
"Memangnya kenapa?" tanya Ibu sinis.
"Tidak apa-apa Mas," sambungku.
"Dengar yaa Diandra, kamu itu tidak pantas menjadi menantu saya. Jangan salahkan Galvin dong, kalau dia berpoligami harusnya kamu introspeksi diri," ucap Ibu dengan penuh penekanan.
Aku mengangguk. Mungkin benar aku harus introspeksi diri. Mungkin saja memang aku yang salah dan kurang karena tidak bisa menjadi yang terbaik untuk Mas Galvin.
"Aku akan tinggal bersama kalian, Mbak. Karena rumah ini akan ditempati oleh Ibu dan adikku," sambung Lusia.
Aku menatap tak percaya ketika wanita yang sudah menjadi istri dari suamiku itu meminta tinggal serumah dengan aku.
"Iya Ra, Mas yang ajak Lusia tinggal bersama kita. Dia juga istri, Mas," Mas Galvin ikut menimpali.
"Sudahlah! Kenapa kalian harus meminta izin dari dia? Lagian rumah itu milik Galvin bukan milik Diandra," tukas Ibu mertua dengan sombong nya.
Aku mengepalkan tangan ku kuat dan meremas tali tasku. Tega, sangat-sangat tega.
Mas Galvin menatapku dengan perasaan bersalah karena terlihat dari tatapan matanya yang menghunus masuk kedalam relung hatiku. Rasa sakit ini, tidak akan pernah aku lupakan.
"Ra," panggil Mas Galvin.
"Kita bicarakan dirumah, Mas," aku berdiri dari duduk ku lalu melenggang keluar.
"Dasar tidak sopan," cibir ibu mertua yang masih ku dengar. Namun, aku tak peduli.
Aku masuk kedalam mobilku. Emosiku seolah membuncah dan sialnya air mata yang kutahan sejak tadi, menetes dan terjatuh begitu saja membasahi pipi dan juga hati yang remuk redam.
"Aku tidak menyangka, kamu setega ini sama aku, Mas. Kamu benar-benar jahat," ucapku menatap mobil dan rumah yang Mas Galvin beli dengan penuh kebencian.
Aku melajukan mataku seraya dengan air mata yang membanjir di pipi. Remuk redam dan hancur berantakan. Tak pernah kubayangkan akan sesakit ini dipatahkan.
Aku menghentikan mobilku ditaman dekat bambu runcing. Aku tak mau terlihat lemah di mata anak-anak.
Aku duduk ditaman ini sambil menikmati udara segar yang melayangkan rambut panjangku. Wanita tak berkelas seperti ku, tak berarti apa-apa bagi Mas Galvin. Cinta yang selama ini aku pupuk dengan baik ternyata dibunuh mati oleh racun yang Mas Galvin semprotkan.
"Sebelas tahun pernikahan kita, tapi kamu tega menyakiti aku seperti ini, Mas. Aku memang bukan wanita berpendidikan tapi aku memiliki perasaan," lirihku menangis segugukan dengan tangan yang menutup wajah.
Dadaku benar-benar sesak dan nafasku tersengal. Mengingat bagaimana mesra nya Mas Galvin dengan Lusia seperti menumpahkan cuka di hati yang sudah lama tergores ini. Apalagi setelah mendengar penjelasan Mas Galvin bahwa dia dan Lusia sudah menikah selama lima bulan. Sudah selama itu dia berpoligami dibelakang ku dan dia begitu pandai menyembunyikan kedok dari perbuatannya.
"Ra," aku terkejut ketika ada orang yang memanggil nama ku.
Aku membuka mata dan menurunkan tangan yang menutup wajah sambil menoleh kearah sumber suara.
"Divta." Segera aku menyeka air mataku dengan kasar.
"Ini." Dia mengulurkan sapu tangan kearahku.
"Terima kasih, Ta," aku mengambil sapu tangan tersebut.
Divta duduk di sampingku. Dia masih memakai pakaian dinas lengkap.
"Kenapa?" tanya nya melirikku.
Aku menggeleng, "Tidak apa-apa, Ta," kilahku. Tak mungkin aku menceritakan keretakan rumah tangga ku pada Divta.
"Kamu tidak baik-baik saja, Diandra," ucap Divta menatapku. "Kita kenal sudah lama. Kamu bisa bercerita apapun padaku. Kita sahabat 'kan?" imbuhnya.
Aku terdiam. Memang kami adalah sahabat, tapi itu dulu. Aku masih istri orang. Tidak baik, jika ada masalah malah lari ke laki-laki lain dan mengadu. Kalaupun Divta tahu masalahku. Dia tidak akan bisa membantu aku keluar dari masalah ini.
"Ayo, bercerita lah," sesak Divta.
"Ta," air mataku kembali luruh. "Suamiku, menikah lagi," sambung ku.
Divta mengangguk. Tidak terlihat terkejut sama sekali. Mungkin baginya ini biasa, karena dia sudah terlebih dahulu merasakan apa yang aku rasakan sekarang.
"Lalu?" tanya nya kembali menatap kearah ku.
"Mereka sudah punya anak dan Mas Galvin mau bawa istri dan anaknya tinggal bersama aku dan anak-anak," jelasku.
"Kamu mau?" ujarnya.
Aku menghela nafas panjang. Jika ditanya mau atau tidak, jelas aku tidak mau. Istri mana yang sanggup tinggal bersama madu nya. Aku tidak bisa, dan aku bukan wnaita baik hati.
Aku menggeleng, "Tidak mau Ta," jawabku. "Tapi aku tidak bisa menolak," sambungku. Sialnya, air mata ini malah leleh begitu saja.
"Kenapa?" kening nya berkerut heran.
"Itu rumah Mas Galvin, bukan rumah ku," jawabku.
"Kamu istrinya," ucap Divta
"Ada wanita lain juga yang menjadi istrinya," sahut ku menyeka air mataku dengan kasar.
"Kamu sanggup di poligami?" tanya nya lagi namun membuang mukanya kedepan.
"Jelas aku tidak sanggup, Ta. Wanita mana yang mau di poligami? Aku ingin menjadi satu-satunya wanita yang Mas Galvin cintai," jawabku sambil terisak tanpa peduli malu lagi didepan Galvin.
"Jangan menangis. Kamu bisa ambil keputusan berpisah dengan nya," sahutnya
Deg
Berpisah dengan Mas Galvin? Apakah aku sanggup? Dia suamiku. Aku sungguh mencintai nya lebih dari apapun. Lalu bagaimana dengan anak-anak, mereka juga pasti tidak bisa berpisah dengan Papa-nya. Apalagi Nara, dia paling dekat dengan Mas Galvin. Berbeda dengan Naro yang cuek dan dingin seakan tak peduli dengan lingkungan sekitar.
"Aku tahu ini berat. Tapi kamu tidak bisa bertahan dengan orang yang tidak menghargai kamu. Setiap hari kamu akan mandi dengan air mata ketika melihat dia bersama seseorang yang sekarang dia prioritaskan," jelas Divta.
Air mataku semakin luruh, membayangkan berpisah dengan Mas Galvin saja aku sudah tak sanggup. Apalagi hal itu sungguh-sungguh akan terjadi. Tapi apakah aku sanggup dengan batin yang tersiksa seperti ini?
"Kamu hanya terbiasa hidup dengannya bukan tak bisa hidup tanpa nya. Dunia akan terus berputar dengan atau tidak ada nya dia,"
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Uthie
benar tuhhh Diandra 👍👍👍
orang yg diselingkuhi butuh jiwa yg sehat... dan menyehatkan jiwa itu dengan berpisah saja 👍👍👍
2023-07-29
2
S
Benarkan Diandra bodoh bahkan dia belum kepikiran pisah padahal jelas jelas suami mau bawa istri baru k rumah.Ya Tuhan Diandra plis...buka mata kamu
2023-07-02
0
Elena Sirregar
betul tu dunia tetap berputar meski pun ada atau tanpa dia. pisah aja. suami kalau iya pun nak ber poligami jangan satu rumah. kalau sampai 1 rumah memang suami paling bodoh didunia ini. aku benci suami poligami tapi tak mampu dr segi harta dan adil
2023-06-12
0