SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA BUDIDAYA LIKE YAA YA GUYS..........
CEKIDOT......
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
"Itu terserah kamu, Mas," ucapku pasrah.
"Mas, ingin meminta kamar ini untuk Lusia. Tidak biasa tidur di kamar kecil," ucap Mas Galvin sedikit gugup.
Aku menatap Mas Galvin tak percaya. Apa tadi katanya? Meminta Lusia tinggal di kamar ini! Lalu aku pindah begitu? Tidak, aku tidak mau.
"Maaf Mas, aku tidak mau," tolak ku keras.
"Ra, Ve masih kecil, dia butuh kamar yang besar untuk bisa tidur," jelas Mas Galvin berusaha memberikan pengertian untuk ku.
"Itu anak kalian. Kenapa aku yang repot, Mas?" tanya ku sinis.
"Ayolah Ra, kamu bisa pindah ke kamar Nara," rayu Mas Galvin.
"Mas, aku tidak mau. Ini kamarku. Aku tidak sudi, ada orang siang yang masuk kesini," ucapku menegaskan.
"Tapi dia istri, Mas," jawab Mas Galvin dengan enteng nya. Apa lelaki ini tidak memikirkan perasaan ku sama sekali? Apa dia tidak tahu, jika kalimat yang keluar dari bibirnya ini sangat menyakitkan dan menusuk-nusuk kedalam sana.
"Itu istri mu, bukan istriku 'kan. Jadi silahkan Mas urus sendiri," sergahku. Enak saja. Aku takkan mengalah. Aku ini keras kepala. Takkan kubiarkan orang lain menginjak harga diriku. Aku istri pertama, kenapa harus aku yang mengalah.
Aku masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku menikmati guyuran air yang keluar dari shower dan membasahi rambut dan tubuhku. Berharap air ini bisa mencairkan emosi yang membuncah didalam sana. Jiwaku rasanya terlepas dalam raga.
Aku mencoba kuat dan tak menangis. Namun, tatap saja air mata yang ku tahan ini keluar sesuka hati menyiksa ku sepenuh hati.
Setelah mandi aku segera keluar dari kamar mandi. Tak kulihat lagi Mas Galvin didalam kamar dan aku menghela nafas panjang. Mood ku tidak akan baik jika terus bertemu dengan Mas Galvin.
Aku keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Aku tak perlu menyiapkan makan malam karena tadi aku dan kedua anakku sudah makan.
Langkah ku terhenti ketika melihat Mas Galvin, Lusia dan ibu mertua serta Nara dan Naro yang tampak berbincang-bincang diruang keluarga.
Langkahku yang tadi nya menuju dapur hendak mengambil air minum berbelok kearah ruang keluarga. Aku penasaran, apa yang mereka bicarakan. Kenapa serius sekali?
"Nara. Naro, mulai sekarang Tante Lusia ini adalah Mama kalian. Kalian panggil dia Mama karena dia juga istri dari Papa kalian," jelas Ibu.
Mataku membulat sempurna saat mendengar penjelasan Ibu pada Nara dan Naro. Haruskah Ibu memberitahu kedua anakku tentang hal ini? Tidak bisakah Ibu jangan mengatakan hal yang tak seharusnya anak-anak ku tahu. Mereka masih kecil, bagaimana jika Nara dan Naro syok lalu mental mereka terganggu.
Nara tampak terkejut. Bahkan putri kecil itu terlihat bingung dengan ucapan Ibu. Namun, berbeda dengan Naro dia tetap tenang sambil melipat kedua tangan didada dan duduk santai. Naro seperti tak mendengar kan apapun yang membuatnya terkejut. Aku kadang sakit dengan anakku yang satu ini. Dia selalu bisa menguasai emosi nya. Padahal usia nya masih belia.
"Maksudnya apa Oma?" tanya Nara tak mengerti.
"Papa, kali_"
"Stop," aku langsung menyergah ucapan mertua ku.
Semua mata melihat ku, termasuk Nara dan Naro. Entah di lakukan Ibu dirumah ini?
"Ohh akhirnya yang kita tunggu-tunggu datang juga," ucap Ibu menatap ku sinis. Dia melirik ku dari ujung kaki sampai ujung rambut. Aku hanya memakai piyama tidur berwarna peach.
"Nara, Naro. Kalian masuk ke kamar!" suruh ku. Kedua anakku tak boleh tahu masalah rumah tangga ku saat ini.
"Tapi Ma_"
"Ayo Kak," ajak Naro menarik tangan Nara agar tetap bangun. "Ma, jika ada yang menyakiti mu katakan saja ada Naro. Jangan takut," ucap Naro menepuk lengan ku dengan kepala nya yang menengadah untuk menggapai wajahku.
Aku terkejut dengan ucapan anak berusia tujuh tahun ini. Mataku berkaca-kaca. Tapi berusaha menahan untuk tidak jatuh.
Nara dan Naro masuk kedalam kamar mereka. Sesekali Nara menoleh seolah penasaran dengan apa yang akan di bicarakan oleh orang dewasa seperti kami.
Aku duduk dengan tenang di depan Ibu mertua. Tatapan wanita paruh baya ini selalu sinis padaku. Mungkin jika aku ini mahluk tak kasat mata, pasti dia akan berusaha untuk menghindari ku.
"Diandra, kamu harus pindah kamar. Biarkan Galvin dan Lusia tinggal di kamar kalian," ucap Ibu memaksa.
"Aku tidak mau," jawabku cepat.
"Ra," Mas Galvin menatap ku penuh harap.
"Ini bukan rumah kamu," sambung Ibu mertua menatap ku tajam.
"Aku tahu," jawabku.
"Kalau kamu tahu itu, kenapa kamu tidak tahu diri?" Ibu mertua menatapku tajam seolah hendak melahap ku hidup-hidup.
Aku tetap tenang tanpa terganggu dengan tatapan sang ibu mertua. Bukankah dari awal pernikahan kami, dia selalu menatapku dengan sebelah mata. Lantaran aku yang hanya tamatan sekolah menengah. Sementara Mas Galvin, Sarjana Ekonomi. Ibu mertua lupa, siapa yang menemani anaknya dari nol. Aku berjuang membantu biaya kuliah Mas Galvin dengan jualan kue dan makanan cepat saji. Setelah Mas Galvin lulus dan mendapat pekerjaan, aku sengaja berhenti berbisnis karena kodrat ku adalah di nafkahi bukan menafkahi.
Namun, apa yang Ibu mertua ku katakan, aku hanyalah wanita yang menumpang hidup pada anaknya. Sebenarnya dia tahu jika peranku sangat penting dalam pendidikan Mas Galvin, dia hanya sengaja memprovokasi karena sejak dulu dia tidak menyukai pernikahan kami.
"Aku bukan tahu diri, aku mempertahankan hak ku sebagai istri pertama, Bu," jawabku tegas. Rasanya muak ketika aku memanggil Ibu pada Ibu Mertua ku.
"Harusnya kamu tahu diri, Diandra. Kamu bukan satu-satunya istri Galvin," ucap Ibu mertua dengan senyuman mengejek.
"Aku tahu itu kok, Bu. Tapi aku istri pertama Mas Galvin. Aku memiliki hak atas apapun yang ada dirumah ini," tugasku.
"Cukup Diandra!" sentak Mas Galvin keras sehingga membuat kami terkejut.
Aku menatap Mas Galvin santai tapi tidak dengan hatiku. Selama sebelas tahun menikah, ini pertama kali nya Mas Galvin membentak ku dengan suara nyaring.
"Tolong mengalah Diandra. Ini bukan tentang siapa istri pertama dan istri kedua. Tapi ini tentang kenyamanan. Lusia tidak biasa tidur di kamar sempit. Jadi, tolong kali ini saja dengarkan, Mas," pinta Mas Galvin. Suara nya yang tadi naik satu oktaf perlahan turun menjadi lembut.
Aku menatap Mas Galvin menggeleng. Aku heran kenapa perkara kamar saja bisa sampai mengundang perdebatan begini? Sebenarnya Lusia terlahir dari keluarga apa? Kenapa tidak biasa tidur di kamar sempit? Jika dia kaya, kenapa tidak tinggal dirumah nya saja? Kenapa harus tinggal bersama aku dan anak-anak disini?
**Bersambung... **
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 328 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
lunjakan pertama pelakor, tar jg makin ngelunjak kl d tinggal bareng 😡😡
2023-10-17
1
Endang Oke
klu sy jd dirimu tak samperin tenang. setelah dekat ambil anaknya.bawa kekamar terus kunci pintunya. taruh di kamar mandi taruh di bak mandi dilelepin.
2023-08-23
2
Uthie
Laki kaya gtu mahhhh malu-maluin 👎😏
rumah kecil,tapi sok-sokan mau barengan bawa madu nya hidup bersama 😏
2023-07-29
0